STELLA
Stella menyanyikan musim daundaun
seperti balada Eva Cassidy di ingatanku
pada waktu yang sama
malam menjadi sedemikian akrab
dan kita berterimakasih pada keheningan
yang menjadikan denting denting
seperti kecupan tak berujung
Kini rupa persahabatan selekas gegas hujan
ia meninggalkan jejak pada tanah
meresapi segala makna
kemudian kembali membubung ke awan
menggapai bintangbintang
menggapai tahta Stella
sebelum pada akhirnya jatuh kembali memeluk bumi
Di ketakberhinggaan itu
pesan suaramu dan lariklarik puisiku
adalah catatan
yang kita pinjam dari musim gugur
karena daun daun berjatuhan
kau nyanyikan tadi
menitip pesan sepi di pelupuk malam
2018
MARIA CLARA
Dengan secangkir matahari 1852
penyair memacari Maria Clara
kota bukan sekedar rumah pengelana
mereka akan pulang
bila senja memanggil
Una Limosna Por El Amor de Dios,
mainkan aku lagu itu
kota bukan sekedar rumah pengelana
tulis penyair pada secarik hati sahabatnya
orang orang akan selalu pulang
dan meninggalkan jejak tawa
di tubuh senja
yang berkilauan
2018
ESPANA
aku percaya Romance de Amor yang anonymous
berasal dari tanah romantikmu
di sanalah Tarrega
duduk menulis
berlembar lembar lagu
yang diejawantahkan gitar
kuharap lagu kita yang tadinya asing kini dicinta
dan kita tak sendiri menziarahi zaman
Espańa
waktu kuhitung mundur
pada kecintaan
yang takusai
terhadap aura gadismu
yang menatap mentari
dan merindu hujan
dan terhadap gagah
pemuda mupada
festival festival pemujaan
Lagrima, Adelita, Marietta,
serta kenangan
pada Alhambra terdengar dari balik ingatan
yang selalu ku gali tentangmu
Vamos Espańa
2018
MALAM LIEBESTRÄUM
Lama sekali
sejak senja berpamitan
masuklah dalam meditasi musikal
sabda sabda Liebesträum
mengekalkan malam dan air mata manusia
sehingga bila esok mengetuk
manusia akan mampu mengucap
Aku menemukan Cinta,
Aku bercakap cakap dengannya!
2018
ODE KEHIDUPAN
Seperti aku mensyukuri
secangkir kopi jahe
dan sepotong kue
yang remahremahnya
menjadi untaian harapan
aku mensyukuri ketika
kau menghirup kopi itu perlahan
Seperti aku mensyukuri sisa hujan
yang menjelma kolam kolam kecil pada tanah
aku mensyukuri kenangannya
pada alas kakiku
Seperti aku mensyukuri dawai
yang masih bisaku petik
demikian aku mensyukuri
rindu sederhana pada telaga matamu
Seperti aku mensyukuri
Kicau burung pagi senja
aku pun mensyukuri
satu menit cahaya nirvana
di kamar jantung kita
Kini aku mensyukuri
miliaran detik lagi meski tak ‘kutahu
berapa bulan dan berapa matahari
‘tuk dijadikan puisi
setiap diskusi diskusi malam
setiap percakapan percakapan pagi
setiap doa yang semata mata
syukur
2018
ORATORIO PENYAIR
Dunia ku sulit kau pahami
empat musim dan terus saja bergulir
bening dan memantul di permukaan lautan
resah seperti hujan, damai seperti pagi
memuja bunga Lily di padang lembah
tertutup bagi keingintahuan
namun ramah pada kesunyian…
2017
DETIK KIAN MALAM
detik kian malam
menuntaskan syair syair Ad Infinitum
sambil terpesona pada serangkaian Oratorio
yang diracik tangan Helmuth Rilling…
Kopi telah tuntas…menuntaskan satu do’a
untuk esok yang masih mimpi
2017
AD INFINITUM
…dan Judas
ia mengecup mimpi buram keping perak
teriaknya berdarah
dalam diam seribu tahun
hujan hujan puisi
derai derai sengsara
bukan dari matanya yang memerah
dari luka Kristus yang tersayat
Ad Infinitum, cabiklah Aku
Ad Infinitum, kecuplah Aku…
2017
CATATAN SEMBILAN MARET
(Hari Musik Nasional)
Aku memang selalu suka
pada Grande Valse Viennoise
barisan gadis cantik bergaun musim semi
dengan biola, flute dan cello
di balik dinding dinding mewah
pasangan kekasih berdansa
menjemput hari esok
bersama gitar selalu ku nikmati
gelora energi Heitor Villa Lobos
dalam choros dan etude
Namun apa dapat menggantikan
percintaan tagonggong dan sang penabuh
apa dapat menyamai
alunan lagu kayu kayu terbaik kolintang
deretan bambu membentuk performa angklung
jari jemari gemulai mendentingkan gamelan
dan tembang nenek moyang mendaraskan syair syair bijak
dendang riang remaja berlagu nusantara
mereka berpakaian cerah dalam kelompok paduan suara
membawakan repertoire airmata nenek moyang
Di dalam semuanya itu
aku terhanyut arus nada bangsaku
di dalam gelombang karsa para pencipta
selalu saja di tanah ini
bumi yang udara nyawarnawarni
kita bercerita bahwa membangun mimpi
seniscayamenyesapsecangkir kopi
namunbarisanbudayaasingitu
sepertipencakarlangit
menjulangmenantangmimpiku
Sembilan Maret, di sejarah yang taksepi
biarkan aku menulis sedikit puisi
kalau cintaku kepada negeri
sekuat hasrat menjumpagita bunda pertiwi
dicintai anak anaknya sendiri
2017
SONATA DAUN MAPLE
Diam diam aku memungut
Kenangan daundaun maple
yang gugur pada musim itu
penyair selalu saja kebingungan
meramu rasa selain pada kata
duduklah bersamaku di kursi kayu
di tepi sungai roh roh redwind trees
marilah kita menguji
apakah ingatan tentang cinta
serumit kumpulan nada
yang diukir di bongkahan batu
di suatu sudut pulau itu
Aku hendak menceritakan padamu
ternyata di sana aku bertemu cinta
ia menyapa dalam sonata
dan aku tak punya apa apa
kecuali tanggapan dalam sajak sajak
bahwa aku ingin ada di sana
angin, riak sungai, jalan setapak,
foto sepasang kekasih dipajang
dan daun daun maple
terus berdandan molek
merias bumi yang sepi
membalut luka yang manis
penyairakan kehabisan kata kata
ketika akhirnya senja menyapa
mesti berpamitan
untuk esok belum nyata
dan kemarin tak lagi nyata
kecuali saat ini, digenggam erat
aku mesti belajar menulis sonata
mengisi ruang ruang,
menjamu tuan waktu
hingga benarlah syair pertapa
“tak ada yang lebih indah
Selain memandang musim gugur
Usahlah menginginkan lebih dari itu”
2016
*) JANE ANASTASIA ANGELA LUMI, penyair satu ini, kesehariannya tidak lepas dari gitar. Ia memang cukup piawai memainkan gitar klasik. Bahkan ketika tampil membaca puisi, iringan petikan gitar ikut hadir di sana. Membaca sekian banyak puisinya, kita dipertemukan dengan diksi-diksi dari khazanah musik klasik Eropa.
Jane Anastasia Angela Lumi, memang penyuka musik klasik. Penyair dan Sarjana Sastra ini lahir di Tomohon, Sulawesi Utara pada, 8 Januari 1980. Bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Dinas Kebudayaandan Pariwisata Provinsi Sulawesi Utara sejak tahun 2009-2016, dan pada Dinas Kebudayaan Daerah Provinsi Sulawesi Utara sejak Januari 2017 hingga sekarang.
Ketertarikannya pada dunia sastra dan seni dimulai sejak bangku SMP, dimana ia banyak menulis puisi. Menamatkan pendidikan strata satu pada Fakultas Sastra Jurusan Sastra Inggris Universitas Sam Ratulangi Manado tahun 2003. Pernah mewakili Indonesia pada International Training Program on Ecotourism for Pacific Countries yang diselenggarakan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI berkerjasama dengan Kementerian Luar Negeri RI dan Universitas Gajah Mada Jogjakarta tahun 2011. Dalam program tersebut, Jane –sapaan akrabnya—berkesempatan mempresentasikan Indonesia dan Sulawesi Utara sekaligus potensi seni budaya dan pariwisata.
Padatahun 2012, bersama lima peserta dari Indonesia, ia mengikuti Japan-East Asia Network of Exchange for Students and Youths Programme di Jepang. Program tersebut turut memperkenalkan khazanah seni budaya Sulawesi Utara dan Indonesia di mata dunia.
Tahun 2012, puisi-puisinya dimuat dalam Antologi Puisi Pinangan bersama 34 Penulis Dapur Sastra Jakarta yang diterbitkan oleh Teras Budaya Jakarta. Kemudian, bersama sepuluh penyair se-Sulawesi Utara, ia tampil membacakan puisi karya penyair Indonesia asal Sulawesi Utara Iverdixon Tinungki pada Festival Maleo, yang menyerukan tentang pelestarian alam di Manado Town Square, Desember 2015.
Selainaktif di berbagai kegiatan pariwisata, seni dan sastra, Jane pernah menjadi anggota paduan suara (PSM) Unsrat dan Vox Angelica Choir Manado. Ia juga menulis syair dan lirik untuk komposisi lagu paduan suara berjudul “Gemini Reconciliationist” karya komposer Sulawesi Utara Stevano Samuel.
Saat ini ia dipercayakan menjadi pembina paduan suara Deo Cantate Ensemble Choir yang memfokuskan pada kegiatan pelayanan musik di gereja dan masyarakat.
Penulis: Iverdixon Tinungki
Discussion about this post