Manado, Barta1.com — Kendati menghadapi banyak tantangan, Rektor Universitas Kristen Indonesia Tomohon (UKIT), Prof Dr Mezak Arnold Ratag APU menyatakan komitmennya untuk menuntaskan proses penyatuan data mahasiswa dan dosen, pada pangkalan data yang dikelola Kementerian Ristek dan Dikti. Salah satu masalah yang akan diselesaikan terletak pada program pascasarjana.
Mezak, Rektor UKIT yang dibawahi Yayasan AZR Wenas, menyebut salah satu masalah yang melingkar UKIT saat ini adalah program pascasarjana yang belum terakreditasi. Masalah semakin kompleks, karena beberapa tenaga dosen serta pembimbing yang beraktivitas di UKIT, juga tidak jelas status pendidikannya.
“Pascasarjana di Wenas itu tidak terakreditasi sejak berdiri hingga sekarang, ijazahnya harus dibatalkan dan ditarik. Juga ada beberapa dosen UKIT yang lulus tapi riwayat studinya tidak ada, ada juga yang kuliahnya cuma satu tapi mau dikasih dua gelar,” kata Mezak pada Barta1 Selasa (23/07/2019).
Pascasarjana UKIT Wenas punya beragam masalah. Sesuai temuan Mezak, penyelenggaraan program itu tidak bisa di Universitas karena izinnya di fakultas.
“Dan dibikin sendiri di Universitas, ini kan tidak bisa. Yang tandatangan ijazah pun harus rektor dan dekan sesuai surat dari menteri,” katanya.
Alih kelola UKIT pun dia dapati dinyatakan cacat hukum karena bukan berdasarkan surat yang dikeluarkan pihak berstatus pembina yayasan.
“Berbeda bila disebut jabatannya adalah ketua dewan pembina, sehingga alih kelolanya cacat hukum,” jelas Mezak.
Bahkan aku dia, ada juga salah satu dosen dan pembimbing di pascasarjana yang gelarnya dari luar negeri belum mendapat kesetaraan di Indonesia, tapi tetap melakukan aktivitas mengajar dan membimbing ratusan calon magister. Oknum tersebut sepatutnya tidak bisa mengajar atau pembimbing.
Dia kemudian mengakui, kondisinya kontras dengan UKIT yang dibawahi Yayasan Perguruan Tinggi Kristen (YPTK) GMIM. Di lembaga terakhir ini menurut Mezak, program pascasarjananya telah terakreditasi.
Baca Juga: Yayasan Perguruan Tinggi Kristen Bukan Milik GMIM, Benarkah?
Ini kemudian membuat ijazah para magister yang diluluskan UKIT AZR Wenas tidak berlaku. Juga lanjut Mezak, dosen atau tenaga pengajar harus diketahui kejelasan ijazahnya. Temuan dia saat masa transisi ada sejumlah oknum melakukan penggantian ijazah yang terkesan ‘gampangan’ dan tidak ada riwayat studi.
“Tiba-tiba sudah lulus tapi riwayat studinya tidak ada, Bisa cek ke pangkalan data,” ungkap dia.
Hal yang kini tengah diupayakan agar status mereka diakui adalah memberesi pangkalan data. Tapi bila masalah ini tidak diselesaikan, kata Mezak bisa berkonsekuensi hukum.
“Ada konsekuensi hukumnya sesuai UU 12 (Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi), ada kasus serupa di Jakarta sudah dipidana penyelenggaranya 6, 7 hingga 9 tahun, karena itu saya bilang jangan main-main, perbaiki dengan teliti itu pangkalan data,” tegas Mezak.
Komitmen membenahi UKIT masih dipegang Mezak Ratag sebagai sebuah keyakinan demi menuntaskan konflik belasan tahun. Tugas itu, menurutnya, adalah tugas yang dipercayakan Menteri dan pimpinan daerah. Namun tanggung jawab yang lebih besar lagi adalah menyelamatkan nasib ribuan orang.
“Karena itu saya tidak punya beban bila di kemudian hari tidak lagi jadi rektor, fokus saya benahi masalah. Saya juga nothing to lose saat ketemu Pendeta Siwu (RAD Siwu, Rektor UKIT di bawah YPTK GMIM) dan mengajak beliau untuk menuntaskan masalah ini, saya bilang ke dia setelah masalah ini selesai ayo kita bikin pemilihan rektor dan saya ketua panitianya, tapi saya tak mau mencalonkan diri karena mau fokus ke pendidikan menengah,” kata dia.
Dia membuka ada 2.100 ijazah UKIT yang saat ini bermasalah akibat konflik dan bisa diselesaikan bila pangkalan data antara UKIT AZR Wenas dan UKIT YPTK tersambung. Ada pula temuan 1.537 data ganda yang secara teknis memunculkan satu orang memiliki 2 hingga 5 data. Mezak menyurati kementerian memberitahu dia komit membenahi pangkalan data.
“Jadi solusinya cuma seperti itu, tapi kalau ada yang tidak mau pasti ada konsekuensinya,” ujar Mezak.
Dirinya tetap nekad melakukan proses penyatuan data, membenahi masalah, karena mengaku mendapat jaminan dari kementerian dan Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta atau Kopertis. Bahkan diminta ke mana saja dia pergi, harus ‘membawa’ pangkalan data. Perlu diketahui, bila dia diberhentikan dari jabatan rektor bisa berakibat UKIT ditutup.
Input Data 10-15 Persen
Proses penyatuan data mahasiswa Universitas Kristen Indonesia Tomohon (UKIT), adalah upaya terakhir untuk mengakhiri seluruh permasalahan yang melanda lembaga pendidikan tersebut. Hingga hari ini pengumpulan fisik data mahasiswa dan dosen yang telah masuk sudah di kisaran 80-90 persen.
Pengumpulan data input mendahului proses penginputan data selama kurun 12 tahun atau 24 semester. Untuk penginputan sendiri sudah tuntas 1 hingga 2 semester di tahun 2018. Maksudnya dimulai dari akhir, untuk mempercepat proses wisuda.
“Sejauh ini yang diinput sudah mencapai 10 hingga 15 persen, tapi dengan adanya data fisik yang terkumpul kita bisa capai 90 persen,” jelas Mezak.
Sayangnya masih ada cukup banyak data yang belum terkumpul dari UKIT YPTK menyusul peristiwa penyegelan kampus itu pada 11 Juli 2019. Tapi Mezak memastikan, dari ‘saudara tuanya’ itu data dosen sebagian besarnya telah ter-input ke pangkalan data sehingga para dosen dari UKIT YPTK bisa melakukan aktivitas mengajar di UKIT. Mezak juga sudah membicarakan ini dengan pihak UKIT YPTK, dan sudah ada kata sepakat. Semuanya demi UKIT satu.
Baca Juga: Proses Input Data Mahasiswa UKIT YPTK Terganggu
Justru dengan masuknya tenaga pengajar dari UKIT YPTK, adalah satu satu solusi menyelesaikan kasus-kasus di program pascasarjana.
“Problem pascasarjana bisa tuntas karena mereka (UKIT YPTK) punya 4 doktor teologi hebat sehingga pascasarjana ini bisa terakreditasi,” jelas Mezak seraya menyebut beberapa di antaranya Dr Agustien Kapahang-Kaunang serta Dr Denni Pinontoan. (*)
Penulis: Ady Putong
Discussion about this post