Manado, Barta1.com – Hanya ada dua pilihan bagi Jim Robert Tindi, mencapai puncak atau tergelincir. Demikian konsekuensi ketika ia memilih apa yang disebutnya sebagai “Jalan Terjal” perjuangan.
Di Sulawesi Utara, bahkan di Indonesia, Jim –nama sapaannya—terbilang tenar di kalangan aktivis dan para politisi. Ia bukan orang baru di dunia pergerakan. Sejak remaja, Jim telah berada di barisan terdepan kelompok perlawanan terhadap Orde Baru bersama PRD.
Ia juga dikenal sebagai aktivis yang sangat berpihak pada nasib kaum bawah. Ia bahkan berani berhadap-hadapan dengan peluru dan gas air mata demi membela nasib kaum papah, kaum yang tertindas dengan rupa-rupa persoalan bangsa.
Konsistensinya pada masalah-masalah perbatasan tak diragukan lagi. Ia terbilang politisi yang paling vocal mengkritisi berbagai kebijakan yang tak berpihak pada kepentingan daerah perbatasan.
Tentang masalah cipratan dana Rp. 60 Miliar ke Kabupaten Kepulauan Talaud, dari total Rp. 3,1 Triliun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) tahun anggaran 2018 sebagai misal, politisi Partai Hanura yang kini bertarung dari Dapil Singihe, Talaud dan Sitaro untuk DPRD provinsi ini menilai, ada ketidakadilan dalam pembagian kue pembangunan tersebut.
Sosok yang punya jam terbang tinggi dalam mencermati berbagai proses pembangunan Sulawesi Utara itu mengatakan, gemuknya APBD Sulut tersebut karena provinsi ini masuk dalam kriteria provinsi kepulauan, bukan mengacu pada besaran jumlah penduduk, yang selama ini menjadi acuan kriteria pembagian dana pembangunan provinsi itu.
“Ini alasan Pemerintah Pusat menyetujui APBD Sulut 2018,” kata Jim pada Barta1, di Manado, belum lama.
Ada 3 daerah kabupaten kepulauan di Provinsi Sulawesi Utara, yakni: Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro (Sitaro), Kabupaten Kepulauan Sangihe, dan Kabupaten Kepulauan Talaud. Maka riskan dan terasa bertentangan dengan kebijakan Pemerintah Pusat, kata Jim, saat alokasi dana provinsi ke berbagai kabupaten kota mengacu pada besaran jumlah penduduk.
Apalagi, Rp.60 Miliar yang dicipratkan ke Talaud itu sudah termasuk gaji PNS Provinsi Sulut di daerah seperti guru-guru SLTA. Bayangkan, kata dia, berapa sisa anggaran untuk porsi pembanguan fisik dari dana tersebut?
“Nasib Kabupaten Sitaro dan Kabupaten Sangihe tak lebih sama dengan Talaud. Karena mengacu pada besaran jumlah penduduk, maka kabupaten kota di daratan Sulawesi Utara mendapankan porsi anggaran yang besar, karena jumlah penduduknya besar, sementara 3 kabupaten kepulauan yang penduduknya relatif kecil, kecipratan remahnya saja,” ungkap dia.
Jim menilai, sikap provinsi ini tidak sejalan dengan semangat Pemerintah Pusat yang lagi focus membangun daerah kepulauan dan perbatasan.
“Provinsi hanya menggunakan sebelah mata dalam melihat urgensi persoalan pembangunan kawasan kepulauan dan daerah perbatasan,” kritiknya.
Kesertaannya sebagai Caleg nomor Urut 2 Partai Hanura Dapil Nusa Utara, mendapat respon berbagai kalangan. Pengamat budaya dan masalah-masalah sosial dan perbatasan Alex Ulaen, PhD merekomendasi Jim sebagai pilihan terbaik bagi konstituen di daerah perbatasan.
“Jim Robert Tindi sangat pantas dipilih berdasarkan rekam jejaknya memperjuangkan hak rakyat. Dia memilih untuk meninggalkan zona nyaman, memilih jalan penuh tantangan dan risiko,” tulis Ulaen di media social fecebook. (*)
Penulis : Iverdixon Tinungki
Discussion about this post