Sangihe, Barta1.com – Over n out cherio bye bye. Sebuah kalimat penutup yang dikenal baik melalui siaran radio Remadja Broadcasting System yang didirikan oleh Johny Damar dan Exel Mandik di tahun 1966.
Kisaran tahun 1960 radio pemerintah berdiri di Tahuna, dalam kenangan Johny Damar kalau tidak saah ingat kata dia RRI Tahuna berdiri di tahun itu. Dirinya menerangkan bahwa dirinya cukup dekat dengan RRI yang waktu itu dipimpin oleh Korneles Bawole.
“Saya waktu itu kelas 1 SMP sering bantu jadi operator (volunter) di RRI. Kebetulan penyiar-penyiarnya adalah Bung Ek Ulaen, Bung Tomo Abast, Bung Wille Abast, Zus Jeanete Andaria, Zus Otjie Masalate juga Exel Mandik,” kata Johny Damar.
Johny Damar sebagai musisi ternama di Sangihe kala itu bersama band-nya Irama Remaja/Taruna Ria punya acara tetap setiap hari minggu siang, adalah siaran langsung (live event) bermain musik dari RRI Tahuna dan siarannya bisa ditangkap hingga ke Bitung.
“Siaran itu berlangsung sampai saya berangkat ke Jakarta 1968. Penyanyinya adalah Etty Reinard, Vera Mangeronkonda dan Ilsye Linggar, Ansye Porry. Semua nona-nona manis pada masa itu. Wawu (Ansye) Porry so pensiun karena menikah,” tuturnya.
Namun di balik tenarnya radio siaran pemerintah tersebut pada tahun 1966 Johny bersama rekannya Exel Mandik, mendirikan radio amatir pertama di Sangir/Tahuna dengan nama Irama Remadja Broadcasting System. Studionya di rumahnya sendiri di Bahowo (Jalan Malahasa), dan pemancarnya di rumah Exel Mandik.
“Antenenya dikaitkan di pohon kelapa, jadi kalau ada angin keras bertiup gelombangnya pindah sendiri. Memang sebelum ada studio amatir, rumah saya di Bahowo adalah markas dari anak-anak muda, latihan band, kesenian dan segala macam kegiatan, tidak pernah sepi,” kenangnya ketika dihubungi Barta1.com.
Saat mendirikan radio teresebut Johny mengungkap ada pengalaman lucu dimana dirinya harus berhadapan dengan komandan CPM (Letnan Purba). Studionya disuruh berhenti karena dianggap mengganggu. Ya! Karena di masa tersebut masih panasnya G30S. Amat beruntung, komandan Angkatan Laut Tahuna waktu itu adalah Mayor AL Nico Antameng, tak lain adalah pamannya sendiri dan mensupport kegiatan penyiaran radio tersebut.
“Kata beliau siaran saja terus, nanti jeep AL saya, akan di parkir di depan rumah/studio saya, dan sejak itu tidak ada lagi panggilan-panggilan,” kata dia.
Tak hanya itu hal yang mendebarkan juga terjadi ketika dirinya dipanggil oleh bagian Reserse Kepolisian/Bareskrim (Lt Dalawir). Ketika berhadapan dengan Dalawir ternyata bukannya dilarang tetapi malah memberi support agar siaran jalan terus.
“Menurut beliau anak muda Sangir jangan cuma minum dan bakebong tetapi harus harus lebih maju lagi. Dia kasih contoh harus menguasai bidang tehnologi seperti torang pe Radio Amatir” ungkapnya lagi.
Dirinya sangat menyayangkan sejak berangkat ke Jakarta 1968 radio amatir tersebut juga menghilang dari udara. “Kalau dulu siaran, sebelum berpisah kalimat yang kita ucapkan ialah “Over n out cherio bye bye”, ucapnya.
Peliput : Rendy Saselah
Discussion about this post