• Pedoman Media Siber
  • Redaksi
Minggu, November 16, 2025
  • Login
Barta1.com
  • Home
  • News
    • Daerah
    • Talaud
    • Kotamobagu
    • Edukasi
    • Nasional
    • Barta Grafis
    • Prodcast
  • Politik
  • Kultur
    • Budaya
    • Sejarah
    • Seni
    • Sastra
    • Biografi
  • Fokus
    • Lipsus
    • Opini
    • Tajuk
  • Olahraga
  • Mereka Menulis
    • Esoterisisme
    • SWRF
  • Video
  • Webtorial
  • Indeks Berita
No Result
View All Result
  • Home
  • News
    • Daerah
    • Talaud
    • Kotamobagu
    • Edukasi
    • Nasional
    • Barta Grafis
    • Prodcast
  • Politik
  • Kultur
    • Budaya
    • Sejarah
    • Seni
    • Sastra
    • Biografi
  • Fokus
    • Lipsus
    • Opini
    • Tajuk
  • Olahraga
  • Mereka Menulis
    • Esoterisisme
    • SWRF
  • Video
  • Webtorial
  • Indeks Berita
No Result
View All Result
Barta1.com
No Result
View All Result
Home Kultur

Nasib Tragis Keluarga Gyula Cseszko, Korban Keganasan Jepang di Sangihe Talaud

by Ady Putong
8 Januari 2019
in Kultur, Sejarah
0
Nasib Tragis Keluarga Gyula Cseszko, Korban Keganasan Jepang di Sangihe Talaud

Ilustrasi samurai Jepang.

0
SHARES
260
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Emma Rosza Haday von Oerhalma tentu tak menyangka hidupnya bakal berakhir di ujung samurai. Namun 3 tahun pendudukan Jepang (1942-1945)di Sangihe Talaud, telak mengakhiri karier tenaga zending asal Hongaria ini beserta keluarganya.

Rumah Sakit Liungkendage, masih berdiri tegak hingga saat ini di Kota Tahuna. Pendirinya Emma Rosza Haday von Oerhalma dan suaminya dokter Gyula Cseszko, utusan lembaga gereja Eropa sebagai tenaga dokter Zending di Sangihe pada 1931. Perkawinan mereka dikarunia 4 orang anak yaitu Emma (lahir 1931) Eva (lahir 1934) Gyula (lahir 1936) Jozsef (lahir 1939).

Setelah dua tahun melayani misi kemanusiaan di Sangihe Talaud, mereka merintis pembangunan Rumah Sakit Liungkendage yang dimulai pada 10 Januari 1933.

Di tengah himpitan situasi ekonomi akibat perang dunia kedua saat itu, Gyula Cseszko akhirnya berhasil mewujudkan impian mereka dengan berdirinya rumah sakit bagi penduduk kepulauan ini.

Namun malang tak dapat dielak, pada 29 Maret 1944 dokter Gyula Cseszko ditangkap Kempetai. Ia dituduh melakukan kontak dengan Sekutu serta konon pernah meneriakkan ‘Hidup Ratu’ (Ratu Belanda Wilhelmina) beber situs Situs Resmi Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe SangiheKab.go.id.

Di Tahuna beredar kabar di mana dokter Gyula Cseszko langsung dieksekusi pada hari itu juga. Namun kabar tersebut dibantah putrinya, Emma Cseszko. Menurut kesaksian putrinya tulis situs itu, ia melihat dokter tersebut di Airmadidi ketika diseret dari mobil, dan sebulan kemudian ada di penjara Tondano.

Kata putrinya lagi, dokter Gyula Cseszko meninggal di kamp interniran Tondano setelah luka parah terkena pecahan bom yang dijatuhkan Sekutu.

Sementara Istrinya Emma Rosza Haday von Oerhalma masih tetap bekerja di rumah sakit setelah suaminya ditangkap. Seperti juga nasib suaminya, ia didera rumor memiliki radio yang sebenarnya tidak dipunyainya.

Raja-raja Kerajaan di Sangihe Talaud Yang Mati di Ujung Samurai Jepang

Pada tanggal 8 Agustus 1944 ia diciduk Kempetai Tahuna, tanpa diperiksa, disiksa bahkan disirami air keras dan dipukuli, tulis situs tersebut.

Pada 9 November 1944, Emma Rosza Haday von Oerhalma akhirnya merenggang nyawa di ujung samurai bersama sejumlah Raja dan tokoh masyarakat yang ikut dieksekusi hari itu.

Kematian yang Menyentak Dunia
Nasib Tragis Keluarga Gyula Cseszko akhirnya menjadi kabar yang menyentak dunia ketika Surat Kabar bergengsi yang terbit di Singapura The Straits Times edisi 21 Agustus 1947 dan 22 Mei 1955 menurunkan tulisan veteran Richard Hardwick tentang kisah tragis keluarga Cseszko.

Pasca kematian orang tua mereka, anak-anak dokter Gyula Cseszko dirawat Bidan asal Tagulandang, bekas murid dokter Gyula Cseszko di Minanga, tulis Adrianus Kojongian dalam “Misteri Kematian Raja-raja dan Tokoh SaTal”.

Emma, Eva, Gyula dan Jozsef baru bisa diselamatkan pada Maret 1945 oleh tentara Sekutu. Saat keresiden Manado dan Sangihe masih dikuasai Jepang.

Kondisi mereka sangat menyedihkan. Menderita penyakit tropis dan gizi buruk dengan tubuh penuh bisul. Paling parah adalah Emma selain lemah dan ketakutan ia pun menderita disentri akut dan terus menerus pingsan.

Mereka akhirnya diterbangkan diam-diam dengan pesawat Katalina oleh Sekutu ke pulau Morotai lalu ke Australia. (dari berbagai sumber)

Penyunting: Iverdixon Tinungki

Barta1.Com
Tags: Emma Rosza Haday von OerhalmaGyula CseszkoRumah Sakit Liungkendagesangihe
ADVERTISEMENT
Ady Putong

Ady Putong

Jurnalis, editor. Redaktur Pelaksana di Barta1.com

Next Post
Pesan Flora Kalalo Saat Perayaan Natal FH Unsrat

Pesan Flora Kalalo Saat Perayaan Natal FH Unsrat

Discussion about this post

Berita Terkini

  • Festival Seni Budaya Sangihe Resmi Ditutup, Bupati Thungari: “Budaya Adalah Kekuatan Ekonomi Sosial Kita” 16 November 2025
  • Sekprov Sulut Sorot Kesejahteraan Karyawan hingga Komisaris BSG, Liputo: Prabowo Tegaskan Tantiem Dihapus 15 November 2025
  • UU KSDAHE Berpotensi Picu ‘Ocean Grabbing’, Akademisi dan Komunitas Pesisir Sulawesi Utara Bersuara 15 November 2025
  • Diskon 50% Tambah Daya Sambut Hari Pahlawan, Stimulus Kuat Jaringan UMKM 15 November 2025
  • PLN Jadi ‘Mesin’ Transisi Energi Nasional: RUPTL Baru Suntik 76% Kapasitas dari EBT 15 November 2025

AmsiNews

© 2018-2020 Barta1.com - Hosting by ManadoWebHosting.

No Result
View All Result
  • #12328 (tanpa judul)
    • Indeks Berita
  • Contact
  • Home 2
  • Home 3
  • Home 4
  • Home 5
  • Kebijakan Privasi
  • Laman Contoh
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi
  • Talaud
  • Webtorial

© 2018-2020 Barta1.com - Hosting by ManadoWebHosting.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In