Manado, Barat1.com – Efisiensi belanja dalam pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah tahun anggaran 2025, menuai banyak kritikan dari berbagai pihak, salah satunya terkait pemotongan anggaran di dunia pendidikan.
Pasalnya, Kemendikdasmen (Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah) dan Kemendiktisaintek (Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi). Di Kemendikdasmen anggaran yang sebelumnya ditetapkan sebesar Rp33,545 triliun akan dipotong Rp 8,035 triliun.
Dengan anggaran awal sebesar Rp33,545 triliun, sebanyak Rp 30,701 triliun rupanya dianggarkan untuk berbagai program penting, termasuk Program Indonesia Pintar (PIP), tunjangan guru non PNS, beasiswa unggulan, hingga penguatan kualitas SMK.
Sementara bantuan di lingkup Kemendiktisaintek, sosial seperti beasiswa Kartu Indonesia Pintar Kuliah atau KIP Kuliah ikut terdampak. KIP Kuliah yang pagu awalnya Rp14,69 triliun menjadi Rp1,31 triliun berdasarkan efisiensi Ditjen Anggaran Kemenkeu.
Efesiensi anggaran oleh Pemerintah Prabowo Subianto dan Wakilnya Gibran Rakabuming Raka, Kata Ketua Komisariat GMNI FH Unsrat, Viano Rmabi, kepada Barta1.com akan terjadi kenaikan biaya pendidikan bagi masyarakat, dan bagi mahasiswa yang saat ini menerima KIP di mana sampai hari ini masih menempuh pendidikan di perguruan tinggi akan terancam perkuliahannya, bisa saja terhenti di tengah jalan.
“Berikutnya terjadi kemunduran pada sistem pendidikan Indonesia hanya karena efesiensi anggaran pendidikan, padahal pendidikan menjadi program prioritas karena lembaga pendidikan merupakan alat pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, yang di mana pemerintah seharusnya memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia, bukan malah mempersulit dan melemahkan lembaga pendidikan dengan cara pemotongan anggaran pendidikan,” tegasnya.
Senada dengan Ketua Komisariat GMNI FEB Unsrat, Sultan Nas Salindeho, mengatakan pemangkasan anggaran pendidikan juga menyasar pada beasiswa, seperti KIP yang berpola mengikis aksesibilitas pendidikan bagi pihak yang rentan dari segi ekonomi.
“Jelas perlu diadakan perubahan dalam strategi kebijakan agar tidak mengorbankan esensi cita-cita terwujudnya generasi berkualitas, tapi bukan cara seperti saat ini dengan memotong anggaran yang dinilai tidak masuk pada logika berpikir,” terangnya.
Ia menambahkan, tonggak harapan tercapainya masa depan yang cerah bergantung dari bagaimana sebuah bangsa menghormati pendidikan, termasuk bagaimana bangsa tersebut menghidupkan peluang bagi semua pihak.
Begitupun dengan Marchella Mumu, Ketua Komisariat GMNI Polimdo, menjelaskan jikalau benar pendidikan adalah pilar utama dalam upaya menciptakan stabilitas sosial dan ekonomi, itu berarti dengan menghilangnya akses beasiswa bagi masyarakat yang kurang mampu, akibat dari efesiensi anggaran pendidikan, secara tidak langsung akan memperbesar kesenjangan sosial dan beresiko menimbulkan ketidakstabilan jangka panjang.
“Negara yang ingin mempertahankan kekuatan sosial dan ekonomi haruslah tetap dan terus berinvestasi pada dunia pendidikan, khususnya bagi masyarakat yang tidak berkecukupan,” ucapnya.
Sama halnya dengan Ketua Komisariat FISIP Unsrat, Michelle Jacob, menyatakan dengan anggaran pendidikan yang dipangkas, bukan tidak mungkin Indonesia akan terjebak dalam lingkaran kemiskinan intelektual, di mana generasi mendatang tidak dipersiapkan dengan baik untuk menghadapi tantangan global.
“Sebuah negara yang ingin maju seharusnya berani memberi perhatian penuh kepada pendidikan, bukan malah mengorbankannya demi sektor lain yang mungkin lebih menggiurkan dalam jangka pendek, seperti pertahanan dan sebagainya.
Apa yang disampaikan oleh Michelle Jacob, diikuti juga oleh Ketua Komisariat UNPI Manado, Frani Karwur. “Pemangkasan anggaran pendidikan terutama berdampak pada Kartu Indonesia Pintar (KIP) merupakan tindakan yang buruk karena menghambat akses pendidikan bagi anak-anak Indonesia, dan memperburuk kesenjangan pendidikan di negara ini.
“Pendidikan adalah hak setiap warga negara, hak asasi yang harus dipenuhi dan sudah dimandatkan dalam UUD tahun 1945. KIP merupak alat vital untuk memastikan setiap anak dapat belajar tanpa hambatan finansial, dan munculnya kebijakan pemangkasan anggaran pendidikan KIP kuliah ini sangat berdampak langsung pada kualitas pendidikan yang diterima,” terangnya.
Sedangkan Ketua Komisariat GMNI FAPERTA Unsrat, Selmi Buakayu. Menurutnya, pemangkasan anggaran pendidikan adalah langkah awal membunuh mimpi anak bangsa.
“Apakah masa depan harus jadi taruhan demi makan gratis. Bahkan banyak anak bangsa di luar sana yang hanya bergantung pada KIP-K untuk biaya kuliah, tempat tinggal dan kebutuhan akademik lainnya, dan kesemuanya itu terancam karena efesiensi anggaran. Pemerintah harusnya mencari solusi, bukan membuat masalah dan mengorbankan pendidikan,” tuturnya.
Lanjut Selmi, terus bagaimana dengan mereka yang ibaratnya memiliki mimpi berjalan jauh, tapi terhenti karena jalannya sedang dirusak sebelum mencapai tujuan.
“Katanya penghematan tapi ambilnya dari biaya pendidikan. Pendidikan bukan second choice,” pungkasnya. (*)
Peliput: Meikel Pontolondo
Discussion about this post