SEBUTIR AIR MATA TUHAN DI SION
Karya: Iverdixon Tinungki
“Tanpa kejahatan,
kuil-kuil penyembahan
bahkan Bait Allah akan menjadi tidak relevan”—Babylon 5.
Panggung: Ruang terbuka tempat berkumpul umat Allah di Yerusalem Masa Nabi Yeremia.
Ruang sederhana dengan latar dinding batu kapur pucat yang telah retak di beberapa bagian. Di beberapa sudut dengan level yang lebih tinggi terlihat ornamen-ornamen kuno yang masih terawat baik. Ada mejah dan kursih serta perabot lain yang nampak tua di ruangan itu yang memberi kesan sakral.
Babak I: Darah Putri Sion
Narasi Pembuka:
Pada tahun 587 SM, di zaman Nabi Yeremia. Nebukadnezar raja Babylon bersama pasukannya yang tangguh mengepung dan menyerang Yerusalem. Dalam delapan belas bulan penyerbuan itu, tak ada yang tersisa di kota suci Daud ini. Simbol-simbolnya hancur terbakar. Kemegahannya pudar berganti pemandangan gelimpangan mayat dan kelaparan di jalan-jalan. Orang-orang mengais makan di tumpukan sampah. Perempuan yang penuh kasih sayang merebus anaknya untuk mengenyangkan dirinya. Kota dipenuhi perampok Edom yang menjarah kuil dan rumah. Pemerkosaan di mana-mana. Orang-orang digantung sesukanya. Bukit Sion pada malam hari dimetaforkan; tersedu-sedu menangis. Air matanya bercucuran di pipi; dari semua kekasihnya tak ada yang menghibur dia. Di sinilah iman diuji di antara api peperangan yang siap melalap setiap lidah yang mengucapkan doa.
(Adegan awal adalah kolase-kolase dramatik dari beragam peristiwa kehancuran yang digambarkan narasi pembuka.)
Kabut asap masih membebat tempat itu dari kebakaran Yerusalem, saat beberapa tentara dari pasukan Nebukadnezar yang dipimpin Achinoam menawan Asyer dan Tamar beserta Libby ibu Tamar. Mereka adalah pengikut nabi Yeremia. Orang-orang lapar dan mereka yang di landa putus asa menyaksikan kejadian itu dengan perasaan pedih.
Achinoam:
(Menjambak rambut Tamar yang tak berdaya sambil menyandar belati di leher gadis itu.)
Wahai kalian kaum pemuja Allah, kaum pengidap sindrom kegembiraan religus.
Hari ini, semua kemegahan Sion telah berakhir. Tanah telah kembali kepada debu dari kobaran api Babylon. Mitos perjanjian kudus di kuil Daud dan Salomo hanyalah jelaga dan arang tak berharga yang hangus oleh sinar kemulian dewa Bel-Marduk.
Karena kalian menolak menyerahkan Jeremia dan gulungan kuno Hukum Kedua, baiklah darah putri Sion ini akan kutumpahkan.
Libby:
(Dalam ketakutan dan kepanikan)
Lepaskan anakku, jangan bunuh dia!
Biarkan aku yang mati. Tapi bebaskan anakku.
Achinoam:
(Kepada Libby)
Bukan engkau percaya, tanpa kejahatan, kuil-kuil penyembahan bahkan Bait Allah akan menjadi tidak relevan di Sion? Setiap bibit iman yang masih muda seperti ini harus mati. Tak ada lagi bayi yang akan lahir dari rahim seorang gadis sebagai generasi penyembah Tuhanmu, agar kalian tahu Bel-Marduk dewa Babilon, lebih perkasa dari Allah yang kalian sembah.
Libby:
Babylon hanyalah manusia-manusia terkutuk. Pemuja berhala!
(Libby mencabut belati di pinggang seorang seorang tentara, dan dengan cepat menyerang Achinoam. Namun seorang tentara lainnya dengan gesit mematahkan serangan itu dan membunuh Libby. Melihat ibunya terhuyung, Tamar menjerit.)
Tamar:
Ibu!
Lampu Padam.
Bagian II: Misi Rahasia Achinoam.
Gavriel, seorang pendeta kuil Yehuda sedang memimpin pertemuan dengan kelompok kecil perlawanan Yerusalem termasuk Asyer dan Tamar.
Gavriel:
Kita harus menyerahkan Yeremia dan gulungan-gulungan suci kepada Achinoam. Itu harapan terakhir kuil Yerusalem di tengah neraka perang ini.
Asyer:
Beberapa bulan yang lalu, Libby dibunuh pasukan Achinoam tepat di depan mata saya dan anaknya Tamar. Lihat air mata Tamar yang belum mengering. Dukanya belum terhapus. Bagaimana saya bisa percaya kepada orang yang jelas-jelas mengangkat pedangnya untuk melukai Yerusalem dan belatinya menusuk jantung Sion, Pendeta Gavriel.
Gavriel:
Dari tempat air mata Tamar meleleh, akan ada sinar terpancar menuju ribuan tahun di masa depan sebagai petanda Allah tak pernah meninggalkan mereka yang memelihara iman.
Inilah perjuangan kita sebagai umat Allah, Asyer!
Saya percaya pada Achinoam, karena hanya dia harapan kita di tengah kebengisan Nebukadnezar. (Melihat ke arah Yael) Yael, berikanlah kesaksianmu tentang Achinoam.
Yael:
Achinoam adalah saudaraku. Ia sudah mengabdi pada Yerusalem sejak masa Raja Yosia. Kini ia seorang anggota pasukan kepercayaan Raja Zedekiah yang disusupkan ke dalam barisan pengawal Nebukadnezar. Misi utama adalah menyelamatkan Nabi Yeremia dan gulungan-gulungan suci kuil Yerusalem.
Tamar:
Dia yang menaruh belati ke leher saya. Haruskah saya percaya kepada serigala Nebukadnezar itu?
Gavriel:
Ia hanya berusaha menunjukan keseriusannya kepada anggota pasukan Nebukadnezar. Tapi tak akan benar-benar menggorok lehermu. Kematian ibumu semata peristiwa yang terduga. Bahkan anggota pasukan yang menusuk ibumu telah dieksekusi Achinoam.
Asyer:
Meski saya juga mengenal Achinoam, tapi saya tidak percaya! Sebagai salah seorang pendeta di kuil suci Yerusalem, mengapa engkau begitu percaya pada jenis manusia bermuka dua seperti Achinoam. Selama delapan belas bulan kita bertahan dari gempuran Babilon, kini kita harus mengantungkan nasib Sion kepada Achinoam. Saya dendam padanya!
Yael:
(Kepada Asyer)
Mengapa Libby yang harus mati? Mengapa bukan kau yang mencabut belati menyerang Achinoam, sehingga Tamar kekasihmu tak perlu berduka sedalam itu? Itu karena kau sangat melindungi nyawamu, Kau takut mengorbankan dirimu bahkan untuk ibu dari kekasihmu. Kini kau bicara seakan-akan kaulah seorang yang paling berani dan paling bertanggung jawab pada kehidupan Yerusalem.
Asyer:
(Merasa terhina mendengar ucapan Yael)
Keparat kau Yael!
(Membanting sebuah kursi, lalu berjalan ke depan menghunuskan pedangnya menatang Yael).
Mari kita uji keberanian Yael. Hadapi saya untuk membuktikan siapa yang takut kehilangan nyawa!
(Yael Menghunuskan pedang dan hendak maju bertarung dengan Asyer namun cepat-cepat dihadang Tamar.)
Tamar:
Kalian tak perlu membuktikan keberanian. Sion tak membutuhkan bangkai. Sudah terlalu banyak nyawa hilang di negeri kita ini. Yerusalem membutuhkan kalian hidup dan selalu waras, agar setiap jengkal tanah suci ini bisa dipertahankan. Janganlah lagi tambah kesedihanku Asyer. Biarlah kesedihan ini menjadi milikku. Milik seorang anak yang kehilangan ibu. Tapi ada kesedihan yang lebih besar di tengah kita yaitu kesedihan Yerusalem, kesedihan Sion yang memikul tumpukan mayat dan jerit kelaparan yang terus menggemah hingga ke dalam kalbu kita. Ini yang utama harus kita pikirkan. Saya ragu dengan Achinoam, tapi sekaligus saya percaya pada kesaksian pendeta Gavriel dan Yael, bahwa untuk menyelamatkan nabi kita Yeremia dan semua gulungan suci kita serahkan pada Achinoam.
Asyer:
Tamar, apa yang kau ucapkan! Mengapa kau percaya pada orang-orang yang tunduk pada para penakluk itu?
Tamar:
Iman akan mati ketika manusia manusia bermegah pada pancapaiannya Asyer!
Pikiranku bergolak antara percaya dan tidak. Tapi apa yang dapat kuperbuat. Bagiku perang selalu punya cara menunjukan wujud, bahkan dengan hal yang paling tak disangka-sangka.
Asyer:
Kau bukan lagi Tamar yang kukenal, kau bukan lagi putri Sion yang berani. Kalian semua pengecut!
(Asyer meninggalkan tempat itu)
(Disaat yang sama masuk Achinoam)
Asyer:
(Saat berpapasan)
Penghianat Yudea! (Meludah ke tanah sebagai penghinaan). Kau harus tahu Achinoam, aku tak kekurangan pedang untuk menghadapimu.
Achinoam:
Pedangku terlalu mulia untuk menebas leher manusia tak berguna sepertimu, Asyer.
(Asyer exit)
Achinoam:
Maaf kedatanganku sangat tergesa-gesa saudara-saudaraku.
Namun harus kukabarkan segera, tinggal beberapa hari lagi Nebukadnezar akan mengerahkan seluruh pasukan Babilon untuk serbuan akhir ke Yerusalem. Sebelum malapetaka ini muncul, sebaiknya demi keselamatan nabi kita Yeremia, harus segera diserahkan pada perlindungan saya Pendeta Gavriel.
Gavriel:
Kami sudah sepakat menyerahkan Nabi ke dalam perlindunganmu Achinoam.
Pergilah besok selepas paskah bersama Tamar. Hanya dia dan ibunya yang tahu di mana Nabi Yeremia saat ini. Karena hanya keluarga pelayan nabi yang tahu keberadaannya.
Achinoam:
(Kepada Gavriel)
Terima kasih atas kepercayaannya Pendeta Gavriel.
(Kepada Tamar) Kau telah tumbuh menjadi putri Sion yang cantik jelita.
Aku mengenal keluargamu. Karena dulu selalu bertemu di kuil Daud.
Sayang kita dipertemukan dalam situasi Yerusalem yang suram.
Tapi percayalah, hatiku selalu berpihak pada Yerusalem.
Tamar:
Aku hanya percaya pada Tuhan. Dan di tengah perang seperti ini, segala kata manis menjadi tidak penting diutarakan.
Achinoam:
Baiklah, kita bertemu besok. Pendeta Gavriel dan saudara-saudaraku, aku harus bergegas.
Gavriel:
Pergilah Achinoam.
(Achinoam Exit)
(Beberapa orang lapar melintasi tempat itu, mereka berampasan sebongkah roti, lalu makan di sudut-sudut.)
Lampu Padam.
Bagian III: Perjamuan Maut
Kelompok kecil perlawanan Yerusalem duduk mengelilingi meja di ruangan itu. Di tengahnya Pendeta Gavriel yang memimpin perjamuan paskah. Tamar nampak duduk di bagian paling ujung.
Gavriel:
(Memegang dan memecahkan roti paskah)
Untuk mengenang pembebasan dan perbudakan sejak zaman Nabi Musa, inilah tanda perjanjian kita dengan Tuhan untuk mematuhi hukum sejak Daud dan Sulaiman.
(Membagikan roti kepada semua anggota kelompok itu.)
Makanlah!
(Mengangkat cawan anggur)
Inilah tanda perjanjian kita dengan Tuhan untuk keselamatan Yerusalem dan keselamatan umat Allah.
Minumlah!
(Setelah pendeta Gavriel meminum dari cawan, kemudian digilir ke sumua anggota kelompok. Semua telah meminum anggur dari cawan itu kecuali Tamar yang berada paling ujung di meja itu tak meminumnya. Semua orang menatap Tamar.)
Gavriel:
Kenapa kamu tak meminumnya, Tamar?
Tamar:
Karena ini hanya perjamuan akhir untuk para penghianat Sion, dan bukan perjamuan akhir untukku, pendeta Gavriel.
Gavriel:
Apa maksudmu Tamar?
Tamar:
Seperti telah dituliskan: Jalan-jalan ke Zion diliputi duka cita, karena pengunjung-pengunjung perayaan tiada ; sunyi sepilah segala pintu gerbangnya, berkeluh kesahlah imam-imamnya, bersedih pedih dara-daranya; dan dia sendiri pilu hatinya. Inilah akhir dunia, sebuah kebencian yang membinasakan.
(Seseorang tiba-tiba jatuh dari kursinya. Lainnya menggigil dan gemetar menahan sakit di perut dan dada mereka. Pendeta Gavriel tiba-tiba muntah.)
Gavriel:
Kau meracuni kami Tamar!
(Marah)
Betapa durhaka…betapa durhaka.
Tamar:
Pengetahuan adalah ibu yang mengajari kita
Menggenggam matahari atau melipatnya.
Pengetahuan adalah mata pisau yang bisa membedakan
Kepalsuan yang harus luka atau kebenaran yang patut dipertahankan.
(Pendeta Gavriel mengerang kesakitan)
Gavriel:
Kau tak lebih dewa perang Ishtar Babylon yang berjinjit-jinjit membunuh kebenaran dengan ciuman mautnya. Aku tak percaya ini dilakukan putri Zion.
(Pendeta Gavriel akhirnya jatuh, sementara lainnya gemetar dalam sakaratul maut. Tamar memandang keadaan itu dengan sedih sambil menyenandungkan sebuah lagu.)
Lagu Tamar:
Tak ada yang salah pabila aku tak lagi
menerima secercah pesan
daunan berkibar dan ciuman memijar
dari rengkah bibir yang suci oleh karena apinya
aku mulai suka dengan tempatku berakhir
cara hidupku sendiri
tak memaksa disukai
sebagaimana matahari tak meminta selamat pagi
atau ucapan cinta dikecupkan ke dahi
Tak ada yang salah dengan perbedaan
Karena itu sejatinya kekuatan dan anugerah
Bahkan saat semua orang menghilang
Dan aku hanya berdua dengan kesepian
(Tamar kemudian meninggalkan tempat itu. Tak berapa lama masuk Asyer. Melihat keadaan itu, Asyer kaget dan panik. Ia berusaha mencari seseorang yang masih bisa bicara untuk mencari tahu penyebab kejadian itu. Tiba-tiba pendeta Gavriel berusaha bangun dengan susah payah. Asyer mendekati Gavriel.)
Gavriel:
Tamar…Tamar meracuni kami.
(Pendeta Gavriel jatuh dan tak bergerak lagi)
(Tak berapa lama muncul Achinoam. Melihat keadaan itu, Achinoam menyangka itu perbuatan Asyer).
Achinoam:
(Menatap Asyer dengan tajam sambil menghunus pedangnya)
Mengapa kau lakukan ini!
Asyer:
(Berusaha menjelaskan)
Bukan saya. Tamar yang meracuni mereka.
Achinoam:
Kau pikir aku dapat dikelabui?
Hunuskan pedangmu!
Asyer:
Aku mau menghunuskan pedang tapi bukan untuk alasan kematian yang ini.
(Achinoam menyerang Asyer, menyeretnya, lalu membunuhnya)
(Tiba-tiba masuk Tamar)
Tamar:
Bukan Asyer yang membunuh mereka, tapi aku.
Achinoam:
(Menyesal)
Tamar…
Tamar:
Bukankah Babylon menyukai kematian Sion?
Dan kalian orang-orang Nebukadnezar mau menjejal negeri kami dengan mayat-mayat putra Yerusalem.
Achinoam:
Tapi aku orang Yudea. Sudah kujelaskan, aku datang untuk menyelamatkan Nabi Yeremia dan semua gulungan suci kuil Yerusalem. Aku bukan penghianat Sion.
Tamar:
Dalam perang siapa yang dapat dipercaya.
Aku tak percaya padamu bahkan kepada pendeta Gavriel dan kelompok perlawan Yerusalen yang bersekutu denganmu Achinoam. Aku hanya percaya pada diriku sendiri. Kau pernah sandarkan belati ke leherku, bahkan ibuku mati di tangan pasukanmu.
Achinoam:
Ibumu selamat. Aku merawat lukanya dan dia sembuh.
Tamar:
Sandiwara apalagi itu Achinoam.
Mataku sendiri yang melihat ibuku terkulai dan tak bernafas.
Tapi kau tak perlu membunuhku. Jangan kotori pedangmu dengan darah putri Sion.
(Tamar mendekati meja perjamuan dan mengambil cawan anggur paskah)
Tamar:
Biar kugenapkan kematiap Sion dengan caraku sendiri.
(Menimun anggur dari cawan lalu duduk pada sebuah kursi, kemudian Tamar bersenandung.)
Lagu Tamar:
Di tepi sungai-sungai Babylon
Di sanalah kita duduk sambil menangis
Apabila kita mengingat Sion
Tak ada seorang pun yang menghibur dia
(Tiba-tiba muncul Libby bersama beberapa anggota pasukan Achinoam)
Libby:
Tamar!
Tamar:
(Kaget, lalu memandang ke ibunya, dengan nafas yang mulai sesak.)
Ibu… kau masih hidup?
Libby:
Achioam menyelamatkan nyawaku.
(Tamar berdiri namun sudah agak goyah oleh pengaruh racun dalam anggur. Libby bergerak cepat memeluk Tamar.)
Tamar:
Perang membuat aku tak lagi bisa melihat kebenaran.
Aku tak mampu membedakan yang palsu dan yang murni.
Aku hanya percaya, Allah akan menolong Sion.
Maafkan aku ibu.
(Libby berusaha memeluk Tamar yang mulai terhuyung hingga terduduk.)
(Libby menaru anaknya yang sekarat di pangkuannya dengan sedih)
Libby:
Pada saat seperti ini
cinta menjadi perasaan yang tak dapat dipercakapkan
Ia hanya mimpi yang pulang
yang pergi
yang menceritakan sederet kisah
tak perlu dijinakan
tapi ia nyata
Bagi banyak orang yang melewati pintu kuil bahaya
(Libby mengulangi lagu Tamar)
Libby:
Di tepi sungai-sungai Babylon
Di sanalah kita duduk sambil menangis
Apabila kita mengingat Sion
Tak ada seorang pun yang menghibur dia
Lampu Padam.
Bagian IV: Penutup
Narasi Penutup:
Pada tanggal 9 Agustus 586 SM, Nebukadnezar memasuki Yerusalem yang telah hancur dan terbakar. Di kota itu, orang-orang yang terbunuh lebih beruntung dari pada mereka yang hidup tapi kelaparan. Nabi Yeremia dideportasi ke Bibilon bersama puluhan ribu orang Yudea. Yang tertinggal di Sion hanya kesepian, dan gulungan suci Hukun Kedua dinyatakan hilang, lenyap.
(Lampu menyala)
(Nampak seorang kelaparan sedang mengais tumpukan sampah. Ia kemudian menemukan gulungan Hukum Kedua. Ia sejenak membaca gulungan itu.).
Orang Lapar:
Ini gulungan Hukum Kedua!
(Gulungan itu lalu disobeknya, kemudian dimakannya.)
Tamat.
8 November 2023.
Iverdixon Tinungki
Discussion about this post