Manado, Barta1.com – Pasca purna tugas sebagai Penyelenggara Pemilu di KPU Bolaang Mongondow Timur, Jamal Rahman Iroth kembali aktif di panggung kesenian. Kali ini berkolaborasi bersama seniman muda Rifki Sagay dan Maulana Tanpanama. Dalam waktu dekat mereka akan merilis video musikalisasi puisi, bertema Kemerdekaan.
Interpretasi makna “merdeka” diwujudkan dalam lirik-lirik kepedulian terhadap kelestarian lingkungan. Dampak destruktif dari kegiatan eksploitasi kekayaan alam ditandai dengan munculnya bencana ekologis, banjir bandang, tanah longsor, menurunnya kualitas udara, serta pemanasan global yang terus berlangsung, digambarkan dalam larik-larik puisi penuh metafora; coba tanya bagaimana perahu-perahu Sudi melayari pagi/ jika samudra telah kau racuni/ jika teluk juga pantai sudah lama terperangkap senja muram/
Intuisi kepenyairan Jamal Iroth seolah menangkap kegetiran yang sedang melanda alam semesta, akibat ulah manusia dalam memanfaatkan alam secara egois bahkan cenderung mengabaikan nasib kelangsungan hidup ekosistem ini. Kemudian perayaan-perayaan kemerdekaan dari tahun ke tahun sepertinya tak membersitkan kerisauan akan ancaman bencana besar bisa terjadi setiap saat. Sehingga arti kemerdekaan menjadi sesuatu yang mustahil untuk bisa diwujudkan;
sungguh merdeka adalah/ jika kau leluasa menahan laju gelombang/ dan menawar asin laut/
Berikut kami tampilkan secara utuh tiga buah karya puisi ditulis oleh Jamal Rahman Iroth, dengan tema kemerdekaan;
MERDEKA ADALAH
tolong hari ini jangan tanya arti merdeka
jika kau maksud sekadar kibar bendera
jika warna sejarah setara selembar kain
bisa kau pakai sebagai ikat kepala
sekaligus menyeka amis ketiak
coba tanya bagaimana perahu-perahu
sudi melayari pagi
jika samudera telah kau racuni
jika teluk juga pantai sudah lama takluk
terperangkap senja muram
lalu dengan apa kau kabarkan damai
jika embun enggan membelai pohon-pohon
jika sejuk malam telah lama tinggalkan desa
menyisakan bekas lebam di sekujur jiwa
selebihnya dengan panji-panji dikibarkan itu
sanggupkah kita meringkus sesal dan kaku
sedang jalan-jalan takluk pada gerimis batu
sungguh merdeka adalah
jika kau leluasa menahan laju gelombang
dan menawar asin laut
Jamal Rahman Iroth
…..,
MEDAN PERANG KITA
medan perang kita adalah semesta virtual
penuh ranjau tak terlihat
muslihat musuh sering lebih bius dari
tuntunan kebaikan firman Tuhan
inilah medan perang kita, di sana
tiap hari bahkan tiap detik terjadi pertempuran
yah, pertempuran mematikan nilai-nilai kemanusiaan
bukan dengan pedang, tombak dan panah
musuh kita dari segala arah
wujudnya lebih menakutkan dari bala tentara bersenjata
ini zaman instan menawarkan kesuksesan tanpa perlu berdoa, bahkan jalan keselamatan
seolah tidak lagi melintasi pergumulan panjang
persembahan paling berharga
waktu dan sukacita telah kita berikan
ditukar keseruan bercengkrama dengan gawai sambil melahap info-info branding, serta beragam perniagaan
para bocah, remaja, pemuda, bahkan orang tua semakin jarang menyelami lautan makna kitab-kitab samawi
dengan khusyuk dan penuh khidmat
memang masih terdengar masmur dan puji-pujian
kalam ilahi bergema terutama menjelang hari raya atau hari beribadah
namun maknanya tak merasuk dalam jiwa
nukilan hikmah dalam Zabur, Taurat, Injil, dan Al-Qur’an cukup terpatri di altar dan mihrab
bukti bahwa kita telah
kehilangan embun pagi dan hening malam
kehilangan momentum untuk tafakur
dan mengucap syukur
kidung mulia mimbar-mimbar rohani
terdengar seolah tidak lebih merdu dari penggalan-penggalan nada tik-tok
riuh suara mobile legends, pubg, counter strike, overwatch, dan ribuan judul game online
inilah medan perang kita
Jamal Rahman Iroth
…..,
HARI INI SELAYAKNYA KITA
terseok kususuri jejak usiamu
memasuki sepuluh windu
sedang jiwa sendu
hari ini seyogyanya kita membaca
risalah ribuan pertempuran para patriot bangsa
melawan penjajah dan merebut kedaulatan
namun kisah-kisah heroisme itu tenggelam hiruk-pikuk kontroversi wacana pandemi
ini benar tragedi atau konspirasi
hari ini mestinya kita bahagia menyaksikan prestasi generasi muda
namun senyum mereka tertutup masker kekhawatiran
hari ini seharusnya kita sedang memaknai
kemerdekaan dan mengisinya dengan
segenap inovasi
namun pembatasan dan penyekatan memerangkap langkah-langkah optimisme
hari ini selayaknya kita sejahtera
menikmati kompensasi dari cukai
retribusi
beserta segala kutipan sudah kita tunai
namun sayangnya …,
Jamal Rahman Iroth, 2021
Peliput : Randy Dilo
Discussion about this post