Oleh: Adrianus Kojongian
Bukan hanya orang Arab Manado yang memiliki keistimewaan di mata pemerintah kolonial Belanda. Orang Tionghoa, bahkan seperti ‘anak mas’. Sama-sama digolongkan sebagai orang timur asing atau vreemde oosterlingen, orang Tionghoa pun pun memiliki kepala kaum yakni Letnan dan Kapten tituler.
Sementara kepala kampung, lumrah namanya Kampung Cina Manado, adalah seorang Wijkmeester yang kemudian menjadi Hukum Tua. Para kepala ini pun, seperti orang Arab Manado tidak perlu bertanggungjawab kepada Hukum Besar Kepala Distrik Manado, dimana wilayahnya berada, tapi pada Kontrolir Manado dan kelak Burgemeester (Walikota) Manado.
Dalam tradisi para kepala Tionghoa Manado, sejak pertengahan abad ke-19, seorang wijkmester biasanya dipromosi menjadi Letnan, dan biasa pula naik mencapai kedudukan tertinggi sebagai Kapitein der Chineezen Manado.
Orang Tionghoa di Manado diperkirakan telah datang sejak sebelum tibanya orang Spanyol/Portugis dan Belanda. Beberapa diantaranya telah dikenal sebagai tukang-tukang ahli, nahkoda-nahkoda kapal dan bahkan pedagang sukses.
Seorang pengusaha yang dikenal di awal abad ke-19 sebagai pemilik tanah luas adalah Ong Lap Ke. Tahun 1827 ia membeli tanah seluas 21.345 m2 dari Arnoldus Johannes van Delden, kelak Sekretaris dan pejabat Residen Manado. Tanah tersebut kemudian tanggal 10 Mei 1849 dijual ulang Ong Lap Ke seharga f.375 kepada rakyat Distrik Klabat di-Bawah dengan pihak pembeli bertindak atas nama rakyatnya Hukum Besar L. Pangamo. Tanah mana kelak dikenal sebagai tanah Kalakeran Klabat di-Bawah di Manado.
Pertumbuhan komunitas Tionghoa di Manado terbilang cukup pesat. Dari pencatatan Dr.P.Bleeker, penduduk Tionghoa atau peranakan Tionghoa di Minahasa (tapi, umumnya tinggal di Manado, sisanya di Amurang dan sedikit di Kema), tahun 1825 sebanyak 512 orang. Tahun 1840 510 orang. Tahun 1849 889. Tahun 1852 907 orang.
Tahun 1854 total penduduk Tionghoa di Tanah Minahasa, sebanyak 669 orang. Dirincinya 630 orang tinggal di Manado, 37 orang di Amurang dan Kema 2 Tionghoa. Petrus van der Crab merinci di tahun 1855, orang Tionghoa sebanyak 776. Tahun 1856 934. Tahun 1858 1.150. Tahun 1859 1.236 dan tahun 1860 sebanyak 1.272 orang.
Baca juga: Lie Tjeng Lok, Kisah Konglomerat Manado yang Berakhir Tragis
Penduduk Tionghoa Manado di awal tahun 1860-an, menurut Nicolaas Graafland, sebanyak 1.104 jiwa, berprofesi sebagai pedagang dan tukang kayu, metsel, pipa dan lain-lain. Sementara Tionghoa di Amurang berjumlah 149 orang. Tahun 1866, dari catatan Albert Bickmore, penduduk Tionghoa sebanyak 1.434 orang (saat orang Arab hanya berjumlah 11 orang).Di tahun 1870 (dari perhitungan akhir bulan Desember 1868), disebut penduduk Tionghoa Manado sebanyak 1.601 orang. Kemudian di tahun 1930, di Gemeente Menado, total orang Tionghoa Manado berjumlah 5.375, yakni 2.978 pria dan 2.397 perempuan.
THE TJIENTJO
Para kepala Tionghoa Manado terutama dengan titel wijkmester pasti telah ada sejak awal abad ke-19. Kampung Cina Manado, sekarang masuk Calaca Wenang, dengan titik sentral Kelenteng Ban Hing Kiong yang dibangun tahun 1819 (ada menyebut abad ke-18), oleh Belanda diberi nama Letter G. Awal-awalnya bahkan seorang Wijkmeester di Letter G, otomatis sebagai Luitenant der Chineezen Manado.
Baru tahun 1840-an, dikenal dua orang kepala Tionghoa Manado, sebagai Bestuur over Vreemde Oosterlingen. The Tjientjo dan Pauw Djoe. The Tjientjo, ditulis juga The Tjintjo sebagai Kapitein dan Pauw Djoe sebagai Luitenant. Pauw Djoe bertindak pula sebagai Wijkmeester Letter G Manado.
Kapitein The Tjientjo pun diangkat dalam lembaga bergengsi di Keresidenan Manado, sebagai anggota Wees-en Boedelkamer, sekarang Balai Harta Peninggalan. Nama Pauw Djoe masih disebut-sebut di tahun 1844, tapi kemudian muncul Lie Ping (Lie Peng) sebagai penggantinya, baik sebagai letnan mau pun wijkmeester.
Lie Ping menjadi tokoh dominan di komunitas Tionghoa selama lebih sepuluh tahun. Bahkan setelah Kapitein The Tjientjo diganti 1850, ia diangkat mengganti posisi The Tjientjo sebagai anggota Wees-en Boedelkamer Manado. Anehnya, bukan Lie Ping yang ditunjuk menjadi Kapitein, tapi pedagang bernama Que Sitiong yang tidak menjabat lagi di awal tahun 1852, ketika Ong Hap menjalankan fungsi kapten, sampai didefinitifkan tanggal 21 Juni 1852.
Lie Ping baru berhenti dari posisi letnan dan wijmeester di tahun 1862.
Dengan beslit Gubernemen, per tanggal 21 Juni 1865 Letnan Sie Sieuw diangkat menjadi Kapten Tionghoa Manado menggantikan Ong Hap, serta Ong Bondjie sebagai Letnan merangkap Wijkmeester Kampung Cina Manado serta anggota Wes-en Boedelkamer hingga April 1875.
Sie Sieuw yang ditulis dengan nama lain Sie Sieo dan juga Si Seo menjabat kapten selama sepuluh tahun.
Potret Letnan Tionghoa Manado tahun 1873 koleksi KITLV adalah gambaran Ong Bondjie. Tahun 1875 Ong Bondjie naik dari letnan menjadi kapten. Ong Bondjie tidak lama menjabat kedudukan kapten. Mei 1878, ia diberhentikan dengan hormat bersama-sama dengan Letnan Que Ing Hin.
DERMAWAN ONG TJENG HIE
Sebagai pengganti Ong Bondjie, adalah anaknya bernama Ong Tjeng Hie yang berprofesi sebagai pedagang sukses di Manado.
Ong Tjeng Hie resminya telah menjalankan tugas kapitein sejak tanggal 22 Januari 1878. Menyusul, dilantik Letnan akhir bulan September 1878 adalah Po Hok Goan, juga pedagang.
Pribadi Kapitein Ong Tjeng Hie adalah seorang yang sangat murah hati dan dikenal luas karena kedermawanannya. Kalangan Belanda, termasuk para pejabat hingga Residen Manado menyeganinya. Ia tidak segan-segan mengeluarkan uang pribadinya untuk kepentingan masyarakat Tionghoa Manado yang ketika itu mengalami masa-masa sulitnya. Satu koran di masa itu memujinya sangat penuh pengabdian dan setia dalam tugasnya mengikuti jejak dan langkah ayahnya Ong Bondjie. Ia pun digambarkan sebagai salahsatu teladan dan contoh dari watak baik orang Tionghoa Manado.
Untuk mengurangi kemiskinan di kalangan penduduk Tionghoa masa itu, Kapitein Ong Tjeng Hie turun langsung ke rumah-rumah masyarakatnya, bukan hanya memberikan nasihat, tapi juga bantuan. Pokoknya, masanya tidak ada seorang pun Tionghoa Manado yang berkekurangan terlantarkan dari perhatiannya.
Amalnya terentang melebar hingga ke luar Kampung Cina Manado. Ketika terjadi kelaparan besar di Gorontalo masa kepemimpinan Asisten-Residen D.F.W.Mijer (September 1875-Mei 1878), Ong Tjeng Hie tercatat menjadi orang pertama yang memberikan bantuan, dengan mengirimkan berton jagung ke Gorontalo. Jagung ketika itu, sebagai makanan utama penduduk.
Tahun 1893 ketika Gunung Awu di Sangir Besar meletus memuntahkan abu dan lava, Ong Tjeng Hie yang sebenarnya tidak berharta lagi, tetap membantu sebuah komite mengumpul bantuan untuk penduduk miskin yang dibentuk di Manado. Ia mengirim langsung ke Sangir bahan makanan untuk meringankan penderitaan masyarakatnya.
Boleh dikata Kapitein Ong Tjeng Hie kehilangan hampir semua miliknya ketika Kampung Cina Manado dilanda kebakaran hebat yang menghancur-leburkannya bulan September 1880. Kerugian akibat kebakaran Kampung Cina itu diperkirakan mencapai dua juta gulden.
Namun, Ong Tjeng Hie masih membantu sebanyak kemampuannya, dengan membayar pajak usaha kurang mampu warganya. Ia pun memimpin pembangunan kembali Kampung Cina lama dan baru Manado, melewati pula hantaman bencana banjir dahsyat di tahun 1883 .
Keuletan usahanya, membuat Ong Tjeng Hie bangkit kembali. Tanggal 24 September 1896, di Manado keluar persetujuan tender penjatahan sementara bagi Kapitein Ong Tjeng Hie. Ia mendapatkan ‘monopoli’ usaha untuk pengangkutan kopi, uang dan barang pemerintah Belanda di Minahasa selama periode 1897-1901.
Namun, dari pemerintah Belanda tidak diperoleh penghargaan untuk pengabdiannya, seperti disesalkan di tahun 1898 di saat kepemimpinan Ong Tjeng Hie sebagai Kapten Tionghoa Manado melewati usia 20 tahun. ‘’Sampai saat ini tak ada tanda-tanda ia akan memperoleh penghargaan. Mungkin pria ini diabaikan,’’ tulis koran Soerabaijasch Handelsblad.
Ong Tjeng Hie memang adalah Kapitein der Chineezen Manado paling lama menjabat. Padahal letnannya Po Hok Goan telah berhenti di bulan Mei 1885, dan digantikan Ong Tan Seng yang naik dari posisi wijkmeester.
Ong Tan Seng kemudian menggantikan Ong Tjeng Hie sebagai kapten 6 September 1899, dan Tjoa Tie Letnan bersamaan Ong Tan Seng. Kapten Ong Tan Seng diberhentikan dengan hormat Oktober 1904. Penggantinya adalah Tjoa Tie (ditulis juga Tjo A Tie) yang sebelumnya menjabat letnan. (**)
Sumber:
-Almanak en Naamregister van Nederlandsch-Indie voor het jaar 1842, 1843, 1848, 1855, 1859, 1870, 1890, 1903, Batavia, Ter Lands Drukkerij.
-De Moluksche Eilanden, Reis van z.e.den Gouverneur-Generaal Charles Ferdinand Pahud door den Molukschen Archipel, P.van der Crab, Batavia, 1862.
-Inilah Kitab Batja akan Tanah Minahasa, N.Graafland, 1863.
-Reis Door de Minahassa en den Molukschen Archipel, P.Bleeker, Batavia 1856.
-Travels in the East Indian Archipelago, Albert S.Bickmore MA, London 1868.
Ensiklopedia Tou Manado.
Delpher Kranten:
Soerabaijasch Handelsblad 27 Mei 1885, 16 Juli 1898, 16 April 1907.
Bataviaasch Nieuwsblad 30 Oktober 1896, 21 Oktober 1904.
Bataviaasch Handelsblad 17 April 1875.
De Tijd 9 Desember 1880.
De Locomotief 18 Mei 1878, 4 Oktober 1878, 20 dan 23 Mei 1885.
De Sumatra Post 9 Oktober 1930.
Java Bode 17 April 1875.
(Adrianus Kojongian adalah jurnalis serta kolumnis kisah-kisah sejarah di Sulawesi Utara.)
Editor: Iverdixon Tinungki
Discussion about this post