Kinatouan
Cerita dan Skenario:
iverdixon Tinungki
–SINOPSIS—
Kakas Masinambow (12) adalah murid kelas VI sebuah SD di Modoinding. Ia bersahabat dengan Bang Garbo (30), seorang fotografer yang berasal dari Kota Manado yang sering datang membuat foto alam perkebunan di desa itu. Kakas mendapatkan banyak bahan bacaan berupa buku dan Majalah dari Bang Garbo. Kakas pun membangun Gubuk Baca kecil di pondok kebun mereka sebagai tempat membaca bagi anak-anak di desa. Semangat Kakas membangun Taman Baca juga mendapat dukungan penuh Reumanen Andrian (12), Kemenakan Bang Garbo. Reumanen menderita sakit Leukemia, makanya ia sering datang dari kota ke rumah Opanya di desa untuk menenangkan hatinya. Setiap kedatangan Reumanen, ia selalu membawa banyak buku dan majalah untuk disumbangkan ke Gubuk Baca yang dibangun Kakas.
Ide Kakas membangun Gubuk Baca itu, akhirnya mendapatkan dukungan pula dari pihak sekolahnya dan pemerintah desa. Bare, Pingkan, Inyo dan Singkop, teman-teman Kakas, dengan penuh semangat mendukung pula upaya mengembangkan Gubuk Baca.
Dunia membaca akhirnya merangsang impian Kakas untuk terus sekolah hingga suatu ketika menjadi sarjana. Namun impian Kakas ditentang ayahnya, karena orang tuanya itu menginginkan dia jadi petani saja agar bisa terus membangun desa pertanian mereka serta menjaga warisan kebun keluarga.
Tak disangka, suatu hari, Gubuk Baca Kakas terbakar akibat kelalaian Inyo Linayen (12) sahabat Kakas yang membuat api untuk membakar jagung di dekat gubuk baca itu. Di tengah semangat yang hampir patah itu, Kakas juga baru mendapatkan kabar dimana sahabatnya Reumanen baru saja meninggal dunia.
Kakas benar-benar terpukul. Beruntung ia selalu teringat puisi yang ditulis Reumanen untuknya. Puisi itu membuat semangat Kakas dan Teman-teman sekelasnya kembali bangkit. Mereka akhirnya kembali bersemangat membangun taman baca yang baru. Taman baca itu mendapatkan dukungan penuh dari Guru Sekolah mereka serta pemerintah desa. Taman baca yang baru akhirnya terwujud dan diresmikan dengan nama: “Taman Baca Modoinding”.
PELAKU DAN KARAKTER:
- KAKAS MASINAMBOW (12): Anak desa. Penyuka Buku.
- REUMANEN ANDRIAN (12): Kemenakan Garbo. Penderita Leukemia.
- INYO LINAYEN (12): Anak Desa. Sahabat Kakas yang suka jahil.
- BARE REGAR (12): Anak desa. Sahabat Kakas.
- PINGKAN TULUNG(12): Anak desa. Sahabat Kakas.
- SINGKOP ADARE (12): Anak desa. Sahabat Kakas
- GARBO ANDARIAN (30): Fotografer. Paman Reumanen.
- OPA ANDARIAN (60): Pengusaha perkebunan, Opanya Reumanen.
- OM DURE (40): Ayah Kakas
- IBU SENDI (35): Ibu Kakas.
- IBU GURU (28): Guru mata pelajaran Bahasa Indonesia.
- MURID-MURID KELAS 6 SD
- PARA PARA PETANI
- EXT. BEBERAPA PEMANDANGAN DI AREAL PERKEBUNAN SAYUR MODOINDING — SORE
Panorama sore tampak indah di hamparan perkebunan sayur Modoinding. Tanaman sawit, kol, bawang, kentang dan sayuran lainnya tumbuh dengan subur, menghijau dan segar. Burung-burung kecil sesekali berkesiuran di atas petak-petak kebun menambah semarak suasana pedesaan itu. Para petani begitu gembira mengisi ritus kehidupan sore di area-area perkebunan mereka. Ada yang sedang membersihkan reremputan. Ada yang sedang memanen sayuran. Pemandangan hamparan kebun sayur itu memberi kesan yang harmonis dan indah tentang kehidupan di desa perkebunan ini. - EXT. DI SEBUAH PEMATANG AREAL PERKEBUNAN SAYUR MODOINDING — SORE
Di sebuah pematang kebun, tampak kelompok Anak Kebun Sayur (Kakas, Bare, Inyo, Pingkan, Singkop) sedang melintas pulang dari kebun dengan peralatan kerja mereka masing-masing. Mereka nampak riang sambil menyanyikan lagu berjudul: “ANAK DESA” Ciptaan Zadrik Dauhan.
LIRIK LAGU ANAK DESA:
Ayo ‘nak desa, punya semangat
Songsong matahari, terbang tinggi
Ayo ‘nak desa, bangunlah negri
Rintang dan duri, terjang dan berdiri
REFF:
Teruslah melangkah, berlari
Raihlah cita, terbang tinggi
Pantang menyerah, jangan menepi
Desa tercinta, indah berseri
Teruslah melangkah dan berlari yo…
Raihlah cita dan terbang tinggi yo…
Di sebuah tempat yang agak tinggi, di areal perkebunan itu, tampak Bang Garbo sibuk dengan kameranya mengambil beberapa angle foto yang menarik. Kakas pertama kali melihat Bang Garbo.
KAKAS:
Woi, lia sana Bang Garbo.
(Hai, lihat sana Bang Garbo.)
Semua menoleh ke arah Bang Garbo, lalu meneriaki Bang Garbo.
SEMUA:
Bang Garbo!
Bang Garbo menoleh, lalu melambai sambil menimpali.
BANG GARBO:
Woi, anak kobong sayor!
(Woi, anak kebun sayur!)
Mereka kemudian berlari menuju Bang Garbo. Sesampainya, Bang Garbo menyerahkan beberapa buku yang baru dikeluarkan dari tas gendongnya kepada Kakas.
BANG GARBO:
Ini for ngoni. Ngoni musti rajing babaca
Karna kalau ngoni rajing babaca, ngoni akan jadi
Anak-anak kobong sayor yang keren.
Oke?
(Ini untuk kalian. Kalian harus rajin membaca.
Karena dengan membaca kalian akan jadi
anak-anak kebun sayur yang keren.
Oke?)
SEMUA:
Oke!
BANG GARBO:
Oke?
SEMUA:
Oke…oke…oke!
Kelompok Anak Kebun Sayur nampak riang menerima buku dari Bang Garbo.
MUNCUL CREDIT TITLE DIIRINGI SUARA KAKAS (SO).
FO/FI
TRADE MARK :
- TVRI mempersembahkan
C U T T O
00A. BLACK SHEET
Credit Title muncul dan tenggelam secara halus:
Kinatouan
KAKAS: (SO)
Ba tamang deng Bang Garbo, nyanda cuma bekeng
kita suka buku, tapi kitaleh dapa
tamang baru Reumanen. Kinatouan deng kobong
sayor ini rupa dapa matahari baru lewat
buku-buku yang torang baca. Torang anak desa ini boleh
lia dunia yang ternyata bagito loas dan berwarna.
(Persahabatanku dengan Bang Garbo selain memacu
kecintaanku pada buku, juga telah mempertemukan aku
dengan sahabatku Reumanen. Kampung halaman dan kebun
sayur ini seakan menemukan sinar terang yang baru lewat
setiap buku yang kami baca. Kami anak-anak desa ini bisa
melihat dunia yang ternyata begitu luas dan berwarna.)
- INT. SEKOLAH DASAR MODOINDING– PAGI
Established. Sekolah Dasar Modoinding.
Di ruang kelas VI, ibu guru wali kelas tampak sedang mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia. Kakas, Bare, Inyo, Pingkan, Singkop dan para murid lainnya terlihat serius dan tertib mengikuti pelajaran.
IBU GURU:
Buku adalah jendela dunia. Karena dengan membaca
buku, kalian akan mengetahui banyak hal.
Kalian akan tahu sejarah sebuah bangsa, budaya,
Juga berbagai pengetahuan yang begitu luas.
Siapa diantara kalian yang sudah pernah pengunjungi
Gubuk Baca-nya Kakas?
Semua murid mengangkat tangan menyatakan sudah pernah.
MURID-MURID:
Sudah Bu Guru!
IBU GURU:
Bagus. Berarti kalian sudah punya minat baca.
Ibu guru kemudian menatap Kakas.
IBU GURU:
Kakas, bagaimana gubuk baca kamu,
Sudah bertambah koleksinya?
KAKAS:
Sudah bertambah bu guru.
IBU GURU:
Ibu sudah bicara dengan kepala sekolah. Pihak sekolah
akan mendukung usaha membangun gubuk baca kamu
Kakas. Sekolah berencana akan menambah koleksi
buku di gubuk bacamu, agar anak-anak di desa ini
punya tempat bermain sambil membaca.
KAKAS:
Terima kasih bu guru.
IBU GURU:
Siapa kemarin yang belum kebagian tugas
membaca puisi?
Beberapa murid mengangkat tangan, diantara Inyo.
IBU GURU:
Inyo, ayo maju ke depan. Bacalah puisimu.
Inyo maju ke depan kelas, dengan selembar kertas yang berisi puisinya. Ia telah menyiapkan sebuah puisi yang lucu. Dengan ekspresinya yang khas dan konyol, Inyo mulai membaca
INYO:
Puisiku berjudul: CACING…
Cacing hidup di dalam tanah
Maju ke muka makan tanah
Mundur ke belakang makan tanah
Maka perutnya penuh tanah
Namun petani senang
Karena cacing menggemburkan tanah
Bila tiba saatku memancing
Kugali cacing untuk umpan lele
Lele makan cancing
Inyo makan lele
Mendengar puisi Inyo, semua murid tertawa terpingkal-pingkal termasuk Ibu guru.
- EXT. GUBUK BACA TAK JAUH DARI AREA PERKEBUNAN— SORE
Established. Sebuah Gubuk baca yang nampak sederhana, namun terlihat bersih dan tertata rapi. Ada berapa bangku dari kayu dan bambu di halaman gubuk untuk tempat duduk dirindangi pepohonan. Sementara ruang gubuk yang bagian depan terbuka. Dari sana nampak jejeran buku dan majalah yang belum begitu banyak tertata rapih di raknya.
Kakas nampak sedang mengatur susunan buku di rak. Sesaat kemudian Kakas beranjak dan duduk di sebuah bangku lalu membaca sebuah buku. Kakas kemudian terseret lamunan. Kakas kembali mengingat sebuah sebuah peristiwa di Gubuk Baca ketika ayahnya memarahi dia.
FLASH BACK 1
- EXT. GUBUK BACA TAK JAUH DARI AREA PERKEBUNAN— SORE
Mendadak Om Dure, ayah Kakas muncul di sana dengan wajah yang agak marah.
OM DURE:
Kakas.
Kakas menoleh ke arah ayahnya.
KAKAS:
Ya Pa
(Ya Ayah.)
OM DURE:
Ngana barenti job baca buku. Ngana pi balajar
Bekeng kobong. For apa ngana bekeng ini tampa babaca ini.
Itu samua ndak ada guna Kakas. Ngana pe bacaan ndak mo bekeng
sayor-sayor itu bartumbuh. Ngana musti balajar ba kobong,
babanting tulang ba pacol itu tanah,
baru itu sayor-sayor mo bartumbuh.
(Kamu berhentilah membaca buku. Kamu harus belajar
mengolah kebun. Untuk apa kamu bikin gubuk baca ini.
Itu semua tak ada gunanya Kakas. Bacaanmu tak membuat
sayur-sayur itu tumbuh. Kamu harus belajar berkebun,
membanting tulang mengolah tanah,
baru sayur-sayur itu tumbuh.)
KAKAS:
Mar anak-anak desa ini butuh bacaan Pa.
Torang kekurangan bahan bacaan. Untung
ada yang kase buku.
Jadi ya bagus Kakas bekeng tampa babaca.
(Tapi anak-anak di desa ini butuh bacaan ayah.
Kami kekurangan bahan bacaan. Mumpung
ada yang menyumbangkan buku.
Kan bagus Kakas bikin gubuk baca.)
OM DURE:
Ngana musti inga papa pe pesan. Kakas, babaca itu
Ndak ada depe guna. Bahkan mo skolah sampe ujung Klabat itu
ndak ada depe faeda. Lia papa pe tangang, tangang yang ndak
skolah tinggi-tinggi ini, dari dulu punung deng pece.
Mar coba ngana tengo depe hasil, bukang kacili ini papa pe kobong sayor,
Ini kita pe warisan for ngana. Inga itu. Jang sampe ngana lupa.
(Kamu harus ingat pesan ayah. Kakas, bacaan itu
tidak ada gunanya. Bahkan sekolah tinggi-tinggi itu
tidak ada gunanya. Lihat tangan ayah, tangan yang tidak
sekolah tinggi-tinggi ini, dulunya bergelimang lumpur.
Tapi lihat hasilnya, betapa luasnya kebun sayur milik ayah,
milik kamu juga. Ingat itu. Jangan sampai kamu lupa.)
Kembali ke SC 04
Bunyi derum motor membangunkan Kakas dari lamunannya.
Tak jauh dari Gubuk Baca, di ruas jalan kebun, motor Bang Garbo baru saja berhenti. Diboncengan nampak Reumanen. Setelah turun dari bocengan Reumanen berteriak dengan girang memanggil Kakas.
REUMANEN:
Kakas…
Kakas menoleh ke arah suara. Setelah mengenali Reumanen dan Bang Garbo, Kakas nampak riang menimpali.
KAKAS:
Reumanen! Bang Garbo!
Bang Garbo melambai ke arah Kakas. Bang Garbo kemudian mengeluar kamera foto dari tas, lalu beranjak mencari engle yang tepat, mulai membidik. Sementara Reumanen berjalan sedikit berlari ke tempat Kakas. Sesampainya kedua sahabat itu nampak riang berbagi cerita.
KAKAS:
Kapan sampainya Re?
REUMANEN:
Barusan. Tapi sudah kangen ketemu kamu.
E… Bagaimana gubuk baca kamu ini?
KAKAS:
Sudah mulai ada penggemar.
Beberapa teman sudah rajin datang membaca.
REUMANEN:
Waw… bagus itu. Di desa indah kayak surga ini
kamu punya gubuk baca, itu luar biasa. Keren Kas!
Kakas tertawa melihat gaya Reumanen yang antusias.
KAKAS:
Ya itu juga karena bantuan kamu sama Bang Garbo.
REUMANEN:
Aku bawah buku untukmu. Cukup banyaklah.
Sudah kuantar ke rumahmu. Tapi yang satu ini,
(Menunjukkan buku yang dibawahnya)
special untukmu.
Reumanen menyerahkan sebuah buku yang dibawanya. Kakas nampak gembira menerima.
KAKAS:
Makasih Re
REUMANEN:
Buku itu karya pengarang terkenal dunia namanya
Oscar Wilde. Ada beberapa cerpen fabel dalam buku itu.
Tapi kau baca dulu yang judulnya Pangeran Bahagia.
Cerpen itu tentang persahabatan sebuah patung emas
dengan seekor burung wallet. Kisahnya menarik Kas.
Kita bisa memetik nilai persahabatan, kebaikan, dan
kasih sayang dalam buku itu.
KAKAS:
Oke. Pasti kubacalah Re.
REUMANEN:
Wah hampir lupa. Ada selembar puisi kutulis
untukmu, sudah kusisip dalam buku itu.
Baca juga ya?
KAKAS:
Iya Re. Pasti.
REUMANEN:
Aku pergi dulu ya. paman Garbo lagi buru-buru
ada urusan lain. Jangan lupa mampir ke rumah Opaku,
ajak juga teman-teman.
KAKAS:
Iya. Aku juga memang harus segera ke kebun.
Banyak panenan.
REUMANEN:
Wah, keren.
Sambil tersenyum, Reumanen beranjak meninggalkan Kakas. Kakas memandang Reumanen dan Bang Garbo yang baru selesai dengan urusan kameranya. Mereka berdua kemudian berlalu dengan motor meninggalkan tempat itu.
- EXT. DI PINGGIR JALAN KEBUN – SORE
Sebuah mobil losbak milik pembeli sayur sedang parkir di tepi jalan. Beberapa petani baru saja selesai melakukan transaksi penjualan sayur mereka, dengan sang pembeli. Tak berapa lama muncul Bare baru kembali mengambil jualan sayurnya yang tersisa di kebunnya.
PEMBELI:
Barapa ika ngana punya Bare?
(Berapa ikat kamu punya Bare?)
BARE:
Ampa ika om.
(Empat ikat om.)
Setelah menghitung uang untuk harga sayur Bare, pembeli itu menyerahkannya ke Bare.
BARE:
Makaseh om.
(Terima kasih om.)
Pembeli mengangguk. Bare beranjak pergi. Matahari nampak mulai tersuruk ke ufuk barat.
- EXT. AREAL PERKEBUNAN SAYUR MILIK KAKAS — SORE
Kakas nampak di sana, di sebuah petak kebun Sawi, miliknya. Ia sedang memanen Sawi untuk dijual. Sesaat kemudian Kakas mengumpulkan Sawi yang sudah dipanennya lalu diikatnya. Tak berapa lama muncul Bare menemuinya.
BARE:
Kakas.
Kakas menoleh ke Bare.
BARE:
Belumleh? Capat jo, somo malam.
Tukang beli somo pigi.
(Belum selesai? Ayo cepat sudah mau malam.
Nanti pembeli keburu pergi.)
KAKAS:
Sudah so klar.
(Sudah.)
Bare ikut membantu membawa satu ikatan sayur Kakas. Keduanya kemudian beranjak pergi dari kebun itu dengan pikulan sayur masing-masing.
- INT. RUMAH OPA ANDRIAN – MALAM
Established. Sebuah rumah bergaya Minahasa, dengan halaman yang luas, tertata seperti taman. Terletak di sisi sebuah jalan menuju area perkebunan.
Di ruang keluarga yang tertata apik dalam paduan nuansa tradisional dengan berbagai perabot modern, tampak Opa Andrian sedang membaca buku di sebuah sofa. Di sudut yang lain, Bang Garbo mengiringi Reumanen menyanyikan sebuah lagu berjudul: “Indonesia Jaya” dengan piano.
Liric Lagu: Indonesia Jaya
Hari-hari terus berlalu
Tiada pernah berhenti
S’ribu rintang jalan berliku
Bukanlah suatu penghalang
Hadapilah segala tantangan
Mohon petunjuk yang kuasa
Ciptakanlah kerukunan bangsa
Kobarkanlah, dalam dada
Semangat jiwa Pancasila…
Reff:
Hidup tiada mungkin…
Tanpa perjuangan,
Tanpa pengorbanan,
Mulia adanya
Berpegangalah tangan…
Dalam satu cita…
Demi masa depan…
Indonesia Jaya
Discussion about this post