Manado, Barta1.com – Indonesia kaya akan sumber daya alamnya, yang selalu menjadi objek paling sering dikunjungi oleh para wisatawan lokal maupun mancanegara. Salah satunya adalah, pegunungan.
Bahkan Indonesia sendiri memiliki 13 persen dari jumlah Gunung berapi di dunia, yakni 129 Gunung dengan status aktif. Satu di antaranya adalah, Gunung Dukono.
Gunung Dukono sendiri berada di Desa Mamuaya, Pulau Halmahera, Maluku Utara, yang sejak tahun 1933 mengeluarkan letusan-letusan kecil secara berkelanjutan hingga saat ini.
Jerry Christian Kakalang, salah satu penggiat alam Sulawesi Utara membenarkan, bahwa Gunung Dukono sering mengeluarkan letusan kecil sembari menyemburkan debu dan lava setiap detiknya.
“Letusannya kecil, tapi tekanan-nya bagi kami yang melakukan pendakian terasa
keras, sekilas menyeramkan dan menakutkan,” singkat anak ke 3 dari 3 bersaudara dari pasangan Djonny Kakalang dan Yenny Rengkung.
Di luar dari pada itu, tambah Jerry kepada Barta1.com (21/09/2024), Gunung Dukono sama seperti Gunung lainnya mampu memberikan pemandangan yang menakjubkan bagi setiap pengunjung.
“Saat berada di puncak Gunung Dukono, kami disuguhkan sebuah area caldera yang terbuka dengan view Gunung Karianga yang sangat hijau, kemudian lautan yang biru, serta Kota Tobelo yang terlihat begitu megah dari ketinggian 1.335 MDPL,” ungkap Jerry.
Menurutnya, melakukan pendakian ke Gunung Dukono hingga mencapai puncaknya menjadi kebanggaan tersendiri, karena tidak semua orang bisa mencapainya.
“Untuk melakukan pendakian hingga mencapai puncaknya memakan waktu 5 jam. Kami memulai perjalanan dari shelter kayu utama di kebun warga di ketinggian 319 MDPL, begitupun memasuki post 1 masih di area perkebunan, kemudian post 2 hingga 4 sudah memasuki jalur rimbah yang menjadi tempat tinggal beberapa burung, seperti Nuri, Nuri Putih, Elang dan Gagak,” jelasnya.
Setelah melewati post 4, setiap pendaki akan menemukan post 5 yang sudah memasuki area terbuka yang tak jauh dari area basecamp (tempat berkumpuk untuk beristirahat sekaligus berteduh). “Dari lokasi basecamp menuju puncak Gunung Dukono memakan waktu sejam.”
“Sedangkan medannya itu bervariasi, seperti landai, tanjakan, dan turunan. Saya bisa mengatakan tracknya lumayan menguras waktu dan tenaga karena mempunyai jalur landai yang begitu panjang,” tuturnya sembari menyebut perjalanan dilakukan melalui Desa Ruko Jalur Karianga.
Dalam perjalanan juga, Jerry menceritakan, berbagai kendala yang terjadi saat melakukan perjalanan menuju Puncak Gunung Dukono.
“Ada pun persoalan yang kami dapati dalam perjalanan, yaitu mulai terganggunya pernafasan akibat debu vulkanik yang bertebaran hingga menempel ke tubuh kami maupun dedaunan, mengingat juga vegetasi yang begitu rapat dengan track. Dan ini juga tidak baik bagi pengunjung, yang memiliki penyakit asma atau sesak nafas,” ucapnya.
Namun, kendala maupun persoalan yang ditemukan mampu ditangani secara cepat oleh Jerry dan rekan-rekannya. “Untuk mengantisipasinya, kami mencoba menutup mulut dan hidung menggunakan buff yang sudah dibasahi, agar debu tidak terlalu terasa di ruang pernafasan, kemudian menggunakan kacamata untuk melindungi mata,” kata Pemuda kelahiran Gorontalo, 16 April 1997.
“Maka dari itu, sangat penting kesiapan dalam melakukan pendakian, baik itu fisik, mental, pengetahuan, logistik, materi (uang), maupun relasi. Hal itu, guna mencegah terjadinya sesuatu yang tidak kita pikirkan sejak awal,” imbuhnya.
Apa lagi berkaitan dengan relasi, menurut Jerry, harus benar – benar dijaga dan memberikan kesan yang baik, khususnya bagi masyarakat yang ditemui saat melakukan aktivitas pendakian.
“Tapi, untuk masyarakat di bawah kaki gunung Dukono yang kami temui, mereka sangat ramah bagi setiap pendaki maupun pendatang, intinya sangat berkesan sambutannya,” ujarnya lagi sambil menyebut anggaran yang dihabiskan untuk melakukan pendakian ke Gunung Dukono ini bisa mencapai 1 juta bahkan lebih, sampai kembali ke Kota Manado lagi.
Lanjut Jerry, Gunung Dukono menjadi bagian dari 24 Gunung yang sudah ia jejaki salama ini, baik di dalam maupun di luar Sulawesi Utara.
“Gunung-Gunung yang sudah saya jejaki, seperti Gunung Klabat, Gunung Soputan, Gunung Tampusu, Gunung Empung, Gunung Lokon, Gunung Mahawu, Gunung Ambang, Gunung Tumpa, Gunung Manado Tua dan Gunung Payung,” jelasnya.
Bukan itu saja, ada juga Gunung Sempu, Gunung Latimojong, Gunung Bulbaria, Gunung Bawakaraeng, Gunung Lompobatang, Gunung Lemba Lohe, Gunung Tanralili, Gunung Slank, Gunung Lembah Rama, Gunung Gamalama, Gunung Gamkonora, Gunung Dukono, Gunung Karianga, Gunung Tilongkabila, Gunung Agung, Gunung Ijen dan Gunung Rinjani.
“Mungkin ke depan masih akan berlanjut pendakian ke Gunung lainnya, apa lagi saat ini menjadi bagian dari Planning Jelajah untuk menjejaki 60 Gunung di Sulawesi Utara. Kenapa pendakian ini terus dilakukan ?, karena saya mengagumi alam Indonesia yang beragam dan penuh misteri,” pungkasnya. (*)
Peliput: Meikel Pontolondo
Discussion about this post