Manado, Barta1.com – Sehubungan dengan pemberitaan Barta1.com pada 16 Juli 2024, berjudul “Cerita Kelam Aktivis Perempuan Sulut Diduga Dilecehkan Oknum Pengurus WALHI Nasional maka Tim Verifikasi yang terdiri dari Ririn Sefsani, Mualimin Pardi Dahlan, Risma Umar, dan Wiwin Matindas memberikan hak jawab.
Mereka memberikan tanggapan materi berita sebagai “delegasi WALHI Nasional dan penasehat hukum”, perlu kami berikan tanggapan bahwa kami bukan delegasi WALHI Nasional atau penasehat hukum sebagaimana disebutkan, melainkan Tim Verifikasi yang dibentuk oleh Dewan Nasional WALHI berdasarkan SK Nomor: 042/SK.DN/WALHI/V/2024 tertanggal 8 Mei 2024. Tim ini bersifat independen untuk melakukan tugas verifikasi, mengumpulkan fakta-fakta dan memberikan rekomendasi kepada WALHI atas pengaduan Sdri AAP, saat ini team verifikasi sedang mengumpulkan keterangan dan data dari semua sumber dan pihak untuk menjadi bahan pertimbangan WALHI menindaklanjuti dan menangani dan mengambil keputusan-keputusan yang dianggap perlu. Kedatangn team verifikasi ke Sulawesi utara menemui Sdri AAP dan berbagai pihak dalam rangka menjalankan tugas tersebut. Jadi tidak benar kalau kami disebut sebagai delegasi dan penasihat hukum.
“Klarifikasi dan investigasi hanya berpatokan kepada siapa dalang yang melakukan pengiriman surat keberatan tersebut ke WALHI Nasional, bukan pada substansi masalah” (Paragraf ke-4 pemberitaan), tidak benar jika kami hanya memeriksa siapa dalang yang melakukan pengiriman surat, faktanya selama 2 (dua) hari kami di Manado telah memeriksa banyak pihak termasuk korban (pengadu) secara lengkap terkait substansi masalah yang diadukan (semua telah kami rekam sesuai persetujuan yang dimintai keterangan), dan perlu pula kami tegaskan bahwa klarifikasi dan investigasi kami terkait siapa dalang dibalik pengiriman surat tersebut adalah hal penting untuk mendalami motif dan dasar dari pengaduan tersebut, untuk memeriksa kebenaran pengaduan dan memastikan tujuan pengaduan untuk kepastian penyelesaian permasalahan korban.
Selain itu perlu kami jelaskan pula bahwa mekanisme pengaduan yang berlaku umum secara formil seharusnya disampaikan secara jelas siapa identitas pengadu secara terbuka dan kepada siapa pengaduan disampaikan dengan mekanisme yang dibenarkan sesuai ketentuan, sementara dalam masalah ini pengadu (korban) dalam keterangan mengaku tidak mengirimkan surat tersebut, dan surat tersebut juga tidak dikirimkan kepada yang berwenang dalam masalah ini yakni Dewan Nasional WALHI ataupun Eksekutif Nasional WALHI.
Atas keberatan yang disampaikan tim pendamping (lawyer) pengadu ini, justru menjadi aneh jika tim pendamping pengadu merasa keberatan dan takut terungkap siapa yang melakukan pengiriman surat pengaduan tersebut, sehingga patut kami pertanyakan balik bagaimana WALHI akan dapat menyelesaikan masalahnya bila team pendamping takut diketahui siapa pengirim suratnya.
Bahwa isi pemberitaan pada paragraf ke-5 yang menyebutkan “Tim delegasi WALHI Nasional tidak menunjukkan surat pemberhentian oknum pelaku di WALHI Nasional. Tim juga tidak menunjukkan klarifikasi oknum pelaku dalam forum internal WALHI”, perlu kami jelaskan bahwa pernyataan ini adalah sesat dan tidak berdasar bahkan telah sengaja mendiskreditkan kami.
Selaku tim verifikasi, sekali lagi perlu kami tegaskan bahwa kami bukan delegasi WALHI Nasional sebagaimana yang dituduhkan, kami adalah tim verifikasi yang independen yang dibentuk oleh Dewan Nasional WALHI, yang memiliki tugas dan berwenang untuk melakukan pemeriksaan atas pengaduan tersebut, tidak ada kewenangan kami untuk menunjukkan surat pemberhentian oknum pelaku di WALHI Nasional atau mengklarifikasi oknum pelaku dalam forum internal WALHI, hal tersebut adalah hak dan kewenangan penuh dari fungsionaris WALHI. Atas tuduhan ini, sepatutnya kami akan pertimbangkan untuk mengambil tindakan-tindakan yang dibenarkan menurut hukum.
Kami mengimbau kepada para pihak yakni pendamping dan jurnalis/media massa dalam melakukan pendampingan kepada pengadu dan kepada jurnalis/media massa seharusnya memperhatikan aspek dan kaidah pendampingan dan pemberitaan korban dalam eksplorasi masalah, wajah dan nama di ruang publik, dengan mempertimbangkan psikologis pengadu, anak dan keluarga pengadu serta pihak lain yang akan terdampak secara moral di masa depan dan sebagai bentuk penghormatan dan perlindungan data pribadi.
WALHI sebagai organisasi menjunjung tinggi prinsip keadilan dan anti terhadap segala bentuk kekerasan berbasis gender dan seksual. Pada kasus yang sedang bergulir ini, WALHI telah berkomitmen untuk memberikan perlindungan kepada terduga korban dan dukungan lain yang dibutuhkan oleh terduga korban. Prinsip perlindungan dan keadilan kepada terduga korban menjadi prioritas utama WALHI selama proses penanangan kasus ini. Harapan kami, di tim verifikasi prinsip perlindungan berbasis informasi dan fakta yang benar, kiranya dapat diimplementasikan juga oleh para pihak lain salah satunya media massa.
Penulis : Agustinus Hari
Discussion about this post