Benny Parasan bukan politisi kemarin sore yang tiba-tiba menyemplungkan dirinya dalam suksesi pemimpin Kota Manado. Kenyang pengalaman 20 tahun jadi wakil rakyat di lembaga legislatif membuat dirinya bisa memahami apa yang harus dibuat untuk menyejahterahkan rakyat.
“Kami berkomitmen untuk kepentingan masyarakat, untuk apa melakukan pembangunan fisik kalau masyarakat duduk dan menangis,” kata Benny saat mendaftar sebagai bakal calon walikota Manado, bersama bakal calon wakil walikota Boby Daud di KPU Manado, akhir Agustus.
Lantas calon walikota yang diusung Gerindra, PAN dan Partai Gerindra itu berpesan, visi-misi yang dia usung adalah menghadirkan lagi kesejahteraan untuk masyarakat.
Jelas bagi dia dan Boby, pembangunan infrastruktur yang kini berderap kencang adalah sebuah hal yang berbeda dengan persoalan kesejahteraan masyarakat. Faktanyanya, pembangunan dan kesejahteraan saat ini memang tidak ada dalam pola garis lurus lagi, tidak linear. Dan ini yang ditangkap Benny ketika bergelut dalam kesehariannya.
Sebagai legislator yang pernah mewakili masyarakat di DPRD Manado sejak 2004 hingga 2024, Benny menyadari hasil demokrasi harusnya berujung pada kebahagiaan rakyat. Lembaga-lembaga pilar demokrasi seharusnya mengelola hak hidup yang dipercayakan masyarakat, dan menghasilkan produk yang membahagiakan publik.
Konsep kebahagiaan publik pernah dipikirkan Yuval Noah Harari. Penulis best seller Homo Sapiens dan Homo Deus itu mencetuskan, kebahagiaan dipahami sebagai pemenuhan ekspektasi yang memuaskan. Cara untuk mencapai kebahagiaan adalah berjuang memenuhi ekspektasi tersebut.
Akan tetapi, jika kebahagiaan didasarkan pada ekspektasi atau harapan, akan terdapat kelompok besar yang tidak mengalami kebahagiaan sesuai pengetahuan mereka tentang kondisi hidup yang lebih baik.
Harari menyajikan contoh, mayoritas manusia yang hidup di dunia ketiga akan berharap memiliki kehidupan seperti manusia dunia pertama. Ini mengimplikasikan ketidakbahagiaan massal di tengah masyarakat dunia ketiga. Dan di Manado, apa yang dicontohkan sudah terjadi!
Hari ini, masyarakat seperti terbelah. Ada manusia-manusia dunia pertama, para kroni yang merayakan kesejahteraan besar karena mengecap kue hasil kekuasaan. Selanjutnya dalam kelompok kedua, masyarakat kebanyakan yang berekspektasi merayakan hidup seperti manusia dunia pertama, tapi tak kunjung tergapai.
Benny Parasan melihat, ada ketimpangan ketika penguasa jor-joran melakukan pembangunan fisik tetapi seperti menafikan kesejahteraan. Bagi dia, konsep pemerintahan seperti itu bukan untuk membahagiakan rakyat.
Maka dia memajukan sebuah konsep sederhana untuk mengembalikan lagi hak masyarakat Manado pada kesejahteraan yang sesungguhnya.
“Dana lansia (lanjut usia) harus dikembalikan secara holistik, begitu juga stimulus untuk tokoh agama dan para rohaniawan, tidak lupa kita berikan lagi santunan duka karena memang ini yang dibutuhkan masyarakat saat mereka sedang kesusahan,” cetus dia.
Bukan berarti pasangan nomor urut 2 di Pilwako manado 2024, Benny Parasan dan Boby Daud, melupakan pembangunan fisik. Hanya saja, dalam konsep membahagiakan rakyat, pembangunan perlu diwujudkan secara berimbang karena ujung-ujungnya ya untuk mensejahterahkan rakyat juga.
“Keduanya punya komitmen kuat untuk meningkatkan mutu pendidikan bagi anak-anak kita lewat sarana dan pra sarana juga kapasitas dan wawasan pendidik, sedangkan untuk kehidupan spiritual masyarakat, tentu mendorong pembangunan sarana peribadatan itu sangat penting dan menjadi misi yang harus dilaksanakan bila dipercaya oleh masyarakat Manado di Pilwako 27 November nanti,” ujar juru bicara Benny Parasan-Boby Daud (BeDa), Steven Raymond Supit. (*)
Editor:
Ady Putong
Discussion about this post