Oleh: Alvian Tempongbuka
Hadirnya PT Tambang Mas Sangihe di Kabupaten Kepulauan Sangihe menjadi sebuah perbicangan hangat di Wilayah Kabupaten Kepulauan Sangihe, terlebih khusus masyarakat yang berada pada wilayah tambang saling adu konsep secara lansung maupun Sosial media antara kubu yang menerima dan kubu yang menolak akan hadirnya PT.TMS juga terus terjadi.
Sedikit ulasan umum dari wilayah yang sedang dilanda konflik tersebut, areal yang akan dijadikan wilayah produksi P. TMS berada di kampung Bowone kecamatan Tabukan-Selatan Tengah, yang juga berbatasan dengan kampung Binebas Kecamatan Tabukan-Selatan. Wilayah tambang juga berada tepat dipinngiran teluk Binebas yang memliki pesona begitu indah karna diwarnai hutan mangrove yang subur dan lebat. Di posisi yang tak jauh dari wilayah tambang juga ada dua pulau kecil yang berpenghuni (Tehang,Batuwingkung) tapi memiliki pesona Indah dengan hamparan pasir putih serta kaya akan biota laut.
Potensi tersebut merupakan poin penting agar Pemerintah tak hanya tergiur dengan pola ekstraktif (Pertambanagan), dalam tulisan ini bukan saya anti dengan kemajuan khususnya pada sektor pertambangan tetapi pesimis bahkan sudah pada kategori tidak percaya bahwa hadirnya pertambangan dengan pola proudksi yang massif tak merusak lingkungan. Hal tersebut didasari pada kondisi objektif bahwa tak ada satupun wilayah pertambangan tak bermasalah dengan lingkungan (Freeport, Minahasa Soputan Mining dll).
Hadirnya tambang memang akan menghadirkan peningkatan Ekonomi yang massif, tetapi hanya akan bersifat sementara sedang kerusakan Lingkungan akan tetap terjadi hingga ke anak cucu kelak. Pertanyaanya, Apakah tidak ada cara lain untuk meningkatkan Ekonomi selain menghadirkan PT. Tambang Mas Sangihe?
Secara subjektif ulasan di awal harusnya bisa menjadi resolusi akan pertanyaan tersebut, bahwa meningkatkan Ekonomi kreatif yang berdasar dengan kesediaan alam tanpa merusak alam itu sendiri. Wilayah tersebut sangat cocok untuk dijadikan sebagai kawasan pariwisata handal secara sederhana teluk Binebas dan Bowone tersebut bisa dijadikan sebagai areal Jet Sky dan sejenisnya serta kekayaan biota laut bisa dijadikan sebagai kawasan Snorkling. Secara tidak lansung masyarakat juga bisa menambah penghasilan melalui giat kreatif lainnya (UMKM, layanan jasa perahu dll).
Pertanyaan berikut; bagaimana dengan nasib Nelayan Tradisional yang menangkap ikan di areal tersebut??? Pertanyaan ini bisa dijawab sesuai dengan Undang-Undang no.1 tahun 2014 pasal 60 khusunya bagian (d) melakukan kegiatan pengelolaan Sumber Daya pesisir dan Pulau-Pulau kecil berdasarkan Hukum adat yang berlaku dan tidak bertetangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Artinya bahwa bisa menghadirkan kebijakan berdasar kesepakatan bersama untuk penentuan wilayah yang bisa diakses oleh nelayan tradisional tersebut sebagai contoh kasus wilayah pulau Bunaken.
Penulis adalah aktivis dan pejuang kasus tambang Sangihe
Discussion about this post