Manado, Barta1.com- Ikan asin menjadi santapan bahkan usaha dari masyarakat kepulauan, khususnya yang berprofesi nelayan. Bahan makanan yang terbuat dari daging ikan ini cukup diseriusi oleh sebagian masyarakatnya.
Termasuk Yustisia M Anthonie. Perempuan kelahiran Biaro Tope, 6 Februari 1995 ini. Menseriusi usaha, ikan asin setelah mendapatkan tugas kewirausahaan di kampusnya.
Anak pertama dari pasangan Ripto Anthonie dan Persi Sagilateng ini, memulai usaha ikan asin sejak tahun 2022. “Ikan yang saya jadikan usaha adalah ikan batu, yakni Kerapu,” singkatnya.
“Saya memproduksi ikan asin itu di Kampung Tope, Kecamatan Biaro, Kabupaten Sitaro. Dimana yang membantu mengawetkan ikan itu adalah orang tua saya secara tradisional, yakni dijemur di panas matahari,” tuturnya.
Perharinya Yustisia membeli 3 kilo gram (KG) ikan mentah pada nelayan. Kemudian, melakukan proses penjemuran ikan selama 2 hari. Setelah melewati proses penjemuran. Baru dibuka orderan per-1 Minggu sebanyak 5 sampai 6 KG. “Sebulan itu saya bisa memproduksi ikan asin sebanyak 20 KG. Dengan harga perkilo sebesar Rp. 100.000,” ucapnya.
“Saya memasarkan ikan asin ini menggunakan media sosial, seperti FB, WA dan IG. Konsumen terbanyak saya dari daerah Siau, Tagulandang, Biaro, Tahuna, Manado dan Kota Bitung,” kata Yustisia sambil tersenyum.
Usaha dari ikan asin Yustisia memasuki usia 1 tahun 2 bulan. Namun keuntungannya bisa membantu proses perkuliahan semester akhir adiknya sampai selesai.
* Tantangan menjalankan usaha ikan asin.
Dibalik keuntungan dari penjualan ikan asin. Adapun tantangan yang sering didapatkan,
oleh alumni Jurusan Elektro D3 Komputer Politeknik Negeri Manado ini, yakni musim hujan. “Jika musim hujan saya tidak melakukan produksi. Lebih memilih menyimpan ikan mentah ke friser. Bulan November dan Desember, merupakan musim hujan yang membuat saya berhenti untuk melakukan penjualan,” sahutnya.
“Selain hujan, kesulitan lainnya berkaitan dengan cuaca. Jika laut itu kencang atau berombak, pastinya nelayan kesulitan untuk mencari ikan. Maka Permintaan ikan mentah pun berkurang, bahkan tidak ada,” tambahnya.
* Persaingan bisnis ikan asin.
Untuk bisnis ikan asin, kata Yustisia, di Sitaro tidak banyak dan itu musiman. Jika pun ada itu bukan jenis ikan batu, melainkan Anthonie (ikan terbang) dan harga-nya murah, berkisar Rp. 50.000.
“Jika saya pribadi membuat ikan asin menggunakan ikan batu dan itu ready setiap harinya di musim panas begini. Dan ikan batu lebih mahal dari ikan terbang,” ungkapnya.
“Intinya, sampai saat ini belum ada tantangan yang serius dalam usaha saya ini. Jika pun ada, itu kan baik,” pungkasnya.
Peliput: Meikel Pontolondo
Discussion about this post