Manado, Barta1.com — Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Muhammad Tio Aliansyah SH, MH meminta berbagai pihak pro aktif melaporkan bila ada temuan pelanggaran etik yang dilakukan penyelenggara Pilkada. Namun penyampaian laporan itu wajib mengikuti prosedur.
“Jadi laporan yang masuk ke DKPP memang banyak, tetapi kami layani apabila itu melalui mekanisme,” kata Tio dalam diskusi berformat media gathering bertema “Mewujudkan Sukses Tahapan Pemuktahiran Data Pemilih dan Data Pemilih Berkualitas dalam Pilkada 2024” dengan para jurnalis di Rumah Kopi K-8 Sario Manado, Rabu (10/07/2024) pagi.
DKPP menjadi lembaga yang mengawal penegakan etik penyelenggara pemilihan, yaitu jajaran KPU dan Bawaslu. Menurut Tio, DKPP memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan hingga memutuskan perkara yang dilaporkan.
Masuk masa Pilkada, dia tak menampik tantangan yang dihadapi penyelenggara semakin besar. Artinya ada potensi pelanggaran etik yang rawan dilakukan anggota KPU, Bawaslu dan jajaran masing-masing. Artinya juga potensi pelaporan semakin luas, tak hanya dari sisi pelapor tapi objek yang akan dilaporkan termasuk penggunaan anggaran Pilkada yang tidak bersifat akuntabel.
“DKPP juga punya aturan sendiri, salah satunya kami dilarang membicarakan, menanggapi atau mendiskusikan potensi perkara,” sebut figur yang pernah menjadi anggota KPU Lampung itu.
Lantas bagaimana proses pelaporan temuan pelanggaran etik sesuai prosedur? Dalam buku saku pengaduan yang diterbitkan DKPP, pelapor bisa langsung ke DKPP dan memasukan laporan beserta bukti konkret berupa data dan dokumen. Pelapor juga bisa menyertakan saksi dan keterangan ahli.
Adapun oleh DKPP aduan ini akan melalui proses verifikasi administrasi untuk memutuskan apakah dokumen dan bukti yang diajukan memenuhi syarat (MS), tidak memenuhi syarat (TMS) dan belum memenuhi syarat (BMS). Dokumen bersifat BMS akan dikembalikan ke pelapor. Sedangkan yang MS, prosesnya berlanjut ke verifikasi materiel hingga sidang pemeriksaan.
Selain itu, proses pelaporan juga bisa dilakukan secara online lewat situs resmi DKPP. Selain lembaga ini, KPU dan Bawaslu juga bisa menerima aduan sesuai prosedur masing-masing. Ini karena DKPP punya tim pemeriksa daerah yang diwakili 2 anggota KPU, 2 anggota Bawaslu dan 2 perwakilan masyarakat.
Lantas pelapor menurut Tio, bisa saja berasal dari penyelenggara sendiri, peserta Pilkada, tim kampanye, masyarakat umum hingga rekomendasi DPRD.
Ketua Bawaslu Dr Ardilles Mewoh dalam kesempatan tersebut mengatakan, hingga hari ini belum ada penyelenggara di Sulut kena sanksi DKPP. Namun dimungkinkan, karena ada perkara yang lagi berproses.
Menurut dia, pelanggaran etik yang dulu sempat menjadi momok bagi penyelenggara di Sulut karena tingginya jumlah laporan, seiring waktu mulai berkurang.
“Tahun 2024 ini ada 2 kasus yang dilaporkan, tapi secara umum yang dilaporkan masyarakat tidak ada,” kata Ardilles.
Masih di media gathering guliran KPU Sulut, dosen kepemiluan Dr Ferry Daud Liando ikut menanggapi tahapan Pilkada yang sementara berproses yaitu pencocokan dan penelitian (coklit) data. Kualitas Pilkada punya beberapa paramater, salah satu menurut Ferry adalah data.
“Karena ini berkaitan dengan logistik, pemenuhan hak politik warga negara dan legitimasi karena semakin tinggi partisipasi masyarakat maka pemilihan itu semakin legitimate,” cetus Ferry.
Sedangkan Ketua KPU Sulut Kenly Meidy Poluan menyatakan kendati tahapan coklit dibatasi hingga 24 Juli, tetapi proses pemutakhiran data pemilih berlangsung 3 hingga 4 bulan ke depan.
“Prinsip KPU semua harus terakomodir dalam data pemilih,” kata dia.
Kegiatan yang dimoderatori komisioner KPU Sulut Lanny Anggrainy Ointu itu juga dihadiri anggota Salman Saelangi dan sekretaris serta staf. (*)
Peliput:
Ady Putong


Discussion about this post