SANGIHE, BARTA1.COM – Karena menolak menandatangani kontrak yang berisi tentang penguasaan hasil bumi dan pemberangusan budaya, Raja Manganitu ke-3 Don Sint Jogolov Santiago atau Bataha Santiago dijatuhi hukuman mati oleh tentara Belanda.
Perang besar pun tak bisa dihindari, pasukan yang dipimpin Bataha Santiago berhasil mengalahkan serangan armada kapal perang Belanda di wilayah Pantai Manganitu, namun demikian pihak Belanda menyerangnya kembali dengan mengerahkan 15 armada kapal perang. Santiago dan pasukannya pun mundur ke Bantumbakara, tepat di punggung bukit belakang istana kerajaan Manganitu.
Menurut Ernest Barahama (66), sesudah perang besar itu, Santiago berhasil ditangkap dengan siasat licik Belanda, ia pun menjalani empat bentuk eksekusi mati.
“Pada waktu ia didustai untuk mengikuti musyawarah mengantisipasi datangnya kembali Belanda, ia ditangkap dan menjalani empat jenis eksekusi. Dimulai dari diikat dengan batu lalu ditenggelamkan, namun demikian hal itu tidak berhasil membunuh Santiago. Kemudian dia dimasukan ke dalam drum yang berisi bensin lalu dibakar, itu juga tidak berhasil. Tak ada sehelai rambut dari sang Raja yang terbakar. Sesudah itu Santiago diseret, bokongnya diarahkan ke mulut meriam, namun meriam tak meledak meskipun sudah enam kali percobaan. Namun pada eksekusi selanjutnya Bataha Santiago, digantung dan nanti di hari ketiga baru ia meninggal,” jelas Barahama yang merupakan keturunan ke 13 dari silsilah Bataha Santiago, di rumahnya di Nento, Kecamatan Manganitu.
Peliput: Rendy Saselah
Discussion about this post