Karya : Iverdixon Tinungki
PEMAIN:
PILATUS: Pontius Pilatus.
CLAUDIA PROCULA: Arwah istri Pontius Pilatus.
HADINEAS: Mantan prajurit Romawi yang telah bertobat.
PARA PENARI/TAMU/PEMBAWA MINUMAN
SEBUAH DUNIA HITAM PUTIH. RUANG ARTIFISIAL PENANDA SALAH DAN BENAR. PERABOT, PERNIK, DAN ORNAMEN KESEHARIAN, DAN SEBUAH TALI GANTUNGAN. BEGITULAH RUANG PUTUS ASA PILATUS.
BAGIAN SATU:
(LAMPU MENYALA)
INILAH HARI YANG PALING DINANTIKANNYA, SEKALIGUS YANG PALING DITAKUTKANNYA. PILATUS DUDUK DI SEBUAH KURSI KECIL DI RUANG ITU, MENGACUNGKAN SEBUAH BELATI KE LANGIT. PADA SAAT YANG SAMA, CLAUDIA PROCULA, ISTRINYA, DUDUK DI SEBUAH KURSI LAIN, BERSEDIH.
PILATUS:
Kematian seperti apa yang paling membahagiakan itu?
(HENING SESAAT. KEMUDIAN MENATAP KE DEPAN)
Kematian seperti apa yang paling membahagiakan itu?
Apakah aku harus menusuk belati ini hingga menembus jantungku,
karena aku Pilatus?
(MENANCAPKAN BELATI DI PENAMPANG STAGE DI DEPAN TEMPAT IA DUDUK)
Bukankah aku seorang Ponti, keturunan para ksatria Samnit yang tak boleh mati oleh belatiku sendiri?
TIBA-TIBA TERDENGAR ALUNAN LAGU YANG SANGAT INDAH. BEBERAPA PASANGAN PENARI LELAKI PEREMPUAN MASUK DAN MENARI DENGAN GEMBIRA. SEORANG PELAYAN MELINTAS MEMBAGIKAN ANGGUR DENGAN SOPAN KEPADA TAMU YANG BERDATANGAN. SUASANA MULAI GEMBIRA SEPERTI PESTA KERAJAAN. TAPI MENDADAK SEMUANYA BERHENTI OLEH SUARA KERAS CLAUDIA PROCULA.
CLAUDIA PROCULA:
Hentikan! Hentikan omong kosong ini!
PARA PENARI DAN ORANG-ORANG KELUAR. SUASANA KEMBALI HENING. HANYA PILATUS DAN CLAUDIA PROCULA DI RUANGAN ITU.
CLAUDIA PROCULA:
(SEDIH)
Ada seorang bertanya,
apa yang paling penting dari seekor burung elang.
Apakah hidupnya atau sayapnya.
Aku tak mau menjawabnya.
Karena bagiku elang baru bisa disebut seekor burung bila ia terbang.
Karena Elang yang tidak terbang, tak lebih baik dari ayam atau itik.
PILATUS BERDIRI LALU MENATAP TALI GANTUNGAN DENGAN PEDIH
PILATUS:
Ya… aku tahu, tapi, aku harus memandang tali gantungan itu!
Karena aku Pilatus! Karena semua ruang, semua hari,
semua abad, bahkan sejarah, menempatkan aku sebagai lelaki
yang harus mati dengan riwayat sia-sia.
(BERJALAN MENUJU TALI GANTUNGAN)
CLAUDIA PROCULA:
Bagi seorang yang putus asa,
bumi tampak berbentuk datar dan terapung di atas udara.
Seperti daun kering yang beterbangan.
Ruh, jiwa, nafas seakan cuma udara yang mengepung dunia keseluruhannya.
Semuanya seakan hanya dibentuk oleh udara.
Baginya, api adalah udara yang memuai, air udara yang mencair,
tanah udara yang mengental, batu udara yang memadat.
Semuanya semata udara. Ia lupa dengan apeiron.
Apeiron-lah mula segala sesuatu. Aku menyebutnya cinta!
PILATUS:
(DI DEPAN TALI GANTUNGAN)
Dulu aku memimpin satu ‘ala’ pasukan kavaleri berkuda,
dua puluh lima ribu infantri di Kaisarea,
dan segarnisun tentara pandai tempur di benteng Anatonia.
CLAUDIA PROCULA:
Dan kau akan berkata: aku wali negeri Yudea,
memiliki kuasa penuh atas hidup dan mati seseorang,
bahkan aku bisa mengubah keputusan para Sanhedrin.
Mengapa tali gantungan ini yang kalian sajikan untukku?
Sudahlah Pilatus, Cintaku!
Aku sudah bosan mendengarnya!
PILATUS:
Tapi Claudia Procula, cintaku!
Seperti juga kematian, sejarah harus adil.
Sejarah harus bisa melihat semua dengan matanya yang paling terang.
Sejarah yang bengkok,
sejarah yang hanya terpaku pada kekeliruan,
akan mewariskan kekeliruan yang baru
pada catatannya yang kemudian.
CLAUDIA PROCULA:
Mengubah sesuatu harus dimulai dari mengubah diri sendiri,
bukan mengulang-ulang putus asa.
Apa yang akan berubah dari seorang yang membiarkan hidupnya dilalap putus asa.
Putus asa adalah api. Semua yang dilalapnya akan menjadi arang dan abu.
PILATUS:
Claudia Procula, Cintaku,
sejak Kaisar Tiberius hingga Caligula,
aku adalah seorang procurator Romawi yang patuh.
Mengapa aku dimuseumkan sebagai Sang Pencuci Tangan.
Sejarah tidak adil padaku!
CLAUDIA PROCULA:
Dan kau akan berkata:
tragedi pembunuhan orang Samaria di Gunung Gerizim
bukan kesengajaan,
semata-mata hanya kesalahan laporan intelijen.
PILATUS:
Ya! Memang begitu kenyataannya.
CLAUDIA PROCULA:
Dan kau akan berkata:
Kau tertekan oleh demostrasi orang-orang Yahudi
atas perbendaharaan Bait Suci yang kau pakai membangun
saluran air ke Yerusalem sepanjang empat puluh kilometer.
Dan kau akan menceritakan kejengkelan Herodes
atas kematian beberapa rakyatnya oleh kekuatan militermu.
Juga soal pertentanganmu dengan Gubernur Vitellius dari Siria.
Tentang mata uang kecil bersimbol Romawi kau keluarkan
yang mengjengkelkan orang Yahudi.
Dan kau akan berkata:
hasutan para Sanhedrin di bawah Imam Kayafas
yang tak henti memojokkanmu.
Dan kau akan terus membeberakan seribu satu alasan tanpa henti.
Karena dengan alasan semua tekanan itu,
kau terpaksa cuci tangan atas kematian Yesus
demi keamanan dan kedamaian negara.
PILATUS:
Jangan… jangan katakan itu lagi.
Jangan tikamkan panah kata-kata itu lagi
ke otakku yang sudah buntu ini, Claudia Procula!
CLAUDIA PROCULA:
Ah…betapa bertele-telenya kau Pontius Pilatus, Cintaku.
Bukan itu yang ingin kudengar dari mulutmu
yang selalu kukecup dengan penuh cinta itu.
Aku ingin mendengar pertobatan!
Pertobatan, Pilatus, Cintaku!
Aku bosan mendengar keinginan bunuh diri.
Aku bosan dengan pesta-pesta dalam pikiranmu itu.
Aku bosan dengan impian kekuasaan tolol tentang keadilan yang tak adil.
Aku bosan dengan penyesalan dan kebimbanganmu! Aku pergi!
CLAUDIA PROCULA KELUAR. PILATUS DUDUK TERHENYAK DI ATAS BUKIT TALI GANTUNGAN SAMBIL MERATAPI DIRINYA.
PILATUS:
Pontius Pilatuskah aku?
Seorang Pontikah aku?
Keturunan para ksatria Samnitkah aku?
Kematian semacam apa yang patut untukku.
Thales, Anaximander, Anaximenes mengapa pertanyaan ini
tanpa ujung pangkal dalam kenyataan.
Barangkali Claudia Procula benar,
aku hanya seekor elang yang tidak terbang.
LAMPU PADAM.
BAGIAN DUA:
(LAMPU MENYALA)
PILATUS DUDUK DI SEBUAH KURSI GOYANG. HADINEAS BERDIRI DI SEBUAH SUDUT MEMEGANG SEBUAH SURAT GULUNGAN DAN MEMBACAKANNYA.
HADINEAS:
(MEMBACA ISI SURAT)
Kepada Yang Mulia Kaisar Tiberius …
Seorang anak muda telah muncul di Galilea dan atas nama Elohim
yang mengutusnya.
Dia telah berkhotbah dalam sebuah hukum yang baru,
dengan perilaku yang rendah hati.
Pada mulanya saya mengira tujuan-Nya adalah
untuk menimbulkan gerakan revolusi rakyat
untuk melawan pemerintahan Roma.
Dugaan saya keliru,
Yesus Orang Nazaret itu ternyata bergaul lebih akrab dengan
orang Romawi daripada dengan orang Yahudi.
PILATUS MENYELA. HADINEAS BERHENTI MEMBACA.
PILATUS:
Sebentar, Hadineas!
Kau tahu, Hadineas, suatu hari aku memperhatikan,
anak muda itu di antara sekelompok orang,
Ia berbicara dengan tenang.
Orang-orang mengatakan kepada saya bahwa itulah Yesus.
Terdapat perbedaan yang jelas antara Dia dan orang-orang yang mengelilingi-Nya.
Dari rambut dan janggutnya yang pirang, Ia kelihatan seperti Tuhan.
Ia berumur sekitar 30 tahun,
dan saya belum pernah melihat orang
dengan wajah sedemikian simpatik dan menyenangkan seperti Dia.
Lanjut Hadineas!
HADINEAS:
(MEMBACA LAGI)
Tapi khotbah-khotbahnya menggusarkan orang-orang Yahudi
dan menimbulkan kemarahan mereka.
Ia tidak menyusahkan orang miskin, tetapi merangsang
kemarahan orang-orang kaya dan para tokoh masyarakat.
Saya telah menulis surat kepada Yesus,
meminta Ia untuk diwawancarai dalam suatu pertemuan.
Ia datang. Pada saat Orang Nazaret itu tiba,
saya sedang melakukan jalan pagi.
Dan ketika saya memperhatikan-Nya,
saya begitu tertegun.
Kedua kaki saya serasa dibelenggu oleh rantai besi yang terikat
pada lantai batu pualam.
Seluruh tubuh saya gemetar bagaikan seorang yang bersalah berat.
Namun Ia tenang saja. Tanpa beranjak, saya begitu terpukau
dengan orang yang luarbiasa ini beberapa saat.
Tidak ada yang tidak menyenangkan pada penampilan atau perilaku-Nya.
PILATUS MENYELA. HADINEAS BERHENTI MEMBACA.
PILATUS:
Selama kehadiran-Nya aku menaruh hormat dan respek
yang mendalam pada diri-Nya.
Saya katakan kepada-Nya bahwa pada diri dan kepribadian-Nya
terdapat sesuatu yang memancar dan menunjukkan kesederhanaan
yang memukau, yang menempatkan Ia di atas para ahli filsafat
dan cendekiawan masa kini.
Lanjutkan Hadineas!
HADINEAS:
(MEMBACA LAGI)
Saya telah meluangkan banyak waktu untuk
mengamati aktivitas pelayanan menyangkut Yesus dari Nazaret ini.
Pendapat saya adalah: Ia, seseorang yang mampu mengubah
air menjadi anggur, menyembuhkan orang sakit,
menghidupkan orang mati, dan menenangkan gelombang laut.
Ia tidak bersalah sebagai pelaku perbuatan kriminal
sebagaimana dituduhkan oleh orang banyak.
Saya harus mengakui bahwa sesungguhnya Ia adalah
Putra Elohim….
Pelayan Anda yang setia, Pontius Pilatus.
(MENGGULUNG KEMBALI SURAT)
PILATUS:
Bagaimana pendapatmu
atas surat yang kukirim ke Kaisar Tiberius itu?
HADINEAS:
Tuanku telah memberi gambaran yang jelas
kepada kaisar tentang siapa Yesus!
PILATUS:
Di situ masalahnya Hadineas.
Kaisar Tiberius tidak menjawab suratku.
Kaisar tidak memberi pentunjuk dan pertimbangan sedikit pun.
HADINEAS:
Semua telah terjadi, Tuanku.
Jangan meratapinya lagi!
PILATUS:
Aku dilemma, Hadineas.
Sebagai gubernur aku harus menjaga stabilitas Negara.
Bila aku memutuskan Yesus tak bersalah,
maka para imam Sanhedrin akan menghasut rakyat untuk memberontak.
Belum lagi tekanan dari para elit politik Romawi
yang haus kedudukan dan kekuasaan.
Demi menghindar makar dan revolusi,
bagaimana aku tak mencuci tangan untuk kasus itu Hadineas.
HADINEAS:
Aku tahu, Tuanku.
Sebagaimana pohon, setiap masalah pasti ada akarnya.
PILATUS TIBA-TIBA AMAT MARAH.
PILATUS:
Aku tahu Ia Apeiron sebagaimana digambarkan Anaximander.
Tapi bila aku berhitung seperti Pythagoras,
kalianlah yang menempatkan aku sebagai tumbulnya!
Kalau kalian pada posisiku,
apa yang kalian lakukan!
Kalian seperti Tiberius seperti Caligula.
Kalian mencuci tangan dengan cara
tersembunyi, dan hanya tanganku yang kelihatan basah dalam sejarah.
Bukankah batas, bentuk dan angka adalah sesuatu yang sama.
HADINEAS:
Tenangkan hatimu tuanku!
Karena semakin besar kegagalan yang ditemui seorang
dalam hidupnya sehari hari,
makin besar kesediaan ia untuk terbang dari dunia kebendaan
dan merindukan sesuatu yang hakiki dan abadi,
semakin besar pula kesediaanya menerima barang
keramat dan mistik.
Jiwa itu adalah penjemaan dari Tuhan yang jatuh ke dunia.
Karena berdosa ia akan kembali kepada Tuhan.
PILATUS:
Tapi, Hadineas!
Aku harus bicara kepada makhluk-makhluk sejarah ini.
Apakah keseharian kalian, apakah kalian tak pernah mencuci tangan
dalam suatu masalah.
Sejak aku berkuasa hingga kini, kalian terus
berkonspirasi menyalahkan aku.
PILATUS BERDIRI DAN NAIK DENGAN CEPAT KE TEMPAT TALI GANTUNGAN.
PILATUS:
Bila aku mati terjerat tali gantungan ini,
kalian akan bersorak riang.
Kalian akan berujar itu adalah karmaku.
Kalian seperti Tiberius, Caligula,
yang memberhentikan aku dengan cara yang licik.
Kalian seperti Kayafas, seperti Herodes, seperti para Sanhedrin
yang menginginkan aku mati terjerat tali ini.
Kalian keliru, aku tak mau mati seperti itu.
Aku seorang Ponti,
aku keturunan ksatria Samnit.
Aku harus mati secara terhormat.
TIBA-TIBA TERDENGAR ALUNAN LAGU YANG SANGAT INDAH. BEBERAPA PASANGAN PENARI LELAKI PEREMPUAN MASUK DAN MENARI DENGAN GEMBIRA. SEORANG PELAYAN MELINTAS MEMBAGIKAN ANGGUR DENGAN SOPAN KEPADA TAMU YANG BERDATANGAN. SUASANA MULAI GEMBIRA SEPERTI PESTA KERAJAAN.
LAMPU PADAM.
BAGIAN TIGA:
(LAMPU MENYALA) PILATUS DUDUK DI STAGE MENDENGUNGKAN SEBUAH LAGU MASA PERANG ROMAWI. IA TERINGAT HARI-HARINYA YANG CEMERLANG. TAK BERLAPA LAMA IA TERGUGU DENGAN SEDIH. IA KEMUDIAN TURUN KE LANTAI DAN MENELENTANGKAN TUBUHNYA DI SANA. SESAAT KEMUDIAN HADINEAS TIBA DI TEMPAT ITU.
HADINEAS:
Tuanku, apa yang kau lakukan. Mengapa kau tidur seperti itu?
PILATUS:
Aku ingin merasakan pelukan tanah selagi aku masih hidup, Hadineas.
Aku ingin mendengar suara tanah yang lama kuabaikan.
HADINEAS:
Bangunlah tuan. Sebagai prajuritmu yang setia,
aku tak sampai hati melihat engkau seperti ini.
PILATUS BANGUN DAN HADINEAS MENUNTUNNYA KE SEBUAH STAGE PANJANG. PILATUS DUDUK DI ATAS STAGE ITU.
PILATUS:
Di mana Kornelius, Hadineas?
HADINEAS:
Ia kini berkelana ke tempat-tempat yang jauh sebagai mengabar Injil.
PILATUS:
Kau dan Kornelius telah menemukan harapan
di tengah kehampaan yang disajikan dunia ini.
HADINEAS:
Bukankah Tuan juga bisa jadi bagian dalam harapan itu?
PILATUS:
Kesalahanku tak terampuni, Hadineas.
Tanah menutup mulutnya untukku.
Sejarah membangun penjara abadi buatku.
HADINEAS:
Tuanku! Ada Firman yang berkata:
Meski dosamu merah seperti kirmizi akan
jadi putih seperti salju.
Seperti itulah pengampunan Tuhan, Tuanku.
Jiwa itu adalah penjemaan dari Tuhan yang jatuh ke dunia.
Jika merasa berdosa kembali kepada Tuhan.
PILATUS:
Kau dulu prajurit Romawi berani bertempur tanpa ampun.
Kini kau prajurit Yesus yang penuh kasih.
Ampunan seperti air memancar sejuknya dari hatimu.
Sementara aku semacam Ikarus dalam legenda Yunani.
Aku tak punya sayap cukup kuat
untuk mencapai inti terang matahari.
HADINEAS:
Terang Surga telah turun ke dunia Tuanku.
Dialah Yesus yang kita salibkan itu.
Karena kita semua memang Ikarus Tuanku,
karena itulah Ia datang menemui kita.
Ia tahu kelemahan kita,
Ia sendiri turun menjumpai kita. Tak perlu sayap lagi
untuk menjumpai-Nya, cukup kita membuka hati untuk-Nya.
PILATUS:
Betapa indah kematianmu nanti, Hadineas!
HADINEAS:
Ia datang bukan oleh karena kematian kita.
Tapi Ia datang untuk kehidupan kita.
Di sinilah kadang kepintaran
hanya membuat kita bisa melihat kesalahan orang lain.
Padahal, kearifan membuat kita bisa melihat kesalahan diri sendiri.
PILATUS:
Kata-katamu sudah seperti Dia.
Kata-kata yang mengherankan.
Semasa hidupnya,
Claudia Procula selalu bicara padaku seperti caramu bicara.
Mulut kalian telah menjelma anggur yang manis.
Pergilah Hadineas, aku mau tidur sejenak!
HADINEAS:
Baiklah Tuanku!
HADINES KELUAR, PILATUS TIDUR DI ATAS STAGE.
TIBA-TIBA TERDENGAR ALUNAN LAGU YANG SANGAT INDAH. BEBERAPA PASANGAN PENARI LELAKI PEREMPUAN MASUK DAN MENARI DENGAN GEMBIRA. SEORANG PELAYAN MELINTAS MEMBAGIKAN ANGGUR DENGAN SOPAN KEPADA TAMU YANG BERDATANGAN. SUASANA MULAI GEMBIRA SEPERTI PESTA KERAJAAN.
PILATUS BANGKIT DARI TEMPAT TIDUR DENGAN MARAH.
PILATUS:
Berhentilah! Keluar kalian semua!
Aku tak mau ada pesta lagi!
Keluar!
PARA PENARI DAN ORANG-ORANG KELUAR. SUASANA KEMBALI HENING. PILATUS SEJENAK MENIKMATI KEHENINGAN DALAM GEMPURAN PIKIRAN YANG BERAT, SESAAT KEMUDIAN MASUK CLAUDIA PROCULA MENDEKATINYA DENGAN MESRA.
CLAUDIA PROCULA:
Aku suka, kau mulai berani mengusir kesombongan
dalam dirimu, Pilatus, Cintaku!
PILATUS:
Kau datang lagi, Claudia Procula, Cintaku.
Kau seperti bayangan-bayangan lain
terus menghantui pikiranku.
CLAUDIA PROCULA:
Istri tak sekadar kata Pilatusku!
Aku bagian dirimu!
Bila tanganmu terluka,
darah yang tumpah itu sesungguhnya daraku.
Cinta adalah rumah perlindungan.
Bawalah ke sana semua keluh kesahmu.
Ingatlah malam-malam kita ketika cinta itu tumpah,
apakah ada yang lebih api yang bisa meretih
kebahagiaan untukmu?
Marilah berdansa untuk mengenangnya!
TERDENGAR ALUNAN LAGU YANG SANGAT INDAH. CLAUDIA PROCULA DAN PILATUS BERDANSA KIAN MESRA. TAK BERAPA LAMA PILATUS TIBA-TIBA BERHENTI, IA BERANJAK MENUJU SUDUT DAN DUDUK DI SANA SEPERTI MEMIKIRKAN SESUATU. MUSIK BERHENTI.
PILATUS:
Aku ingat, Claudia Procula.
Kau menyerahkan selembar kain kepada Maria
ibu Yesus untuk membalut luka di tubuh anaknya itu.
Apa maksudnya kau lakukan itu!
CLAUDIA PROCULA:
Karena aku seorang perempuan,
maka aku merasakan kepedihan Maria.
Ia adalah ibu, dia seorang perempuan.
Tak ada yang lebih melukakan seorang ibu
atau seorang perempuan selain kehilangan apa yang paling mereka cintai.
Kain itu adalah tanda, aku ingin berbagi luka yang mendera seorang perempuan.
Kaum lelaki, apalagi kekuasaan, selalu mengabaikan itu.
PILATUS KEMBALI BERANJAK MENUJU CLAUDIA PROCULA.
PILATUS:
Katakan!
Kematian seperti apa yang paling membahagiakan itu?
CLAUDIA PROCULA:
Mati dalam Kristus, Pilatusku!
PILATUS:
Mungkinkah aku diampuniNya?
CLAUDIA PROCULA:
Justru kematianNya adalah
untuk maksud itu, Pilatus, Cintaku!
TERDENGAR LAGI ALUNAN LAGU YANG SANGAT INDAH. CLAUDIA PROCULA DAN PILATUS BERDANSA MESRA KEMBALI.
LAMPU REDUP PERLAHAN LALU PADAM. SUASANA HENING.
TIBA-TIBA LAMPU MENYALA SANGAT TERANG. PILATUS DUDUK DI SEBUAH KURSI KECIL DI RUANG ITU, MENGACUNGKAN SEBUAH BELATI KE LANGIT. ITU SAAT PALING PUTUS ASA BAGINYA.
PILATUS:
Ya Yesus inilah aku. Timbanglah dosaku.
Tapi aku harus mati sebagai penjahat dalam sejarah!
PILATUS MENIKAM TUBUHNYA DENGAN TERIAKAN SAKIT YANG SANGAT MENGERIKAN.
LAMPU PADAM.
Tamat
Dipentaskan harus seizin pengarang. Iverdixon Tinungki, silakan hubungi nomor HP 085343976992
Discussion about this post