SANGIHE, BARTA1.COM – Jeck Stephen Seba, komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kepulauan Sangihe, yang telah menyatakan berhenti dari jabatannya, kembali membuat gebrakan. Dia bersama dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kabupaten Kepulauan Sangihe mengajukan permohonan sengketa proses ke Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Kepulauan Sangihe terkait statusnya sebagai Calon Legislatif dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Sangihe.
Sebelum menyatakan berhenti sebagai penyelenggara Pemilu pada 8 Juli 2023 untuk mencalonkan diri sebagai calon legislatif dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Jeck Stephen Seba sejatinya telah menempuh upaya prosedural dengan mengajukan permohonan untuk mendapatkan SK Pemberhentian melalui KPU Provinsi Sulawesi Utara ke KPU RI. Meski begitu hingga saat ini Surat Keputusan (SK) pemberhentiannya sebagai komisioner KPU belum dikeluarkan oleh KPU RI. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar terkait keabsahan statusnya untuk memenuhi syarat sebagai calon legislatif.
“Satu bulan sebelumnya saya bermohon pada KPU RI dan mencamtumkan nama KPU RI bahwa saya membutuhkan SK Pemberhentian itu tanggal 26 sampai tanggal 9 Juli 2023. Permohonan itu saya sampaikan tanggal 9 Juni 2023,” kata dia.
Sesudah memasukan surat permohonan tersebut, awalnya ia merasa baik-baik saja sebab tak lama dari itu ia diminta menghadap ke KPU Provinsi Sulawesi Utara untuk dimintai keterangan soal pengunduran dirinya tersebut. Meski begitu dirinya mengatakan beberapa jam sesudah itu tiba-tiba dibatalkan tanpa kejelasan.
“Pada perjalanan itu saya bisa menduga bahwa ada unsur kesengajaan karena tanggal 19 Juni 2023 sudah dikonfimasi minta kesiapan kita ke Propinsi untuk diminta klarifikasi dan verifikasi, tetapi 3 jam sesudah dihubungi saya menyatakan siap, tiba-tiba dibatalkan,” jelas Seba, Senin (14/08/2023).
Senin (14/08/2023) Jeck Stephen Seba bersama dengan pengurus PSI Kabupaten Kepulauan Sangihe menyampaikan pokok permohonan mereka melalui Sidang Ajudikasi Penyelesaian Sengketa Proses ke Bawaslu Kabupaten Kepulauan Sangihe. Gugatan ini merupakan upaya untuk mencari keadilan atas statusnya sebagai calon legislatif kedepannya.
Pimpinan sidang terdiri tiga pimpinan Bawaslu Sangihe, yaitu Junaidi Bawenti, Sebedeus Lesawengen dan Jemy Sudin. Ketiga majelis sidang tersebut mendengarkan permohonan dari pihak Partai solidaritas Indonesia (PSI) Kabupaten Kepulauan Sangihe.
Ketika diberikan kesempatan, PSI Sangihe yang dihadiri oleh ketua dan sekretaris yaitu Jull Takaliuang dan Jan Rafles Takasihaeng menyoroti kejanggalan soal lamanya penerbitan SK Pemberhentian resmi dari KPU RI. Tuntutan mereka adalah agar melalui sudang ajudikasi tersebut dapat memberikan keputusan yang memastikan keabsahan status Jeck Seba sebagai calon legislatif dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Sangihe.
Meski begitu terasa dugaan aroma balas dendam kepada Jeck Stephen Seba menyeruak. Isu berkembang Jeck sengaja dipersulit karena pernah melaporkan beberapa anggota KPUD Sangihe beberapa bulan yang lalu terkait persoalan etik penyelenggara Pemilu hingga berdampak secara nasional.
Dalam pelaporannya itu secara keseluruhan DKPP menjatuhkan sanksi Peringatan Keras kepada Ketua KPUD Sangihe, Elysee Philby Sinadia dan dua orang anggota komisioner, Tommy Mamuaya dan Iklam Patonaung serta Pemberhentian Tetap dari Jabatan Kasubbag Teknis dan Hubungan Partisipasi Masyarakat KPU Kab. Kep. Sangihe.
“Saya menduga ini ada unsur balas dendam karena saya melaporkan beberapa komisioner KPU ke DKPP. Sehingga itu satu yang saya jadikan alat bukti putusan DKPP, bahwa waktu itu yang saya sampaikan bukan kesalahan saya, saya hanya menegakan kebenaran, dan bukti di DKPP mereka terbukti bersalah diberikan peringatan sanksi. Artinya ini bukan fitnah, tapi kebenaran masak saya sementara menegakan kebenaran dipersulit seperti ini,” ungkap Seba.
Dia menekankan berhenti dari anggota komisioner adalah haknya sebagai warga negara, selama itu tidak bertentangan dengan hukum. Selain itu juga statusnya sudah tidak jelas di KPUD Sangihe, sebab itu ia menyatakan mundur, kerena sebelumnya ia sudah tidak dilibatkan dalam berbagai kegiatan penyelenggara. Ia pun sudah membekukan rekeningnya dan mengembalikan kendaraan operasional KPU.
“Kenapa saya berani melakukan itu karena saya yakin bahwa saya menyatakan mengundurkan berhenti adalah hak saya. Rekening saya sudah ditutup, kendaraan dikembalikan bahkan sebelum itu juga saya sudah tidak dilibatkan dalam setiap kegiatan. Berangkat Manado saja tidak bisa, di sini tidak dilibatkan. Saya adalah komisioner KPU kok hak saya tidak ditemukan, sehingga tanggal 8 Juli 2023 saya menyatakan berhenti dan tanggal 9 saya daftar sebagai Bacaleg dan saya sadar waktu itu saya bukan komisioner KPU lagi, sementara KPU menyatakan saya masih komisioner. Jadi, kelihatan saya menduga ini ada hal subjektif yang sengaja menjanggal kita untuk supaya tidak memenuhi syarat,” Jelasnya.
Sementara itu Elysee Philby Sinadia, Ketua KPUD Sangihe mengatakan yang dilakukan KPUD Sangihe adalah sesuai dengan ketentuan aturan PKPU 10 tahun 2023 Pasal 17 dimana penyelenggara Pemilu dalam pengajuan Bakal Calon harus mengantongi SK Pemberhentian.
“Pengajuan bakal calon itu ada di tanggal 10 sampai 14 Mei 2023, yang seharusnya SK Pemberhentian itu sudah harus dipegang oleh Bakal Calon, tetapi oleh pak Jeck Seba waktu itu sebagai penyelenggara Pemilu. Beliau memang punya etikat baik mengurus SK Pemberhentian itu dan dalam prosesnya sampai dengan kemarin di pencermatan yang harus kami tunggu adalah SK Pemberhentian,” kata Sinadia, Senin (14/08/2023).
Elysee Philby Sinadia menegaskan bahwa pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk memaksa KPU Pusat dalam mengeluarkan Surat Keputusan (SK) pemberhentian Jeck Stephen Seba. Hal ini merupakan wewenang mutlak KPU Pusat sebagai lembaga yang memiliki yurisdiksi dalam pemberian SK pemberhentian anggota komisioner.
“SK Pemberhentian itu tak kunjung datang dan itu merupakan kewenangan KPU RI bukan KPU Kabupaten. Jadi memang sebelum diadakan sengketa proses dan mediasi, kami membangun komunikasi dengan KPU Provinsi karena hirarkinya harus lewat KPU Provinsi, nanti mereka yang akan meneruskan. KPU Provinsi juga mempunyai jawaban yang sama, menunggu dari KPU RI. Untuk keterlambatannya mengapa dia tidak datang itu ada dalam domainnya KPU RI,” kata dia.
Sementara terkait adanya isu yang berkaitan dengan sanksi DKPP kepada komisioner KPU, Sinadia menegaskan itu tidak ada kaitannya. Ia menerangkan bahwa sanksi DKPP kepada mereka berkaitan dengan ketidakprofesionalan bukan persoalan manipulasi data pemilu yang saat itu dituduhkan.
“Substansi dari putusan itu sebenarnya kepada kami yang dijatuhkan putusan pemberhentian kepada kasubag dan kami mendapat peringatan keras, sebenarnya substansi dari DKPP itu adalah kita tidak profesional dalam menjalankan tugas, bukan manipulasi data. Putusan itu, itu yang harus kita ingatkan dan saya kira tidak berkaitan dengan itu tetapi memang proses untuk SK Pemberhentian itu, itu yang menjadi substansi kita hari ini. Itu sekali lagi adalah kewenangan KPU RI,” Jelas dia.
SInadia juga mengatakan bahwa semoga lewat sidang ajudikasis sengketa proses dapat menemukan solusi. “Saya kira terserah Bawaslu untuk memutuskan. Kalau ada putusan, itu yang akan kami tindak lanjuti. pungkas dia.
Peliput: Rendy Saselah
Discussion about this post