Berbagai fakta menarik terbuka dalam catatan Indonesian Corruption Watch (ICW) bertajuk “Tren Penindakan Korupsi 2018” yang baru dirilis Februari tahun ini. Peneliti ICW menyebut catatan mereka sebagai upaya memantau kinerja penanganan perkara korupsi oleh penegak hukum dalam tahap penyidikan.
Pada 7 Februari 2019, Lembaga think tank itu me-launching kajian mengenai Tren Penindakan Kasus Korupsi 2018. Wana dari Divisi Investigasi ICW menyatakan, kajian selama satu tahun terakhir ini menghasilkan beberapa hal, di antaranya penindakan kasus korupsi pada tahun 2018 merupakan penindakan terendah dilihat dari jumlah kasus dan jumlah tersangka, ketika dibandingkan sejak tahun 2015-2017.
“Metodologi yang digunakan berupa penggalian informasi, tabulasi, olah dan komparasi data serta analisis deskriptif, sementara sumbernya dari media massa dan media online serta rilis dari aparat penegak hukum,” kata dia dalam rilis yang dikirim ke redaksi Barta1 Jumat 8 februari 2019.
Selanjutnya, dari 13 modus korupsi, ada satu yang menarik untuk diperhatikan yakni modus penyalahgunaan wewenang, dengan jumlah 20 kasus tetapi kerugian negara yang ditimbulkan sangat besar yaitu Rp3,6 triliun.
Dari 10 sektor korupsi, ada dana bantuan bencana atau kategori sosial kemasyarakatan yang ternyata berpotensi dikorupsi, seperti yang terjadi di Lombok dan Banten. Ada 9 daerah dengan kasus korupsi tinggi, 3 di Pulau Jawa, 4 di Sumatera, 1 di Sulawesi dan 1 di Kalimantan.
Dan yang cukup “ironis”, dari 1.087 tersangka sebanyak 180 tersangka berlatar belakang politisi.
“Kasus penindakan korupsi yang menimbulkan kerugian negara sangat besar yaitu kasus perpanjangan fasilitas kredit oleh Bank Mandiri kepada PT Tirta Amarta Bottling dengan nilai kerugian negara sebesar Rp 1,8 triliun yang ditangani Jampidsus,” ujar Wana.
Pemetaan Kasus Korupsi Berdasarkan Provinsi dan Lembaga Tahun 2018
Fakta lainnya yang disimpulkan ICW, dana desa menjadi salah satu jenis anggaran yang rawan dikorupsi. Sementara pemerintah daerah khususnya di tingkat kabupaten adalah tempat terbanyak terjadinya korupsi dibanding yang lain.
Kinerja Aparat Hukum
Dalam pemaparan yang sama, ICW turut mengevaluasi kinerja 3 lembaga penegak hukum yang memerangi masalah korupsi: kejaksaan, kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.
Kejaksaan pada 2018 menurut ICW, mengalami penurunan jumlah kasus dan tersangka dibanding tahun sebelumnya. Ada total 520 kantor kejaksaan di Indonesia, dengan rerata penanganan berjumlah 20 kasus dan Rp 20,5 miliar kerugian negara per bulan. Artinya ICW menduga, ada sejumlah kejakasaan yang tidak menangani kasus korupsi.
Gambaran yang sama pada lembaga kepolisian; mengalami penurunan jumlah kasus dan tersangka dibanding tahun sebelumnya. Sementara total ada 535 kantor polisi di Tanah Air. Rata-rata per bulan kepolisian menangani 14 kasus dengan rata-rata total kerugian negara Rp 2,6 miliar.
“Artinya diduga ada sejumlah kepolisian yang tidak menangani kasus korupsi,” kata ICW.
Sedangkan KPK dalam catatan ICW melakukan kinerja penindakan kasus korupsi yang terus meningkat dalam 3 tahun terakhir, baik dari jumlah kasus maupun penetapan tersangka. Tahun lalu rata-rata KPK menangani 5 kasus per bulan dengan rata-rata nominal kerugian negara sebesar Rp 6,6 miliar. Penyidik KPK juga melakukan operasi tangkap tangan sebanyak 28 kasus.
“KPK juga menetapkan 1 menteri sebagai tersangka yaitu Idrus Marham terkait kasus korupsi PLTU Riau-1,” ujar ICW. (*)
Editor: Ady Putong
Discussion about this post