MANADO, BARTA1 — Putusan Mahkamah Agung (MA) yang memperbolehkan eks napi korupsi untuk ikut pencalonan legislatif, menurut Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih, wajib dikritisi. Partai politik, atau parpol, juga didesak untuk tidak mengakomodir mantan napi koruptor sebagai wakil rakyat.
“Partai politik sebagai peserta Pemilu untuk tetap mencoret mantan napi korupsi, kejahatan seksual terhadap anak dan Bandar narkoba dari daftar caleg yang mereka calonkan. Sikap bijak partai ini penting dilakukan demi menjawab tuntutan publik, perwujudan pemilu berintegritas dari sisi peserta, dan komitmen terhadap pakta integritas yang telah mereka sepakati,” kata koalisi lewat rilis ke Barta1, Senin (17/09/2018).
(baca juga: Parpol Tidak Konsisten Bila Calonkan Eks Napi Koruptor)
Koalisi tersebut telah menggelar diskusi untuk menyikapi hal tersebut, dengan narasumber masing-masing Hadar Nafis Gumay (Netgrit), Fadli Ramadhanil (Perludem), Aditya Perdana (Puskapol UI), Wahidah Suaib, Donal Fariz (ICW) serta Syamsudin Alimsyah (Kopel Indonesia).
Mereka menyebut, apabila partai tidak mencoret, KPU mesti mengadopsi gagasan menandai atau memberi keterangan mantan napi korupsi, kejahatan seksual terhadap anak, dan bandar narkoba sesuai dengan kejahatan yang mereka lakukan.
“KPU untuk membuka curriculum vitae seluruh caleg Pemilu 2019 tanpa terkecuali, termasuk apabila calon pejabat publik tersebut keberatan. Sedangkan publik mengambil peran dengan mengenali rekam jejak caleg dalam pemilu 2019 dan tidak memilih nama-nama yang sudah pernah terbukti melakukan korupsi demi perbaikan legislatif ke depan,” kata mereka.
Mahkamah Agung (MA) telah memutus larangan Peraturan KPU bertentang dengan UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Putusan ini membuat mantan napi tiga tindak pidana kejahatan serius di atas dapat berkontestasi di Pemilu 2019. Namun koalisi menduga proses pengujian materi ini oleh MA tidak sesuai prosedur karena dilakukan sebelum Mahkamah Konstitusi (MK) menyelesaikan uji materi atas UU Nomor 7/2017.
Pasal 55 UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi tentang menyebutkan, proses uji materi peraturan perundang-undangan di MA dilakukan setelah proses uji materi di MK selesai
“Proses pengujian terkesan tidak terbuka, padahal larangan ini merupakan polemik panjang di mana pendapat pihak pendukung dan penolak juga penting didengar dan dipertimbangkan. Hingga saat ini, putusan juga belum dipublikasikan atau diakses publik,” kata para narasumber.
Koalisi memberi apresiasi pada KPU RI dan KPU di daerah yang telah sangat berani, tegas, dan konsisten melarang mantan napi korupsi menjadi caleg di tengah kepungan penolakan stakeholders kunci pemilu, seperti partai politik dan Bawaslu.
Juga pada 3 partai politik, yaitu PPP, PKB, dan PSI yang telah berkomitmen untuk tidak mencalonkan mantan napi korupsi dalam Pemilu 2019.
(baca juga:Menghadang Mantan Napi Korupsi di Pemilu 2019)
Tanggapan Parpol
Menyoal putusan MA melonggarkan eks napi koruptor, bekas napi pelaku kejahatan seksual anak serta mantan napi bandar narkoba dalam Pemilu tahun depan, Sekretaris Jenderal PSI Raja Juli Antoni berkata, partainya menerima keputusan itu dengan rasa kecewa dan jengkel. Menurutnya, keputusan MA tidak membawa keadilan bagi masyarakat.
“Tapi karena ini sudah menjadi keputusan dan akan dilaksanakan, rakyat harus cerdas memilih dan memilah parpol dan caleg yang anti-korupsi, parpol yang tidak menempatkan satu orangpun caleg mantan napi koruptor di DCT-nya,” ujar Raja Juli seperti dilansir Tirto,id, Jumat (14/09/2018).
Sekjen Perindo Ahmad Rofiq menyatakan, MA memberi banyak pelajaran bagi peserta dan penyelenggara pemilu. Perindo kata Rofiq menghargai keberanian dan kemauan KPU membuat para koruptor tidak menjadi caleg. Seharusnya, kata dia, setiap parpol menghargai dan sejalan dengan semangat KPU.
Rofiq memastikan Perindo akan tetap tidak mendaftarkan eks napi kasus korupsi menjadi caleg, meski MA sudah membuka peluang tersebut.
“Untuk keputusan MA kembali kepada hati nurani partai masing-masing. Hukum harus ditegakkan tapi moral politik juga harus dijadikan pegangan. Partai Perindo tetap konsisten mengikuti semangat KPU,” ujar Rofiq.
Sekjen PPP Arsul Sani berkata keputusan MA tak berdampak apapun pada partainya, karena PPP sejak awal berkomitmen tak mau mendaftarkan eks napi kasus korupsi menjadi caleg.
“Namun PPP juga berpendapat secara hukum pelarangan eks terpidana kasus korupsi menjadi caleg atas dasar PKPU memang keliru secara hukum. Itu bukan hanya menabrak UU Pemilu […] tapi juga menabrak beberapa Putusan MK,” kata Arsul. (*)
Penulis: Ady Putong
Discussion about this post