Manado, Barta1.com – Wakil Gubernur Provinsi Sulut, Steven OE Kandouw pada setiap sambutannya selalu mengingatkan anggota DPRD Provinsi Sulut untuk parle.
“Seorang politisi itu harus memiliki determinasi dan residen. Tampa ini, jangan harap. Sesuai dengan asal katanya anggota parlemen. Le Parle ini dalam bahasa Prancis artinya bicara,” ungkap Steven saat menyaksikan pelantikan PAW Rheza Waworuntu dan Meyke Lavarence, Ruang Paripurna DPRD Provinsi Sulut, Sabtu (23/3/2023).
Ketika menjadi anggota Parlemen, kata Steven, harus parle dan mampu menyuarakan aspirasi masyarakat sesuai dengan sumpah jabatannya yang sudah diambil.
Hal itu rupanya tidak sesuai dengan kondisi saat ini bagi sebagian pendatang baru di DPRD Provinsi Sulut periode 2024-2029, yang terlihat irit bicaranya pada saat Rapat Dengar Pendapat (RDP), Banggar dan Paripurna, selama periode saat ini berlangsung.
Beberapa komisi yang sudah melakukan RDP, terlihat pendatang baru yang aktif berbicara adalah, Royke O Roring, Normans Luntungan, Louis Carl Schramm, Jeane Laluyan, dan Pierre Makisanti.
Bahkan pada RDP Komisi II baru-baru ini, yang mengundang PT Pertamina Petra Niaga. Di dalamnya banyak aspirasi yang dikeluhkan oleh masyarakat Sulut, baik itu pada kelangkaan solar BBM maupun Gas lpg 3 kg.
Pada kesempatan itu. Ketua Komisi II DPRD Provinsi Sulut, Inggrid Sondakh memulai RDP dengan memberikan kesempatan kepada anggotanya untuk bertanya kepada pihak PT Pertamina Petra Niaga maupun Biro Perekonomian.
Namun, pada kesempatan itu hanya 2 pendatang baru yang menunjukkan kualitasnya, yakni Normans Luntungan dan Jeane Laluyan.
Sedangkan lainnya, masih terlihat irit bicaranya. Bahkan anggota Fraksi Golkar Sulut itu, memberikan kesempatan kepada anggota DPRD Provinsi Sulut dapil Minsel – Mitra, Eldo Wongkar.
Setelah diberikan kesempatan. Secara santai, Eldo menjawab. “Apa yang ingin saya tanyakan sudah ditanyakan semua oleh Jeane Laluyan.”
Melihat persoalan ini. Pengamat politik Taufik Tumbelaka, ketika diwawancarai Barta1.com, kamis (19/12/2025) mengatakan kinerja dari para wakil rakyat seyogyanya dipantau dan dievaluasi oleh partai politik (Parpol) pengusungnya.
“Hal ini ketika tidak dievaluasi, maka masyarakat yang dirugikan, sekaligus Parpol akan terkena imbas negatif,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan, alangkah baiknya setiap Parpol mengingatkan kadernya ketika menjadi wakil rakyat itu harus “bersuara” lantang untuk kepentingan rakyat.
“Posisi sebagai wakil rakyat yang kerap disebut “parlemen” sebenarnya berasal dari kata: Le Parle atau bicara dalam artian bicara untuk kepentingan rakyat sesuai dengan tugas dan fungsi, serta tanggung jawabnya,” jelas anak dari mantan Gubernur Provinsi Sulut, Frits Johanes Tumbelaka itu.
Jika Wakil Rakyat irit bicaranya, tambah Taufik, akan menjadi tanda tanya bagaimana dengan wacana dari Presiden Prabowo Subianto yang melontarkan tentang kepala daerah dipilih oleh DPRD ?.
Diketahui sebelumnya oleh Barta1.com, gaji perbulan yang diterima oleh anggota DPRD Provinsi Sulut itu sebesar 48 Juta. (*)
Peliput: Meikel Pontolondo
Discussion about this post