Manado, Barta1.com – Rancangan peraturan daerah (Ranperda) Haji terus dibahas oleh anggota DPRD Provinsi Sulut periode 2019-2024.
Pembahasan itu dilaksanakan di Ruang Serba Guna DPRD Provinsi Sulut, Senin (19/08/2024), yang dipimpin langsung oleh ketua panitia khusus (Pansus) Ranperda Haji, Amir Liputo.
Pada saat pembahasan, Amir Liputo menyampaikan akan melakukan rapat kembali dan akan mengundang unsur Bupati/ Walikota dari 15 Kabupaten/Kota, unsur legislatif dan Kemenag Kabupaten/Kota di hari Rabu, (21/08/2024), pukul 10.00 Wita.
“Mengundang mereka tujuannya mencari jalan keluar bersama, apakah kita bisa berjalan bersama-sama atau tidak, kesepakatannya nanti dipertemuan hari Rabu,” ungkap Amir sambil tersenyum.
Kader PKS ini juga meminta masukan dari pihak Kemenkumham Sulut, berkaitan dengan Ranperda Haji.
“Mohon masukannya Bapak,” singkat Amir kepada Kepala Bidang Hukum Kemenkumham (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia) Sulut, Dr. Frangky Zachawerus.
Kemudian, kata Amir, Pansus, Biro Hukum, dan Kakanwil bersepakat apakah Perda ini mengikat sampai Kabupaten/Kota atau tidak.
“Selama ini Jemaah Haji merasa ada perbedaan perlakuan, di mana ada daerah yang memberikan tali kasih lebih, ada yang tidak, ada yang sedikit dan diberikan satu tempat di embarkasi, sehingga menimbulkan sesuatu yang tidak baik,” jelasnya.
Kedua, terjemahan Undang-Undang Haji tentang kewajiban daerah, sehingga hari Rabu akan mengundang Walikota/Bupati dan Kemenag Kabupaten Kota untuk sama-sama membahas Ranperda Haji ini, karena menjadi persoalan saat ini adalah pembebanan biaya, apakah biayanya ditanggung bareng-bareng atau hanya Pemerintah Provinsi Sulut.
“Teman-teman dari anggota DPRD dari saudaraku dari umat Kristiani meminta ini menjadi tanggungjawab bersama, tapi ada alternatif kedua, andaikan Kabupaten/Kota tidak setuju, maka kami bersepakat penanggulangannya dari Asrama Haji ke embarkasi. Dari embarkasi daerah asal, kami serahkan ke Pemerintah Kabupaten/Kota” ujarnya.
Setelah mendengar penjelasan dari anggota Fraksi Nyiur Melambai itu, Franky mencoba menanggapi dengan menjelaskan melalui Undang-Undang 8 tahun 2019 pasal 36 benar ada atribusi kewenangan pada pemerintah daerah untuk menanggung hal-hal yang disebutkan, seperti transportasi, daerah asal ke embarkasi, akomodasi dan penyiapan konsumsi.
“Jika ditanya ke kami ini akomodasi terhadap seluruh pemerintah daerah, termasuk Pemerintah Provinsi Sulut maupun Kabupaten/Kota, tapi delegasinya bukan dalam bentuk perintah, sehingga bersifat fakultatif, namun dibacanya secara fakultatif,” jelasnya.
Menurut Franky, tidak bersifat ditanggulangi, tapi dikembalikan kepada daerah sesuai dengan kemampuan daerahnya masing-masing. “Jika dibaca secara seksama, tidak mendelegasikan dalam bentuk norma apa yang diatur dalam pemerintah daerah ini.
Hanya mengatakan saja bahwa daerah asal ke embarkasi atau daerah embarkasi menjadi tanggungjawab pemerintah daerah, tapi tidak menyebutkan kira-kira peraturannya akan diatur di mana.”
“Kemudian dibebankan sekali lagi, menyesuaikan dengan APBD. Jika ditanyakan tadi, apakah Provinsi bisa mengatur Kabupaten/Kota, secara administrasi negara antara Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota mereka merupakan wilayah otonom yang terpisah. Sekalipun, ada sistem hierarki dalam posisi struktur pada kelembaban negara, ketika menjalankan otonomi Provinsi sendiri, dan Kabupaten/Kota juga sendiri, dan tidak mungkin kita memaksakan bahwa Pemerintah Kabupaten Kota untuk menganggarkan hal tersebut, bahkan Undang-Undang tidak menyebutkan hal tersebut,” terangnya.
Akan tetapi, tambah Franky, dalam pengalaman dibeberapa daerah, seperti Bolmong yang didampingi mungkin sudah jadi Perdanya, jadi setiap Kabupaten/Kota itu membuat Perda yang sama. “Mereka mengatur pembiayaan mulai dari kampung halaman mereka sendiri sampai embarkasi, sebaliknya kembali ke embarkasi, mereka mengaturnya. Jika Provinsi mengatur, tentunya ini harus dibuatkan rapat bersama, jangan sampai ada pembiayaan ganda kepada satu objek, ” imbuhnya.
“Namun tidak semua Kabupaten/Kota membuat Perda Haji ini, karena daerah yang kami dampingi itu baru Bolmong dan Bolmut, itu yang baru selesai Perdanya. Berkaitan dengan pembiayaannya, sesuai dengan apa yang didelegasikan di pasal 36 tersebut,” jelasnya lagi.
Mendengar penjelasan Franky, ditanggapi kembali Amir dengan menyebut bahwa dirinya oleh Kanwil manapun yang menjabat, selalu diundang menjadi panitia, sekalipun Bolmong dan Bolmut sudah ada Perda, namun belum ada yang menanggung biaya tersebut dan Perdanya belum dilakukan, sehingga Kabupaten/Kota ini masih memberikan dalam bentuk tali kasih yang jumlahnya bervariasi dan Pemerintah Provinsi juga seperti itu.
“Semua tergantung siapa Walikota dan Bupatinya, Gubernurnya juga begitu, karena di DPRD Sulut saat reses selalu menerima keluhan masyarakat, mereka mengatakan Bapak katanya ada Undang-Undang bisa dibiayai untuk Haji kenapa kami tidak, tolong DPRD membuat aturan, untuk menjembatani hal tersebut kami akan mengundang Walikota dan Bupati untuk rapat bersama,” pungkasnya.
Dalam pertemuan tersebut hadir juga Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Sulut, H. Sarbin Sehe, Karo Hukum Provinsi Sulut, Flora Kristen, mantan PJ Sekprov Sulut,Dr. Praseno Hadi dan lain-lain.
Sedangkan anggota Pansus itu, yang hadir adalah Berty Kapojos, Meyke Lavarence, Hilman Idrus dan Ferry Liwe.(*)
Peliput : Meikel Pontolondo
Discussion about this post