Manado, Barta1.com — Kedatangan bakal Calon Bupati Kepulauan Talaud, Irwan Hasan di Bandara Melonguane, Jumat (07/06/2024) siang, disambut ratusan massa pendukung. Bersama arak-arakan kendaraan massa ini, Irwan Hasan kemudian bergerak mengelilingi ibukota Kabupaten Talaud itu.
Di Talaud, sejumlah nama kandidat Bupati dan Wakil Bupati mulai ramai diperbincangkan seiring momentum Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kabupaten Kepulauan ini yang akan berlangsung pada 27 November 2024 mendatang.
Namun sejauh ini, baru figur Irwan Hasan yang dapat dipastikan telah siap melaju ke ajang suksesi tersebut pasca-dukungan koalisi partai Golkar, Gerindra, dan Perindo yang telah dikantonginya. Ia juga telah mendaftar sebagai calon Bupati di sejumlah partai lainnya seperti Nasdem dan PSI.
Lepas dari dinamika politik jelang Pilkada tersebut, ada hal menarik dalam perbincangan lepas di Manado, belum lama, dengan sosok politisi dan pengusaha asal Pulutan, Karakelang itu, terkait konsep kepemimpinan Talaud yang sejatinya dirindukan masyarakat daerah perbatasan ini.
“Talaud punya sesuatu yang original menjadi miliknya yaitu tradisi budaya kepemimpinan. Di sana, baik pemikiran, dan laku kehidupan mereka adalah sejatinya tradisi budaya itu. Bagi mereka kepulauan Talaud adalah sebuah “Wale Bahewa” (rumah besar) di mana setiap “Ana u Wanua” (penduduk) dipandang sebagai sebuah keluarga. Dengan perangkat pranata itu pula mereka sejak masa lampau secara efektif dan efisien menata institusi kepemimpinan dalam masyarakatnya,” ungkap Irwan Hasan.
Penguasa atau pemimpin Talaud, sejak masa lampau, kata dia, menyandang gelar metaforis “Palang Bahewa” yang artinya pangkuan besar yaitu suatu kekuatan atau kekuasaan yang memiliki pengaruh merangkul dan memeluk .
Demikian posisi kepemimpinan dipersepsikan sebagai sosok orang tua bagi rakyat yang dipersonifikasi sebagai anak (Ana u Wanua).
Hubungan antara penguasa dan rakyatnya dapat dibayangkan sebagai sebuah keluarga, di mana pemimpin adalah pelindung dan penolong bagi rakyatnya. Pemimpin adalah sosok pangkuang besar yang merangkul, memeluk rakyatnya dengan penuh ketulusan, kejujuran, kesetian, dan kasih sayang. Oleh karena laku itu, rakyat menghormati, mencintai, dan ikut bersinergi dengan pemimpinnya.
Konsep dan fungsi kepemimpinan dalam pandangan tradisional ini, kata Irwan Hasan, secara eksplisit yaitu menjalankan “papunna”, suatu kewajiban memperhatikan, menata dan memelihara rakyatnya.
“Dalam perpektif religius, pemimpin bagi masyarakat Talaud adalah sosok yang menjadi jalan berkat untuk kebaikan hidup rakyatnya,” jelas sosok yang juga dikenal sebagai Hamba Tuhan di gerejanya ini.
Kendati konsep kepemimpinan tersebut datang dari sebuah masa yang jauh, bukan berarti ia tak sejalan dengan konsep kepemimpinan modern.
Para perumus teori leadership modern seperti Warren Bennis dan Burt Nanus, memandang kepemimpinan sebagai kemampuan seorang pemimpin mengelola anggota tim dengan efektif dan efisien, untuk mencapai tujuan dengan baik.
Dalam buku “Leaders: The Strategies for Taking Charge” mereka menyebutkan, kepemimpinan adalah kekuatan yang sangat berpengaruh di balik kekuasaan atau suatu organisasi /perusahaan. Untuk menciptakan organisasi yang efektif, seorang pemimpin harus mampu memobilisasi organisasi menuju visi yang telah ditetapkan.
Mengacu pada teori kepemimpinan, setidaknya ada 3 konsep kepemimpinan modern (Style of Leadership) yang disebutkan para ahli yang terakumulasi dalam perilaku pemimpin yang juga terkonstruksi pada tradisi budaya Talaud sejak masa lampau, yaitu; Pertama, Gaya Kepemimpinan Kharismatik. Sebuah gaya kepemimpinan yang menarik perhatian banyak orang. Disebut juga gaya kepemimpinan yang memesona dengan cara bicara yang membangkitkan semangat.
Gaya kepemimpinan ini juga disebut kepemimpinan vinionaris, sangat menyukai perubahan dan tantangan. Juga dipandang sebagai gaya kepemimpinan yang dianugerahkan Tuhan.
Kedua, gaya kepemimpinan demokratis. Sebuah gaya kepemimpinan yang mempercayai bawahan. Setiap ada permasalahan selalu mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang utuh.
Dalam gaya kepemimpinan demokratis pemimpin memberikan banyak informasi tentang tugas serta tanggungjawab para bawahannya. Pada gaya kepemimpinan demokratis, anggota memiliki peranan yang lebih besar. Pada kepemimpinan ini seorang pemimpin hanya menunjukkan sasaran yang ingin dicapai saja, tentang cara untuk mencapai sasaran tersebut, anggota yang menentukan.
Selain itu, anggota juga diberi keleluasaan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Gaya kepemimpinan ini biasanya dilakoni seorang diplomator ulung. Ia merupakan sosok yang sangat sabar dan sanggup menerima tekanan.
Ketiga, gaya kepemimpinan moralis. Sebuah gaya kepemimpinan yang paling menghargai bawahannya. Biasanya seorang pemimpin bergaya moralis sifatnya hangat dan sopan kepada semua orang. Pemimpin bergaya moralis pada dasarnya memiliki empati yang tinggi terhadap permasalahan bawahannya. Segala bentuk kebajikan ada dalam diri pemimpin ini.
Maka adalah sangat riskan, kata Irwan Hasan, bila kita menyaksikan praktik kepemimpinan yang justru tak hirau pada nasib rakyatnya. Kepemimpinan yang membangun citra peduli rakyat sekadar untuk kepentingan publikasi media massa, sementara dibalik itu, ia justru merampok seluruh hak rakyat.
“Gaya kepemimpinan semacam ini tak saja jauh, bahkan berada di luar bingkai kearifan lokal masyarakat Talaud, jauh dari apa yang dipahami dalam metode kepemimpinan modern, bahkan ia adalah pengingkaran pada seluruh konsep kepemimpian yang sebenarnya,” sebut Irwan Hasan.
Menurutnya, dalam ilmu politik, berkaitan dengan masalah kekuasaan, kepemimpinan dipandang sebagai seseorang yang memiliki pengaruh terhadap jalannya kehidupan politik di sebuah negara atau di suatu daerah.
Bagaimana pemimpin itu memimpin akan mempengaruhi bagaimana masyarakatnya bertindak dan berlaku. Jika pemimpin lebih banyak menunjukan tindak destruktif dalam laku hidupnya sebagai pemimpin, maka lembaga pemerintahan bahkan rakyat akan terpengaruh dan hidup dalam laku yang sama.
Itu sebabnya, kepemimpinan disimpulkan sebagai kemampuan mempengaruhi orang lain, baik kelompok atau bawahan, kemampuan untuk mengarahkan sikap dan tindakan kelompoknya.
Ini sebabnya, ujar Irwan Hasan, sebagai upaya meminimalisir ekses demokrasi dan konflik-konflik masyarakat akibat Pilkada, yaitu dengan cara yang arif bijaksana lewat model pemilihan langsung oleh rakyat.
Rakyatlah yang menetukan pilihan. Apakah kemunculan figur-figur pemimpin daerah yang cenderung destruktif dan koruptif masih layak dipilih? Semua berpulang pada sikap rakyat dalam menentukan pilihan. (*)
Penulis:
Iverdixon Tinungki


Discussion about this post