Manado, Barta1.com – Hakim diduga melanggar kode etik tergolong tinggi di Sulawesi Utara. Data Komisi Yudisial RI ternyata mencapai 38 laporan sepanjang tahun 2019. Meski masih kalah dibandingkan DKI Jakarta 327 laporan, atau Jawa Timur 188 laporan, Sumatera Utara 133 laporan, Jawa Barat 132 laporan.
Kemudian ada juga Jawa Tengah 123, Sulawesi Selatan 55 laporan, Riau 51 laporan, Sumatera Selatan 49 laporan, Banten 41 laporan, lalu Sulut dan NTT peringkat ke 10 laporan hakim pelanggar etik yakni 38 laporan.
“Itu laporan yang dilayangkan masyarakat ke KY RI. Kami di Penghubung KY Sulut sempat heran juga bisa sampai 38 laporan,” ujar Koordinator Penghubung KY Sulut, Mercy Umboh, pada Barta1.com, Kamis (26/12/2019).
Ia menambahkan, nantinya 38 laporan itu akan ditindaklanjuti oleh KY RI.
Sementara itu, Komisi Yudisial RI akan menjatuhkan sanksi kepada 130 Hakim yang didominasi sanksi ringan karena terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) periode 2 Januari hingga 23 Desember 2019. Pelanggaran paling banyak berupa pelanggaran hukum acara sebanyak 79 hakim, perilaku murni sebanyak 33 hakim, dan pelanggaran administrasi sebanyak 18 hakim.
“Penjatuhan sanksi ini berdasarkan hasil pemeriksaan dan Sidang Pleno oleh Anggota KY. Selama periode tersebut, KY telah melaksanakan penanganan lanjutan terhadap 478 register terdiri atas 98 register tahun 2019 dan di bawah 2019 ada 380 register. Khusus register di tahun 2019, ada sebanyak 71 register selesai di bawah waktu 60 hari,” ujar Sukma Violetta, Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY dalam rilis yang dikirim ke Barta1.com.
Hal itu diputus dalam Sidang Pleno dengan hasil, yaitu: 83 laporan terbukti dan 395 laporan tidak terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Rekomendasi sanksi ini selanjutnya disampaikan kepada Mahkamah Agung (MA) untuk implementasi pelaksanaan sanksinya.
Dia menyampaikan, banyaknya hakim yang dijatuhi sanksi ini menggambarkan bahwa KY dengan tegas menegakkan pelaksanaan Kode Etik Hakim untuk menjaga kemuliaan profesi hakim.
“Proses penanganan dilakukan melalui pemeriksaan terhadap berbagai pihak (pelapor dan saksi) yang dilengkapi dengan pembuatan BAP, mengumpulkan bukti-bukti yang detail sebelum memeriksa hakim dan mengenakan sanksi sesuai dengan tingkat kesalahan. Hal ini untuk menjamin bahwa pengawasan yang dilakukan KY tetap menjunjung kehormatan dan keluhuran martabat hakim,” katanya.
Hakim yang terbukti melanggar KEPPH diberikan sanksi sesuai pelanggaran yang dilakukan, dengan rincian: 91 hakim dijatuhi sanksi ringan, 31 hakim dijatuhi sanksi sedang, dan 8 hakim dijatuhi sanksi berat.
Sanksi ringan berupa pernyataan tidak puas secara tertulis untuk 38 hakim, teguran lisan untuk 18 hakim, dan teguran tertulis untuk 35 hakim.
“Sementara rincian sanksi sedang, yaitu hakim nonpalu selama dua bulan untuk 2 hakim, hakim nonpalu selama tiga bulan untuk 1 hakim, hakim nonpalu selama enam bulan untuk 6 hakim, penundaan kenaikan gaji berkala selama satu tahun untuk 14 hakim, penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun terhadap 4 hakim, penundaan kenaikan gaji berkala selama enam bulan untuk 1 hakim, dan penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala selama satu tahun untuk 3 hakim,” ujar Sukma.
Untuk sanksi berat, KY memutuskan pemberhentian dengan hak pensiun untuk 2 hakim, pemberhentian tidak dengan hormat untuk 4 hakim, dan hakim nonpalu selama dua tahun untuk 2 hakim.
Namun, pelaksanaan pengenaan sanksi KY ini seringkali terhambat karena MA tidak sepenuhnya menindaklanjuti putusan sanksi KY ini dan adanya tumpang tindih tugas. Dari 130 putusan, MA hanya menindaklanjuti 10 usulan sanksi hakim. Sementara terhadap 62 usulan sanksi, MA memutuskan tidak dapat ditindaklanjuti dengan alasan teknis yudisial. Adapun 6 usulan sanksi, sampai saat ini belum mendapat respon dari MA tentang bagaimana pelaksanaan riil dari sanksi tersebut. Untuk 52 putusan yang tersisa, KY masih melakukan proses minutasi putusan.
Jenis Pelanggaran Kode Etik Hakim
Sukma menambahkan, pelanggaran hukum acara adalah jenis pelanggaran kode etik terbanyak yang dilakukan. Yaitu berupa: tidak cermat dalam membuat putusan, mengabaikan bukti, melanggar asas sederhana, cepat dan biaya ringan, dan lainnya. Pelanggaran kode etik lainnya adalah perilaku murni seperti: berpihak, berkomunikasi dengan pihak berperkara, suap/gratifikasi, selingkuh, dan berkata tidak pantas. Pelanggaran administrasi juga banyak dilakukan oleh hakim terlapor seperti salah memasukkan saksi, tidak cermat dalam membuat putusan, dan lainnya.
“Hakim yang paling banyak dijatuhi sanksi berasal DKI Jakarta (30 hakim). Kemudian lima provinsi di bawahnya yaitu Sumatera Utara (18 hakim), Riau (16 hakim), Sulawesi Selatan (11 Hakim), Bali (9 hakim), dan Jawa Timur (8 hakim). Sanksi ini diharapkan dapat dijadikan pembelajaran oleh hakim terlapor agar dapat menjaga kemuliaan profesinya. KY berkomitmen untuk selalu menegakkan pelaksanaan KEPPH demi terwujudnya peradilan bersih dan agung,” pungkasnya.
Peliput: Agustinus Hari
Discussion about this post