Pesfirani Reggen Katuuk adalah sosok caleg yang ‘gaul’ dan mempesona dari sisi konsep program yang akan ia perjuangkan untuk kesejahteraan masyarakat. Caleg usungan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) dari dapil Kabupaten Minahasa Utara (Minut) dan Kota Bitung untuk DPRD Sulawesi Utara (Sulut) ini mengusung konsep-konsep program yang bernuansa pemberdayaan kehidupan generasi milenial dan tanah adat Pasini sebagai warisan leluhur Tou Minahasa. Semua itu memang sesuai dengan kebutuhan konstituen sang advokat muda yang meraih gelar Magister Hukum Bisnis di Fakultas Padscasarjana Unsrat Manado ini.
Untuk menyimak detail pemikiran yang diperjuangkan mantan Ketua Pemuda GMIM rayon 1 Bitung periode 2014-2017 yang akrab disapa Rani ini, Albert Pithein Nalang dari barta.1.com – mewawancarainya secara langsung. Wawancara berlangsung Rabu (3/4-2019) di kompleks objek wisata Air Terjun Tunan, Desa Talawaan, Minut. Berikut nukilannya.
Barta.1 : Bro memiliki basis massa yang handal baik dari kalangan generasi milenial maupun masyarakat umum. Apa yang akan Bro lakukan jika terpilih menjadi wakil rakyat Sulut?
Rani: Untuk generasi milenial, konsep program saya terutama memberdayakan mereka di bidang kewirausahaan.
Barta.1 : Kongkretnya seperti apa, Bro?
Rani: Menyediakan modal usaha lewat APBD. juga perlu menanamkan jiwa kewirausahaan dan skill berbisnis. Ini butuh sinergisitas antara pemerintah dengan organisasi-organisasi kepemudaan termasuk komisi pemuda gereja.
Barta.1 : Bagaimana konsep program Bro untuk masyarakat umum?
Rani: Saya akan prioritaskan pemberdayaan Tanah Adat Minahasa, khususnya tanah Pasini melalui Pembuatan Perda (Peraturan Daerah–red.). Ini bisa memanfaatkan hak inisiatif dewan.
Barta1.: Mengapa Bro tertarik menangani persoalan yang luput dari jangkauan berpikir kebanyakan calon wakil rakyat?
Rani: Tanah adat Pasini itu warisan leluhur kita di Minahasa Raya. Nyatanya, selama puluhan tahun terakhir, posisi tanah adat kita melemah. Ini akibat dari tidak adanya produk hukum yang melindungi eksistensi tanah adat.
Barta.1 : Bagaimana dengan Undang-undang Pokok Agraria yang berlaku di negara kita?
Rani: Oh ya. Itu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960. Undang-undang ini sebenarnya sejiwa dengan sistem hukum adat pertanahan Minahasa, khususnya Pasini, karena Undang-undang ini melindungi status tanah milik individu warga negara.
Barta.1 : Lalu untuk apa lagi pembuatan Perda Tanah Adat Pasini?
Rani: Untuk lebih menjabarkan Undang-undang tadi di lingkup regional Sulut, terutama bagi Tou Minahasa. Masalahnya, dari sisi kultur Minahasa, Tanah Adat Pasini mempunyai kekhasan, dan hal itu melekat pada jatidiri atau identitas keminahasaan.
Barta1. : Bisa digambarkan indikasi ‘melemah’nya?
Rani: Yang mencolok dewasa ini, ribuan hektar tanah Pasini sudah diklaim secara sepihak sebagai Kawasan Hutan Produksi. Itu berarti sudah bergeser jauh dari nilai-nilai kultur Minahasa, dari jatidiri keminahasaan, dan berakibat kurang baik bagi kesejahteraan Tou Minahasa ataupun masyarakat Sulut secara keseluruhan.
Bartha: Di kawasan mana saja indikasi melemahnya tanah adat Pasini itu?
Rani: Tadi saya bilang “ribuan hektar”. Itu berarti kemelemahan atau kemerosotan derajat tanah Pasini sudah terjadi di seantero Tanah Adat, Minahasa, termasuk di Kota Bitung. Areal air terjun ini pun (maksudnya Air Terjun Tunan –red.) secara resmi sudah diklaim sebagai bagian Kawasan Hutan Produksi. Di desa saya ini (Talawaan, Minut) praktisnya ada sekitar 400 hektar Tanah Pasini yang dijadikan Kawasan Hutan Produksi. Tanah Pasini di seputaran Kekewang (Desa Tetey, Minut) juga diklaim sebagai Kawasan Hutan Produksi. Kondisi ini pasti menutup akses permodalan Tanah Pasini bagi pemiliknya.
Barta1. : Maksudnya?
Rani : Tanah Pasini itu kan hak milik warga yang didapat melalui pewarisan turun-temurun. Setelah diklaim sebagai Kawasan Hutan Produksi, Tanah Pasini itu otomatis menjadi milik negara. Jadi warga pemiliknya tidak mungkin lagi memperoleh sertipikat hak milik atas tanah itu. Begitu pula warga yang sudah mengantongi sertipikat hak milik atas Tanah Pasini tidak mungkin memanfaatkan sertipikat itu sebagai agunan kredit di bank.
Barta.1 : Jadi, kebijakan resmi yang mengklaim Tanah Pasini sebagai Kawasan Hutan Produksi berdampak negatif bagi kesejahteraan masyarakat?
Rani: Jelas. Dan itu tidak boleh dibiarkan. Caranya, buatkan Perda khusus untuk melindungi kepentingan negara dan masyarakat atas tanah adat ini.
Barta1. : Ada gambaran indikasi lain mengenai kemelemahan Tanah Pasini?
Rani: Ada. ini masalah administrasi, sebutlah Register Tanah. Ini sudah cenderung diabaikan. Padahal dalam budaya leluhur Tou Minahasa, hal ini sangat diperhatikan. Peristiwa pewarisan tanah sudah jarang dilakukan pencatatan. Padahal Register Tanah itu merupakan buku suci kepemilikan tanah warga yang bernilai hukum. Anehnya, Register Tanah itu saat ini cenderung tidak lagi diikutsertakan dalam berita acara serah terima jabatan Hukum Tua. Kemudian masalah pemasangan tanda batas tanah, entah patok Tawaang, entah beton, dewasa ini sudah jarang dilakukan. Dari semua kelemahan ini lantas timbul konflik menyangkut hak milik atas tanah yang menyentuh rasa keadilan sosial. Jadi, di sinilah pentingnya gagasan mengenai pembuatan Perda Tanah Adat tadi.
Barta1: Artinya persoalan keadilan melekat pada kesejahteraan?!
Rani: Benar. Di mana ada keadilan di situ ada kesejahteraan. Sementara keadilan membutuhkan jalur hukum, termasuk Perda,” ujar Rani sapaan akrabnya. (*)
Discussion about this post