Manado, Barta1.com — Sidang Majelis Sinode Istimewa (SMSI) lingkup GMIM yang akan dilaksanakan 30-31 Maret 2021 sudah duluan menuai kontroversi. Sejumlah warga gereja yang tergabung dalam Gerakan Peduli GMIM atau GPG, menyerukan penolakan agenda tersebut, dengan berbagai alasan. Komunitas yang beranggotakan banyak pelayan khusus dari Manado, Bitung, Minahasa, Minahasa Tenggara, Minut, Minsel serta Tomohon tersebut bahkan sepakat menyampaikan penolakan SMSI dalam sebuah Petisi.
Dalam Petisi yang ditujukan kepada BPMS GMIM, MPH-PGI, Gubernur Provinsi Sulut, Pangdam XIII Merdeka, Kapolda Sulut, Ketua DPRD Sulut, Kajati Sulut, Anggota Majelis Sinode pada Sidang Majelis Sinode, Anggota Majelis Sinode pada Sidang Majelis Sinode Tahunan, Sinode AM, Kompolnas, serta seluruh Pelayan Khusus se GMIM tersebut, GPG menyampaikan 4 tuntutan mendasar.
Pertama, GPG mendesak agar Badan Pekerja Majelis Sinode (BPMS) GMIM membatalkan rencana pelaksanaan SMSI tahun 2021. Kedua, GPG mendesak kepada BPMS GMIM untuk tetap melaksanakan keputusan SMS (Sidang Majelis Sinode) ke-79 yang dilaksanakan di Grand Kawanua Kaiwatu tahun 2018 lalu, untuk menyiapkan revisi tata gereja yang nantinya akan ditetapkan pada tahun 2026 mendatang. Ketiga, pelaksanaan tata gereja yaitu tata dasar dan peraturan pelaksanaannya harus dilaksanakan secara murni dan konsisten, demi terciptanya keteraturan dalam kehidupan bergereja.
Terakhir, GPG meminta kepada Gubernur Sulut Olly Dondokambey, SE dan Kapolda Sulut serta aparat terkait lainnya untuk tidak memberikan izin penyelenggaraaan SMSI 2021, karena sangat kontra-produktif dengan himbauan Presiden RI Joko Widodo yang secara intens dan masif terus mensosialisasikan bahaya covid 19 di seluruh wilayah Indonesia.
Mantan wakil sekretaris PGI Pdt Lisye Makisanti STh MSi mengatakan, keputusan untuk melaksanakan SMSI bukan wewenang ketua wilayah, tapi 2/3 utusan resmi jemaat-jemaat dalam persidangan sinode yang digelar 4 tahunan sekali. Bila SMST (Sidang Majelis Sinode Tahunan) merasa ada hal-hal yang perlu diadakan penyesuaian dalam Tata Gereja lanjut Pendeta Lisye, maka SMST berhak mengusulkan diadakan SMSI untuk dipertimbangkan oleh Sidang Sinode Istimewa atau SSI.
Baca Juga: Konsep Perubahan Tata Gereja GMIM Diedarkan ke Jemaat dan Wilayah
“Dan bila peserta SSI menganggap perlu diadakan SMSI berdasarkan pertimbangan awal SMST, maka SSI putuskan untuk melakukan SMSI diawali dengan menugaskan bidang APP (Ajaran, Pembinaan dan Penggembalaan) membuat kajian,” urai Koordinator Pembina Rohani di Kantor Gubernur Sulut ini.
Draft yang dibuat oleh APP yang telah mulai dikaji oleh BPMS selanjutnya kata Pendeta Lisye, dikirimkan ke seluruh jemaat untuk dikaji, dibahas, bahkan digumuli dan doa. “Mungkin draft itu ada tambahan-tambahan penyempurnaan oleh jemaat yang kemudian dikompilasi oleh peserta sidang utusan jemaat dan wilayah. Kajian itu selanjutnya dikirim ke BPMS dan sekali lagi bidang APP mengkompilasi usul dari jemaat-jemaat,” cetus Pdt Lisye.
Oleh sebab itu kata Pendeta Lisye, perlu waktu cukup untuk menetapkan kapan pelaksanaan SMSI. Jadi, kalau hanya ketua wilayah yang setuju baik draft perubahan Tata Gereja dan waktu pelaksanaan SMSI, maka SMSI tersebut dinilai cacat hukum.
“Saya sungguh sedih dengan kenyataan ini. Belum pernah terjadi dalam sejarah GMIM. Mari kita letakan SMSI atau SSI sebagai lembaga Tertinggi dlm pengambilan keputusan bagi lembaga/ atau organisasi prestisius seperti GMIM. Jangan kita jadikan lembaga yang Kepalanya adalah Yesus Kristus, untuk melegitimasi keinginan sekelompok orang,” tandas teolog perempuan ini.
Pendapat lain juga disampaikan Pnt Dra Joice Worotikan, Mantan wakil ketua DPD PDIP Sulut ini justru mengatakan, jika sidang dilaksanakan akan melibatkan ribuan peserta utusan jemaat maupun wilayah. Dan, jika ini diizinkan oleh pihak berwenang, ini adalah tamparan hebat bagi Presiden Joko Widodo. “Jumlah peserta bisa membengkak sampai 3000 orang. Apakah BPMS bisa menjamin kondisi ini,” tutur salah satu aktifis perempuan Sulut yang juga inisiator lahirnya GPG.
Dari aspek medis, mantan Sekretaris P/KB Jemaat GMIM Riedel Wawalentouan Tondano dr Royke Burhan mengatakan, jumlah peserta yang hadir dalam pelaksanaan SSI diperkirakan bisa mencapai 2.000 orang lebih, karena peserta SSI adalah utusan jemaat dan wilayah.
“Kalau peserta SSI mencapai 2.000 orang lebih dengan jarak duduk sejauh 1 meter atau lebih karena penerapan protokoler kesehatan, maka dibutuhkan gedung seluas 1 hektare. Mana ada lahan seluas 1 ha di Manado atau daerah lain di Sulut,” jelas Dokter Royke.
Menurut dr. Royke, dari pertimbangan apapun, kegiatan SMSI jika dilaksanakan sangat rentan terhadap munculnya kluster baru penyebaran covid 19 di Sulut dan kondisinya akan membahayakan keselamatan jemaat dan masyarakat. Jika sudah tertular, maka secara otomatis peserta yang akan pulang yang terdiri dari Pendeta, Penatua dan Syamas sudah pasti akan membawa virus kepada keluarga bahkan di jemaat masing- masing
“Kalau sudah seperti ini, maka ini akan menjadi momentum yang paling menyedihkan di Sulut dikala pemerintah sementara giat-giatnya memutus mata rantai penyebaran covid 19 di Indonesia termasuk sudah pasti akan menciptakan kluster baru di Sulut,” jelas dr. Royke.
Pendapat yang sama juga disampaikan Pendeta Ricky Pitoy Tafuama, salah satu inisiator lahirnya GPG. Dalam keterangan persnya Senin, (22/02), jebolan Fakultas Theologia UKI Tomohon ini mengatakan, Petisi yang disampaikan kepada BPMS GMIM termasuk para Stakeholder di provinsi Sulut tersebut, sebagai upaya untuk “menyelamatkan GMIM sebagai sebuah institusi keagamaan di dunia yang menjawab panggilan pelayanan berdasarkan takut akan Tuhan Yesus.”
“Ini adalah panggilan iman dari Pendeta, Penatua, Syamas maupun anggota jemaat yang memiliki integritas untuk tetap menjaga GMIM sebagai sebuah wadah untuk bersaksi tentang Tuhan Yesus. Karena ini adalah panggilan iman, maka gerakan ini murni tanpa diboncengi, tanpa ada unsur kepentingan dari siapapun dan tanpa paksaan dari manapun,” tutur Pendeta Ricky yang juga lulusan New York University di AS ini. (**)
Editor: Ady Putong
Discussion about this post