Manado, Barta1.com— Menjelang masa akhir jabatan sebagai Bupati Kabupaten Kepulauan Talaud pada Juli 2019 nanti, Barta1.com melakukan sejumlah wawancara kepada berbagai kalangan tentang kiprah dan kinerja Bupati Sri Wahyumi Maria Manalip, SE sebagai sebuah testimoni.
Godfried Timpua, legislator dan juga Ketua Badan Pengawas DPRD Kabupaten Kepulauan Talaud ini berpandangan, sosok berani, pintar, cantik itu biasa dan banyak. Tapi kalau di balik pesona itu lantas nyalinya ‘gila’ bahkan melebihi nyali seorang pendekar, itu baru luar biasa.
Dan hal itu ada dalam diri Bupati Sri Wahyumi “Hanya sedikit perempuan pemimpin di dunia yang saya temukan memiliki nyali segila itu. Saya bahkan pernah menyaksikan secara langsung atraksi akrobatik yang biasanya hanya boleh dilakukan oleh seorang pria petarung yakni, mengendarai Jetski sendiri dari pulau Karakelang sampai ke pulau Marampit yang jaraknya tidak wajar untuk ditempuh dengan kendaraan semacam itu,” ungkap Timpua.
Kendati bukan itu satu-satunya ukuran sehingga dia dianggap berhasil dalam kepemimpinannya, kata Godfried Timpua. “Keberanian, insting, dan sikapnya yang selalu siap mengambil resiko demi sebuah tujuan yang diyakininya baik bagi rakyat, meskipun terkadang harus bertentangan dan berhadap-hadapan dengan lawan politiknya hingga menimbulkan kegaduhan yang hebat di dalam tubuh sesama penyelenggara pemerintahan daerah namun tetap konsisten dan tegar pada pendiriannya, menurut saya ini hebat,” kata Timpua.
Dalam sebuah wawancara dengan penulis di Gula Merah Restourant, Mantos, Manado, pada 26 Maret 2019, Godfried Timpua mengaku, sebagai anggota DPRD Kabupaten Talaud, ia pernah beda persepsi dengan Bupati Sri Wahyumi dalam hal kebijakannya pembangunan daerah. “Saya sering berdebat cukup hebat dengan beliau mengenai persoalan yang menyangkut pembangunan daerah,” kata Timpua.
Misalnya, kata dia, mengenai persoalan pembangunan Monumen Tuhan Yesus Memberkati yang dibangun di atas sebuah bukit yang disebut Bu’ibbatu (bukit batu). Tempat tersebut adalah sebuah tempat yang memiliki nilai sejarah dalam peradaban masyarakat kampung Melonguane.
“Ketika itu saya bertahan bahwa tempat itu adalah situs budaya yang tidak boleh dialihfungsikan tetapi harus dilestarikan keasliannya, sementara beliau terus ‘memaksakan kehendaknya’ bahwa di situ harus dibangun monumen dimaksud. Maka terjadilah debat sengit yang cukup alot,” kisah Timpua.
Tetapi di lain sisi saya menyadari semua pihak punya niat untuk melakukan hal terbaik bagi Talaud tercinta, meskipun terkadang diartikulasikan secara berbeda. “Namun yang namanya niat baik apalagi dibarengi dengan ketulusan dan kejujuran selalu berakhir dengan indah dan baik bagi semua. Dan Bupati Sri Wahyumi selalu punya cara melakukan itu,” imbuh politisi PAN yang juga mantan Kepala Desa Melonguane ini. (***)
Penulis : Iverdixon Tinungki
Discussion about this post