Judul: Budayakan Bermasker di Era Pandemi
Sahabat siswa, ketika kita mengenakan masker berarti kita berdamai dengan kehidupan. Mengapa? Karena di era pendemi Corona, manusia tak saja dituntut mengubah cara hidup tapi juga hakekat hidup.
Secara metoforis, hakekat hidup adalah berjalan, melangkah dan menggapai tak hanya dengan tenaga, tapi juga dengan tawakal dan doa. Di masa ketika semua orang mencemaskan banyak hal, wabah penyakit, harapan-harapan patah, bukankah hidup adalah tentang berjalan,
menghindar segala rintang atau mengalahkannya dengan segala daya.
Selagi hidup, yang kita perlukan adalah bijak menaru kekhawatiran sebagai hal biasa, karena sejak lahir, musuh utama manusia sesungguhnya ketakutan, dan hal terburuk ketika kita takluk olehnya.
Sahabat siswa, sejak awal tahun 2020 ketika virus Corona mewabah, umat manusia di seluruh penjuru bumi kembali diserbu peradaban masker. Pandemi ini memaksa setiap orang tampil dengan gaya hidup baru yaitu gaya hidup bermasker. Tak ada lagi paras elok yang lepas bebas. Kecantikan dan ketampan kini tersembunyi di balik masker.
Masker sudah menjadi semacam “kebutuhan pokok”. Masker dibutuhkan oleh siapa saja, di mana saja. Masker tidak hanya digunakan oleh mereka yang melakukan aktifitas outdoor, tapi juga digunakan oleh mereka yang melakukan aktifitas indoor.
Masker kini tak sekadar gimik, tapi sebuah realitas tak tertolak. Dan, memaksa setiap orang di abad 21 tampil dengan gaya hidup yang baru yaitu gaya hidup di bumi bermasker.
Apabila engkau pernah melihat lukisan karya Michel Serre tentang wajah berlilitkan kain, Itulah bukti sejarah dari era Renaissance Eropa abad ke-16. Lukisan itu merekam kota Marseille, Prancis, yang menjadi pusat wabah pes bubo pada tahun 1720. Orang-orang terpaksa mengenakan kain di sekitar mulut dan hidung sebagaimana masker, sebagai cara menghindar tertular wabah Pes.
Sejak wabah Flu Spanyol di tahun 1918 melanda Amerika Serikat, masker telah dikenakan kalangan ilmuwan dan masyarakat. Perusahaan di seluruh dunia meningkatkan produksi masker untuk membantu mengurangi penyebaran flu.
Saat SARS mewabah pada 2002-2004, banyak orang Tiongkok yang mengenakan masker. Benda penyaring tersebut kian populer di masyarakat seiring memburuknya kualitas udara di kota-kota besar.
Sahabat siswa, dulu sebelum terjadi pandemi Covid-19 mungkin akan terlihat aneh jika dalam melakukan berbagai aktifitas orang-orang menggunakan masker. Tapi kini sebaliknya. Justeru akan terlihat aneh jika ada orang yang tidak menggunakan masker dalam melakukan aktifitas.
Di kantor-kantor, di tempat belanja, di jalan-jalan, dan dimana pun melakukan atifitas, sekarang semua orang wajib menggunakan masker. Terlepas dari apakah mereka menggunakan masker itu dengan kesadaran sendiri atau “terpaksa” karena ada aturan yang mengharuskan orang menggunakan masker.
Pandemi Covid-19 memang telah mengubah banyak hal dari kehidupan normal manusia. Mulai dari kebiasaan melakukan komunikasi, kebiasaan berinteraksi, kebiasaan dalam memelihara kesehatan, termasuk dalam kebiasaan menggunakan masker.
Pandemi Covid-19 telah mengubah kehidupan normal menjadi tidak normal dan mengubah kehidupan yang tidak normal menjadi kehidupan normal. Hal ini akan terus berlangsung selama pandemi Covid-19 belum berakhir.
Di kehidupan normal yang baru, mari kita budayakan memakai masker sebagai norma kehidupan yang harus kita lakukan saat ini.
Ketika menjalani aktivitas di luar rumah, jadikan masker sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat di masa pandemi virus corona. Entah saat bekerja, ke pasar, ataupun menuju tempat ibadah; masker wajib dikenakan untuk melindungi diri dari droplets atau percikan air liur yang merupakan penyebab utama penularan Covid-19.
Sahabat siswa, ketika kita mengenakan masker berarti kita berdamai dengan kehidupan. Karena hidup itu sebuah pilihan: mengalah atau mengalahkan! Sekian, Terima Kasih. (*)
Penulis: Iverdixon Tinungki
Discussion about this post