Sangihe, Barta1.com – Tiga tahun terakhir tercatat sebanyak 283 kali hasil komoditi perikanan dari masyarakat nelayan di perbatasan Kecamatan Kepulauan Marore di ekspor ke negara tetangga Filipina.
Kepala Kantor (Kakan) Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (SKIPM) Tahuna, Geric Lumiu menjelaskan, ekspor hasil komoditi perikanan ke Filipina ini sudah diizinkan sejak tahun 2016. Namun kata dia, hanya berlaku bagi masyarakat nelayan di Kepulauan Marore yang memiliki pass lintas batas. Sekalian juga mengunjungi keluarga di Filipina.
“Guna mendongkrak ekonomi masyarakat nelayan di wilayah perbatasan khususnya Kecamatan Kepulauan Marore, sampai tahun 2018 kemarin sudah sebanyak 283 kali ikan di ekspor melalui Kantor Wilayah Kerja (Wilker) Pos Lintas Batas (PLB) SKIPM Tahuna di Marore,” ujarnya, Rabu (6/3/2019).
Di tahun 2018 mengalami penurunan, dikarenakan adanya penutupan sementara pass lintas batas. Namun dia berharap di tahun 2019 ini, jika masalah lalulintas orang ini selesai, kegiatan ekspor dapat ditingkatkan lagi. Karena dengan pass lintas batas ini sangat menguntungkan masyarakat nelayan perbatasan.
“Mengingat waktu yang ditempuh dari Marore ke Filipina hanya memerlukan waktu 3-4 jam dengan menggunakan pamboat. Sedangkan jika hasil perikanan dijual ke Ibukota Kabupaten Sangihe, Tahuna memerlukan waktu yang lama karena harus menunggu kapal perintis dan nanti ikan akan busuk sebelum dijual,” jelas Lumiu.
Dia juga menyebutkan prosedur yang harus ditempuh nelayan jika harus membawa hasil tangkapannya untuk diekspor antara lain, nelayan yang memiliki pass lintas batas harus melapor ke Wilker Pos Lintas Batas (PLB) SKIPM Tahuna di Marore, jenis ikan apa dan berapa banyak yang akan diekspor.
“Nantinya akan dilaksanakan kegiatan pemeriksaan apakah ikan itu sesuai dengan jumlah yang mereka laporkan serta jenis dan ukuran ikan. kemudian pemeriksaan terhadap kesehatan ikan. Dan ketika dia memenuhi syarat dikeluarkan lah sertifikat karantina ikan yang menjadi dasar untuk bea cukai, jika ada sertifikat tersebut barulah bisa diberangkatkan untuk dijual ke Filipina,” paparnya.
Sementara untuk harga batasan satu tentengan yang berisi ikan, tambah Lumiu, maksimal 250 dolar yang merupakan peraturan dari Menteri Keuangan. Misalnya ikan tuna dibeli di sana (Filipina,red) harga sekilo Rp 30 ribu, berarti harus ada berapa kilo tuna yang dibawa untuk menutupi 250 dolar ini.
“Tetapi jika melihat kondisi saat ini, terkadang ada yang membawa lebih sedikit dari target. Namun itu tetap ditoleransi asal untuk kebutuhan masyarakat bukan oknum tertentu yang mengumpul ikan lalu dibawa kesana. Hal seperti ini harus ditindaki,” bebernya.
Dia mengakui harga 250 dolar ini sangatlah sedikit dan pernah ada usulan dari Pemda bagaimana harga tersebut bisa naik, namun belum mendapatkan tanggapan dari kementerian keuangan.
“Dan saat ini kami sementara mengupayakan ekspor ikan dari Tahuna. Memang di Tahuna juga tidak ada unit pengolaan ikan seperti yang ada di Dagho Kecamatan Tamko. Dan itupun dulunya langsung dibawa dengan tol laut. Sehingga ekspor dari Tahuna juga harus diupayakan,” pungkas Lumiu.
Jumlah Komoditi Perikanan Diekspor
Tahun 2016 : 77 kali
Tahun 2017 : 155 kali
Tahun 2018 : 51 kali
Total : 283 kali ekspor
Sumber: SKIPM Tahuna, Maret 2019
Peliput : Rendy Saselah
Discussion about this post