• Pedoman Media Siber
  • Redaksi
Selasa, Juli 8, 2025
  • Login
Barta1.com
  • Home
  • News
    • Daerah
    • Talaud
    • Kotamobagu
    • Edukasi
    • Nasional
    • Barta Grafis
    • Prodcast
  • Politik
  • Kultur
    • Budaya
    • Sejarah
    • Seni
    • Sastra
    • Biografi
  • Fokus
    • Lipsus
    • Opini
    • Tajuk
  • Olahraga
  • Mereka Menulis
    • Esoterisisme
    • SWRF
  • Video
  • Webtorial
  • Indeks Berita
No Result
View All Result
  • Home
  • News
    • Daerah
    • Talaud
    • Kotamobagu
    • Edukasi
    • Nasional
    • Barta Grafis
    • Prodcast
  • Politik
  • Kultur
    • Budaya
    • Sejarah
    • Seni
    • Sastra
    • Biografi
  • Fokus
    • Lipsus
    • Opini
    • Tajuk
  • Olahraga
  • Mereka Menulis
    • Esoterisisme
    • SWRF
  • Video
  • Webtorial
  • Indeks Berita
No Result
View All Result
Barta1.com
No Result
View All Result
Home Kultur

Residen Jellesma, Pajak Potong Babi dan Perlawanan Orang-orang Sangihe Talaud

by Ady Putong
1 Maret 2019
in Kultur, Sejarah
0
Residen Jellesma, Pajak Potong Babi dan Perlawanan Orang-orang Sangihe Talaud

Ilustrasi

0
SHARES
152
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

JE Jellesma, menduduki kursi Residen Manado sejak 4 November 1892. Dalam catatan Adrianus Kojongian di situs Jelajah sejarah Manado, Jellesma dikenal sebagai seorang pejabat Belanda yang mengeluarkan kontrak penyatuan kerajaan-kerajaan di Sangihe Talaud ke dalam enam daerah politik otonom (Swapraja).

Pada masa dia, raja yang dulunya dipilih rakyat, diganti dengan penguasa yang di angkat pemerintah Belanda. Jellesma menerapkan pajak yang berat, antaranya, pajak potong babi sebesar 2 gulden per ekor atau 25 persen dari harga seekor babi ketika itu.

Selain itu, Jellesma, menerapkan pajak perorangan, pajak rumah dan harta benda, pajak pendapatan, serta kerja tanpa upah sebanyak 42 hari setiap tahunnya untuk kepentingan proyek pemerintah, berlaku bagi semua orang yang berusia 18-45 tahun, kecuali keluarga raja dan aparat pemerintah.

Kebijakannya ini, menimbulkan perlawanan orang-orang Sangihe Talaud yang disambut dengan tekanan bersenjata, pembunuhan, pembakaran desa, penangkapan dan pengasingan.

Dalam buku “Aku Laut, Aku Ombak” terbitan Kutub Jogyakarta, disebutkan, pemerintah Belanda berkuasa di Sangihe Talaud sudah sejak 1677.

Kekuasaan Belanda dan bangsa Eropa lainnya (terutama: Spanyol dan Portugis), bagi penduduk setempat, dipandang sebagai “pekerjaan setan” (peralatan setang) yang mendatangkan bala dan malapetaka.

Kedatangan bala seiring tibanya sebuah perahu besar bangsa penjajah itu, mendapatkan simbol yang tepat dalam tradisi masyarakat Sangihe Talaud yang dilambangkan dengan perahu ukuran mini memuat pendayung dari boneka kayu dalam sebuah upacara menolak bala.

Dalam upacara penolak bala Sangihe Talaud purba, bila sebuah desa mengalami kesusahan atau kemiskinan, maka mereka membuat ritual menghanyutkan perahu besar dalam ukuran mini yang memuat pendayung boneka-boneka kayu ke laut lepas agar bala itu hilang. Tapi, menjadi celaka bagi desa lain dimana perahu mini itu terdampar, karena kutuk segera berpindah ke tempat itu.

Untuk menolaknya lagi ke laut, mereka harus menyembeli banyak binatang sebagai korban darah, dan melepas lagi perahu mini itu lagi ke laut. Perahu lagi-lagi terbawa arus menuju pantai yang baru untuk menebar kutuk yang sama.

Puisi berikut ini adalah sebuah refleksi dari era kekuasaan Residen Jellesma yang cukup menarik. Dikutip dari buku “Aku Laut. Aku Ombak” Iverdixon Tinungki.

Residen Jellesma
sebuah perahu besar dalam ukuran mini
memuat pendayung bonekaboneka kayu
tiba di pantaiku di tahun 1677
dikirim ratu*) Belanda jadi hantu

sejak itu, negeriku dilanda banjir peperangan
seakan kutuk menjelma dongeng darah
penolak bala
hanyut dari Eropa
bersengketa karena rempah

paderipaderimu berkata: kami tak punya Tuhan
lalu berkhotbah seperti dewa
dan Tuhan yang sama
diajar spanyol, portugis dan gujarat
dilarang disembah

tuan residen Jellesma…
cerita ini sudah lama
tapi kau tak lupa berapa gulden pajak babi potong
kami menyetor dua puluh lima persen
ke kas kerajaan Belanda
lalu kau ambil lagi empat gulden dari setiap wajib pajak
moga kau pun tak lupa berapa gulden pajak pendapatan
berapa hari kami jalani kerja paksa, untuk tuan,
untuk kakikaki tangan tuan

tuan Residen…
apakah kau tahu berapa harga saudara kami
yang terjual di pasar budak Madagaskar dan Brasillia?
berapa kerugian kami dalam kebijakan pemotongan cengkeh
berapa nilai budaya kami yang kau larang
berapa desa yang kau bakar
berapa rakyat yang kau tembak
berapa pahlawan dan raja kau bunuh dan mati di pengasingan
untuk membangun kemegahan Belanda di milenia kedua
di mana benderamu berkibar di atas sejarah busuk
di atas tanahtanah jajahan Hindia Belanda

tuan Residen Jellesma…
kau tak usah merasa dosa
puisi ini kutulis sekadar refleksi sejarah lama
karena setelah kami enam puluh empat tahun merdeka
sejarah itu kurang lebih sama:
sebuah perahu besar dalam ukuran mini
memuat pendayung bonekaboneka kayu
tiba di pantaiku di tahun 1945
di kirim dari Jawa jadi hantu

lalu sangsaka mengibar kemegahan jakarta
di atas sejarah tangis dusundusun miskin merana

tapi tuan residen Jellesma…
bedanya… aku tak berani bertanya ke istana
berapa harga darah para pahlawan yang gugur
untuk merebut kata: Indonesia Merdeka
bila merdeka hanya untuk segelintir wilayah
segelintir orang

tuan residen…
di sini, saat ini, bicara tak dilarang
di masa ordelama antara dilarang dan tidak dilarang
di masa ordebaru dilarang
di masa ordereformasi tidak dilarang
yang jadi persoalan saat ini
apapun kita bicara tak didengar pemerintah

begitu ceritanya… Indonesia Merdeka!

2009
*) Penyebutan kata “Ratu” bagi orang-orang Sangihe-Talaud bermakna “Penguasa”.

Penulis: Iverdixon Tinungki

Barta1.Com
Tags: jellesmamanadosangiheTALAUD
ADVERTISEMENT
Ady Putong

Ady Putong

Jurnalis, editor. Redaktur Pelaksana di Barta1.com

Next Post
Pendeta Gugat Pendeta Bergulir di PN Tondano

Pendeta Gugat Pendeta Bergulir di PN Tondano

Discussion about this post

Berita Terkini

  • Enam Kapitalaung Diganti, Kadis PMD: Sudah Sesuai Ketentuan 8 Juli 2025
  • Polimdo Posisi Ke – 2, Penilaian Webometrics Politeknik Terbaik di Indonesia 2025 8 Juli 2025
  • Menanti RPJMD Pemerintahan YSK-VM, Peneliti Menilai Zaman Gubernur OD Tidak Inovatif 8 Juli 2025
  • Ranperda RT/RW, Walukow: 8 Desa di Sulut Belum Menikmati Listrik 8 Juli 2025
  • Wamen Ossy Dorong Penyelesaian Konflik Agraria Berbasis HAM dengan Pelibatan Multipihak 8 Juli 2025

AmsiNews

© 2018-2020 Barta1.com - Hosting by ManadoWebHosting.

No Result
View All Result
  • #12328 (tanpa judul)
    • Indeks Berita
  • Contact
  • Home 2
  • Home 3
  • Home 4
  • Home 5
  • Kebijakan Privasi
  • Laman Contoh
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi
  • Talaud
  • Webtorial

© 2018-2020 Barta1.com - Hosting by ManadoWebHosting.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In