MANADO, BARTA1.COM – Peran media dan jurnalis salah satu instrumen penting saat tahun politik 2019. Sebab, media dan jurnalis harus bertanggungjawab terhadap hasil dari pelaksanaan Pemilu, termasuk para legislator atau wakil rakyat yang akan terpilih.
“Salah jika Pemilu hanya menjadi tanggungjawab penyelenggara, dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Ini kolektif, pers dan media juga bertanggungjawab,” ujar Koordinator Pendidikan Tata Kelola Pemilu Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, DR Ferry Daud Liando, Selasa (7/8/2018).
Dalam diskusi bertajuk Media dan Jurnalis Menghadapi Pemilu 2019 yang digelar Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Manado, dia meminta pers untuk memahami tiga hal penting dalam perannya di Pemilu. Pertama, pers harus tahu visi besar dari Pemilu, menguasai perundang-undangan serta menjaga independensi.
“Kedaulatan ada di tangan rakyat, tapi harus ada aktor-aktor politik yang dipilih untuk menjalankan kedaulatan rakyat tersebut. Di Pemilu inilah rakyat memilih aktor tersebut, dan pers harus mengawal agar rakyat jangan sampai salah memilih aktor yang akan mereka percayakan kedaulatannya,” terang Liando.
Ia juga menyentil soal kinerja Partai Politik (Parpol) yang gagal melakukan kaderisasi dan leadership yang baik. Hingga orang-orang yang terpilih bukan yang menghidupi parpol dan demokrasi tapi menjadi tempat mencari hidup.
“Contohnya ada beberapa parpol yang membuat iklan ajakan untuk nyaleg seperti lowongan pekerjaan. Ini tanggung jawab media, apakah aktor politik yang terpilih adalah orang yang tepat, paham membuat dan melaksanakan undang-undang serta tahu berpendapat,” tandas dia.
Komisioner KPU Sulut Salman Sahelangi dalam pemaparannya pada diskusi yang digelar dalam rangka HUT AJI ke 24 tersebut, yang mengangkat tema Peran Media sebagai Jembatan Partisipasi Masyarakat Menuju Pemilu Berkualitas menguraikan bahwa Media massa dan jurnalis adalah bagian dari stakeholder yang berperan mensukseskan Pemilu.
“Jangan sampai masyarakat berpendapat bahwa siapapun yang akan dipilih tidak akan berpengaruh bagi dirinya. Atau masyarakat lainnya hanya mengacu pada ‘serangan fajar’ untuk memilih,” terang dia.
Sementara Ahli Pers Dewan Pers Yoseph Ikanubun mengatakan kondisi media di Sulut terpengaruh pada kepentingan politik dan penguasa.
“Di Dewan Pers sendiri kode etik jurnalistik hanya 11 pasal, sedangkan di AJI kode etik berjumlah 21, dan kode perilaku ada 54 pasal yang menjadi panduan bagi anggota menjalankan tugas jurnalistiknya,” beber mantan Ketua AJI Manado dia periode tersebut.
Anggota Majelis Etik AJI Manado itu juga berharap pers, khususnya anggota AJI tetap berada di rel yang benar dalam berjurnalistik.
Sedangkan Komisione Komisi Informasi Propinsi (KIP) Sulut Raymond Pasla juga menyatakan bahwa yang harus dikedepankan oleh jurnalis dalam menjalankan tugasnya di momen Pemilu adalah intergritas.
“Integritas itu dari dalam diri. Aturan, kode etik dan kode perilaku itu tidak akan cukup tanpa intergritas dari masing-masing jurnalis. Karena dulu ada begitu banyak wartawan yang idealis tapi sekarang sudah jadi industrialis,” tukas mantan Ketua AJI Manado itu.
Ia juga menambahkan AJI Manado bertanggungjawab menyebarkan idealisme yang ada di AJI untuk para jurnalis di daerah ini.
“AJI Manado harus mampu menelorkan jurnalis-jurnalis yang memiliki idealisme dan intergritas,” kunci Pasla.
Ketua AJI Manado Yinthze Lynvia Gunde dan Sekretaris Fernando Lumowa sendiri menyampaikan terima kasih kepada seluruh narasumber yang berbagi masukan-masukan, ilmu, saran dan kritik bagi para anggota AJI dalam menjalankan tugas sebagai jurnalis.
“Ini tentu sangat bermanfaat bagi anggota-anggota AJI dan para jurnalis yang ikut dalam diskusi ini,” kata keduanya.
Turut hadir dalam acara diskusi tersebut Ketua Bawaslu Sulut Herwyn Malonda, para jurnalis dari berbagai media massa dan pers mahasiswa Unsrat serta Politeknik. (*)
Penulis: Agustinus Hari
Discussion about this post