Manado, Barta1.com – Banyak berita beredar di masyarakat luas soal era visual yg sering menyesatkan cara berpikir, termasuk didalamnya cara berpikir ideologi dalam hal ini ideologi kebangsaan Indonesia, Pancasila tidak luput dari proses penggerusan wacana di banyak media terutama media sosial yg sedang trend saat ini. Dapatkah ideologi bangsa divisualisasikan?
Karenanya, DPM Fispol Unsrat yang bekerjasama dengan Klinik Demokrasi dan Politik Himaju Pemerintahan dan Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) cabang Manado pada Kamis, 13 Juni 2019 di Ruang AIPI gedung DPRD Sulut lama di Sario, Manado menggagas bincang ideologi bangsa bertajuk Krisis Ideologi Bangsa di Era Viaual.
Pemantik diskursus adalah para filsuf dari berbagai latar belakang, Valentino Lumowa, Has Algebra dan Amato Assagaf. Mereka dipandu oleh Ketua DPM Fispol Unsrat Renaldo Garedja. Acara diskusi ini dihadiri oleh sekira empat puluhan peserta yang rata-rata terdiri dari para mahasiswa dan aktivis kampus.
Diskusi didahului oleh prosesi pelantikan pengurus dan anggota dari salah satu divisi dalam kepengurusan DPM Fispol Unsrat. Lalu dibuka dengan pemaparan latar pemikiran pelaksana diskusi mengenai krisis ideologi bangsa, dalam hal ini Pancasila. Dalam krisis ini, ada keperluan bagi para pemuda dan mahasiswa untuk menemukan letak permasalahan yang sesungguhnya dari apa yang ditengarai sebagai situasi krisis ini.
Pemantik pertama, Haz Algebra, memberikan paparan yang bersifat saintifik mengenai sifat dan fungsi ideologi secara umum serta pandangannya mengenai letak masalah dari krisis ideologi Pancasila. Pembicara mengemukakan mengenai pentingnya bagi kita semua untuk membuka wawasan mengenai isu-isu global agar Pancasila bisa memperoleh tafsir yang lebih luas.
Haz adalah sastrawan yang pernah menjadi Ketua HMI Komisariat Fakultas Kedokteran Unsrat. Dia kini Ketua Umum Pemuda LIRA Sulawesi Utara.
Sementara pemantik kedua, Amato, mengambil perspektif yang jauh lebih praktis dengan mengamati persoalan politik bangsa pada hari-hari terakhir ini. Krisis ideologi bangsa Indonesia, dalam pandangan pembicara, terletak pada tidak adanya rumusan yang bersifat mendasar dan bisa disetujui bersama mengenai apa yang kita maksud dengan menjadi Indonesia.
Amato adalah pemikir Muslim yang mendirikan Padepokan Puisi. Dia juga bergelut di Pengajian Filsafat, sebuah kelompok diskusi yang beranggotakan banyak anak muda di Manado dan sekitarnya.
Sementara pembicara ketiga Valentino Lumowa mengambil perspektif filsafat dengan mengemukakan soal pelampauan problem tesis dan anti-tesis dalam wacana ideologi bangsa agar kita bisa mencapai sintesis yang dibutuhkan untuk keluar dari krisis ideologi. Pembicara mengingatkan bahwa ideologi akan sulit keluar dari krisis selama kita masih menyandarkan penafsiran atas ideologi Pancasila pada subjektivitas masing-masing.
Valentino adalah akademisi De La Salle Manado. dia adalah doktor dan ahli filsafat lulusan Katholieke Universiteit Leuven di Belgia.
Acara kemudian dilanjutkan dengan tanya jawab serta tanggapan dari para peserta diskusi. Banyak di antara mereka yang mempertanyakan mengenai kesanggupan bangs akita untuk keluar dari krisis ideologi ini. Ada juga yang memberikan tanggapan atas pernyataan-pernyataan para pemantik diskusi.
Diskusi ditutup dengan pernyataan akhir pemantik serta pembacaan puisi oleh Amato. Dilanjutkan dengan pemberian piagam kepada para pemantik diskusi serta seluruh peserta diskusi dan foto bersama. (**)
Penulis: Albert P. Nalang
Discussion about this post