Tomohon, Barta1.com — Penyegelan kampus UKIT Yayasan Pendidikan Tinggi Kristen (YPTK) di Bukit Inspirasi Tomohon berbuntut pada pengisian dan penyatuan data mahasiswa. Proses tersebut kini terganggu.
“Data mahasiswa UKIT YPTK yang belum ter-input ada dalam salah satu ruangan yang disegel, sekarang data itu tidak bisa diakses lagi, pintunya terpalang dan tidak bisa diambil,” kata staf pengajar UKIT, Dr Denni Pinontoan, dihubungi Barta1 Rabu (17/07/2019) sore.
Proses penyatuan data dimaksud adalah pengisian data mahasiswa ke dalam pangkalan data Kementerian Ristek dan Pendidikan Tinggi (Dikti). Ini dibutuhkan agar tidak ada dualisme UKIT. Ujungnya, proses belajar dan secara kelembagaan akan kembali menyatu.
Dampak dari masalah ini secara tidak langsung mengganggu proses penyatuan secara keseluruhan antara UKIT YPTK dan UKIT yang dibawahi Yayasan AZR Wenas. Hal mana merupakan upaya yang didamba dan didoakan bertahun-tahun oleh jemaat GMIM. Bahkan setelah UKIY YPTK disegel Badan Pekerja Majelis Sinode (BPMS) GMIM Kamis 11 Juli 2019, UKIT YPTK kini kehilangan lokasi belajar mengajar, termasuk terkendala administrasi yang perlu dimasukan sebagai kelengkapan data.
“Karena kami juga kehilangan alamat kampus,” ujar Denni.
Lantas bagaimana dengan data mahasiswa UKIT AZR Wenas? Nasibnya juga bisa sama-sama terancam. Menurut Denni penyatuan data membutuhkan sinkronisasi kedua pihak. Artinya tanpa data mahasiswa YPTK, data mahasiswa AZR Wenas pun bisa terdampak masalah di pangkalan data.
Peristiwa penyegelan yang dilakukan sekitar 300-an orang; BPMS GMIM dipimpin Ketua Sinode Pdt Hein Arina, sejumlah ketua wilayah pelayanan GMIM serta personil kepolisian disesalkan pihak UKIT YPTK.
Denni menjelaskan, 2 hari menjelang penyegelan, atau Selasa 9 April, pihak rektorat UKIT YPTK telah melayangkan surat ke Kepolisian Resort Kota Tomohon. Surat bernomor 153/91005.3.AK/VII/2019 yang ditandatangani Ketua Badan Pengurus YPTK GMIM, Ir Ferry Malangkay dan pihak Rektorat Dr Nikson Kawung, berperihal meminta perlindungan keamanan ke aparat Polres Tomohon.
“Ini sehubungan dengan adanya pemasangan plang beberapa hari sebelumnya oleh BPMS yang menyatakan tak boleh ada aktivitas di lokasi kampus, karena merupakan aset GMIM,” terang Denni.
Di hari-H penyegelan terjadi, aparat kepolisian datang bersama-sama pihak penyegel. Menurut Denni, polisi ikut melakukan upaya pengamanan dalam peristiwa tersebut. Padahal dalam surat yang disampaikan ke Polres tadi, YPTK telah menjelaskan soal keabsahan yayasan, keputusan Mahkamah Agung dan proses pendidikan yang mereka langsungkan, juga dari mana lahan kampus itu berasal.
Surat itu juga menyinggung tentang ketiadaan perintah pengadilan atas proses eksekusi lahan yang dilakukan pihak penyegel.
“Pengambil-alihan status kepemilikan harus berdasarkan surat keputusan yang sah dan sampai sekarang ini BPMS GMIM tidak pernah menunjukkan keputusan pengadilan tentang lahan dan bangunan yang ditempati oleh UKIT YPTK adalah milik sinode.”
Jemaat GMIM menanggapi pengambilan aset dengan kritis, karena dianggap bisa mengganggu upaya penyatuan kedua lembaga pendidikan. Yang penting dipikirkan kata dia, adalah nasib mahasiswa yang berstudi di kampus tersebut.
“Harusnya semua pihak menyatukan hati dan bergerak untuk penyatuan, nah, peristiwa yang terjadi malah bisa mengganggu proses ini,” ujar Rolando Hanny Sepang, warga GMIM di Manado.
BPMS: Ini Menyangkut Aset
Mengenai pengambil-alihan lahan dan bangunan yang ditempati UKIT YPTK, Ketua BPMS GMIM Pdt Hein Arina telah menjelaskan itu dalam sebuah temu akbar dengan pendeta-pendeta GMIM, Rabu (17/07/2019). Dalam sebuah cuplikan video yang beredar di media sosial, nampak jelas Arina didampingi Sekum BPMS Pdt Evert Tangel tengah berbicara kepada para pendeta di lokasi lahan yang diambil alih sebelumnya.
Arina mengungkap, apa yang dilakukan tersebut merupakan amanat sidang sinode tahunan yang terus-menerus ditetapkan selama 15 tahun terakhir. Sehingga apa yang dilakukan ini adalah sikap kelembagaan, tidak terkait motivasi pribadi.
“Saya tidak akan menguraikan tentang yayasan, tentang legal standing-nya, bukan itu tugas yang diberikan sidang majelis tahunan kepada kami badan pekerja majelis sinode tapi bagaimana gereja ini dalam hal ini BPMS mengambil aset-aset daripada gereja, ini penugasan,” tegasnya.
Jadi lanjut Arina, jangan lagi diperdebatkan tentang yayasan legal atau tidak tapi ini menyangkut aset. Hal itu tertuang dalam hasil keputusan sidang tahunan.
“Jadi ini bicara aset, … saya tidak akan bicara pengelolaan pendidikan karena alih kelola dari YPTK ke Wenas sudah jalan, jadi yang kita buat ini adalah pengambil-alihan aset gereja,” katanya, seraya meminta pendeta-pendeta untuk menyampaikan masalah tersebut ke jemaat dan pelayan khusus dalam bentuk penggembalaan agar masalahnya bisa menjadi jelas. (*)
Penulis: Ady Putong
Discussion about this post