Karena gagasan dan kreativitas itu tanpa batas, maka buku berjudul Ambang Batas ini lahir sebagai tuntutan universalitas berkesenian. Muatan kritik sosial kental diulas lewat sentuhan sastra, juga pengetahuan umum mengenai arsitektur diulas penuh semangat oleh penulis.
Penulisnya Solaiman Bakir, pemuda kelahiran Tabukan Selatan Kabupaten Kepulauan Sangihe, 29 Agustus dua puluh sembilan yang tahun yang lalu. Dikatakannya, Ambang Batas tidak sekadar membahas hal-hal yang berkaitan dengan status sebagai pegiat arsitektur.
Hal itu diungkapkannya terkait dengan latar belakangnya sebagai pegiat arsitektur. Karena memang Bakir, adalah lulusan Program Studi (Prodi) Perancangan Arsitektur Insititut Teknologi Bandung (ITB).
“Tidak sebatas mengenai arsitektur, dalamnya ada hal-hal lain. Termuat juga tulisan berupa cerita pendek serta esai. Saya ingin memberikan pemahaman bahwa pekerjaan arsitek bukan sebatas menggambar saja. Tetapi melampaui dari itu. Arsitek multi disiplin. Arsitek adalah penggabungan Art dan sains. Oleh karena itu ada yg condong ke Seni, Sosial, dan sastra,” ujar Solaiman Rabu (8/8/2018).
Terkait dengan sastra yang termuat di dalamnya, penulis mengangkat nama-nama masa lampau sejarah Sangihe yang ia konstruksikan menjadi tokoh dalam Cerpen. Misalnya dalam Cerpen “Ansiga”.
Ansiga merupakan tokoh dalam kedigdayaan Kerajaan Tabukan, yaitu Paman Raja Tabukan yang dikenal dengan nama Makaampo. Demikian juga ia menampilkan nama Sangiang Manuru yang juga tak lepas dari lokalitas kebudayaan Sangihe.
(baca juga: Menelisik Pemikiran Esoteris Purba Sangihe Talaud Tentang Asal Manusia)
“Hampir semua basic di dalamnya berkonteks sangihe. Di sisi lain saya adalah orang Sangihe, dan tentu sebagai anak daerah, adalah sebuah kewajiban mengorbitkan nama tanah air kita. Itulah mengapa lokalitas Sangihe selalu saya angkat,” tutur Solaiman.
Ia berharap kehadiran buku ini dapat memberikan stimulus kepada generasi muda hari ini, supaya dapat memikirkan apa yang bisa dikerjakan hari ini,
“Supaya ilmu kita dapat dapat dibagi kepada masyarakat,” kata dia.
Buku Ambang Batas akan segera terbit, dengan dibantu Ival Budiman sebagai editor. Solaiman menambahkan, misi penerbitan itu sebenarnya keutungan penjualannya adalah bagian dari gerakan sosial yang mereka gagas melalui Komunitas Pegiat Arsitektur di Nusa Utara, guna membantu membangun rumah masyarakat yang tinggal di rumah yang tidak layak huni.
“Buku ini nantinya akan dijual 30ribu/eksemplar. Ini adalah bagian dari pengumpulan donasi pembangunan rumah tidak layak huni di Kabupaten Kepulauan Sangihe. Sesudah ini akan terus diputar metodenya hingga mencapai target yang sudah kami rancang,” pungkas anak muda yang menyelesaikan studi magisternya di ITB dengan judul Tesis “Pengembangan Permukiman Nelayan untuk Produksi Ikan Asap.” (*)
Peliput : Rendy Saselah
Discussion about this post