Jakarta, Barta1.com – Sidang lanjutan sengketa Pilkada Kabupaten Minahasa Tenggara (Mitra) berlanjut di Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (24/01/2025). Agenda kali ini adalah mendengarkan jawaban termohon yaitu KPU Mitra.
Ketua KPU Mitra, Otnie Tamod, mengatakan lewat kuasa hukum Rezky Panji Perdana Martua Hasibuan, KPU Mitra menyatakan di hadapan hakim panel II dipimpin Ketua Panel Hakim Saldi Isra, tidak ada bukti pelanggaran dalam gugatan yang dilayangkan pemohon: Djein Eleonora Rende dan Ascke Alexander Benu.
“Pemohon mendalilkan adanya pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) di 12 kecamatan di Minahasa Tenggara, namun tidak menjelaskan secara spesifik lokasi atau pihak yang melakukan pelanggaran,” sebut Otnie.
“Selain itu, tidak terdapat rekomendasi dari Bawaslu atau putusan pengadilan yang mendukung klaim pemohon,” dia menambahkan.
Selain itu sesuai gugatan yang dilayangkan pemohon, kuasa hukum KPU Mitra juga memastikan Pemutakhiran Daftar Pemilih Tetap (DPT) telah dilakukan sesuai dengan Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2024 dan Keputusan KPU Nomor 799 Tahun 2024. Menurut Otnie, tidak ada keberatan yang diajukan oleh pemohon pasca-penetapan DPT.
“Pemohon meminta pemungutan suara ulang di seluruh Kabupaten Minahasa Tenggara tanpa memberikan dalil yang jelas terkait pelanggaran atau selisih suara,” tegas Otnie yang turut duduk dalam agenda persidangan itu.
Dalam perkara bernomor 86/PHPU.BUP-XXIII/2025 Kabupaten Minahasa Tenggara, Djein-Ascke selaku paslon nomor urut 3 yang mengajukan gugatan, ikut menyentil keterlibatan birokrasi untuk memenangkan paslon tertentu.
Terkait masalah itu menurut Panji, pemohon seharusnya menyampaikan laporan kepada Bawaslu, Panwaslu dan atau Lembaga terkait jika terjadi pelanggaran-pelanggaran yang disebabkan oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) danatau Pejabat Negara sesuai UU Pilkada.
Akan tetapi, Pemohon tidak mendalilkan apakah ada pelaporan terhadap lembaga tersebut. Bahkan, tidak terdapat rekomendasi atau Putusan Bawaslu dan Putusan Pengadilan terkait dengan pelanggaran tersebut, sehingga menurut Panji tidak terdapat bukti adanya pelanggaran tersebut terjadi.
Kuasa hukum juga menyatakan Permohonan yang diajukan pemohon tidak konsisten. Pemohon sebelumnya telah mengajukan Surat Penarikan Kembali Permohonan dengan APPP Nomor: 86/PAN.MK/e-AP3/12/2024. Namun, pembatalan penarikan permohonan yang diajukan kemudian dianggap inkonsisten dan mencederai kewibawaan persidangan di Mahkamah Konstitusi.
Catatan penting yang perlu digarisbawahi adalah tidak terpenuhinya ambang batas dalam gugatan tersebut. Berdasarkan perhitungan ambang batas 2% dari total suara sah (73.339), yaitu sebesar 1.466,78 suara, selisih suara antara Pasangan Calon 1 dan Pasangan Calon 3 adalah 26.415 suara atau 36%. Selisih ini jauh melampaui ambang batas yang diatur dalam peraturan.
Bahkan, lanjut Otnie, pemohon keliru dalam objek permohonan. Objek yang seharusnya disengketakan adalah Keputusan KPU Kabupaten Minahasa Tenggara Nomor 1195/2024.
Sehingga lewat petitum, termohon dalam eksepsi meminta Hakim MK untuk mengabulkan eksepsi termohon untuk seluruhnya dan menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima untuk seluruhnya.
Sedangkan dalam pokok perkara, agara hakim menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya dan menyatakan benar dan tetap berlaku Keputusan KPU Kabupaten Minahasa Tenggara Nomor 1195 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Minahasa Tenggara Tahun 2024, yang ditetapkan pada 3 Desember 2024 pukul 19.55 WITA. (**)
Editor:
Ady Putong
Discussion about this post