Karya: Iverdixon Tinungki
TINTINGON
di lembah musikal
gununggunung berdiri seperti easel
dan matahari menyandarkan tubuhnya
ada bunyi roda dan dengus kuda
dari arah utara
bernyanyi meriangi tanah
dan kelaparan menjadi dosa
matahari yang gagah itu
melepas burungburung ke udara
menjadi pesta
kicau dan angin
tumpah bagai peraya gema
memanggil segala yang tumbuh
menghiasi tanah
tak ada duka di sana
hanya airmata gembira
menyebut namanama perkasa
petani pantang binasa
inilah lembah musikal
gununggunung berdiri seperti easel
dan bayangan tak menjadi tua
seperti Jane
seperti lukisan dari Viena
pucukpucuk kubis berbaris
bungabunga kol menaungi tanah
dan kelaparan menjadi dosa
ada jalan membelah bagian tengah perkebunan
mesinmesin bajak yang merdu
burungburung hidup berlompatan di pucuk waru
lalu ke daun tawaang ungu
dan surga seakan membuka satu pintu di sisinya
melepas suarasuara indah
memanggil segala yang di tanah
menyembulkan kecambah lalu bunga
lalu buah
karena ini lembah musikal
untuk segala yang tumbuh dan bermakna
angin kemudian mendesah lagi dari utara
membawa bau solderei yang masih muda
pupur putih dari kebun bawang terangkat ke udara
seperti kupukupu
seperti periperi kecil dari ladang dongeng
seperti Jane
ya seperti Jane
bayangan yang tak menjadi tua
di petak terung
petani yang gembira
cekatan memilah rumput
yang lain sambil bernyanyi
melintasi pematang
ada tuaian di punggungnya
mereka seakan menari sepanjang jalan
ERIS
beriburibu ekor kuda menderap di utara
menulis Eris
dari Ares ke Eris
sejarah menghunus keris
beriburibu ekor kuda menderap dalam diri
merayakan tanah air
mimpi
dan harihari berlari
di sini bebukit berbalut perjamuan gerimis
padipadi menjuntai
langit melenting
menggemukan bulir
dan suara burungburung pleci bernyanyi
seakan Tuhan menerjemahkan warna
menjadi petakpetak sawah
menjadi seriti
burungburung dara
menjadi perahuperahu danau
panorama hidup yang kilau dan bersemi
aku seakan penguntit
mengintip sebatang lilin menyala
di atas pemandangan megah
beriburibu ekor kuda menderap dari dalam dada
berlompatan ke cakrawala
menjelma senandung
menyingsing melaburi kornea
aku takjub
sungguh takjub dengan Eris!
bau gulma
ciuman cinta
menajami kenangan segala yang seketika
–bahwa dari lahir ke tua
Tuhan selalu punya cara memberiku catatan luka
bahagia
DI ATAS DANAU TONDANO
apakah aku dapat meminjam kesucian matamu
melukisi bulan di atas danau
kanakana tengah merekah
kesegaran daun hijau merah tengguli menerpa bayangan likri
bularbular air, cahayacahaya menari
cahayacahaya berwarna tercelup hingga ke dasar rasia mimpi
mengawasiku. mengawasi hidupku berserak serupa kabut
ingin menyentuh bayang terindah ekorekor nafasmu
o sungguh cantik engkau
seakan barisan pegunungan lembean ditata tangan agung
dan purnama besar itu menghujam cumbuannya yang lekat
lekat, mengingatkanku cumbuan azalea
di harihari ketika kereta nasib tergelempang
dan aku mengajakmu mengitari gunung kaweng
menuntaskan legenda cinta pada rahasia purba manusia
dan engkau membawaku piorpior menari di bawah cahaya
pemandangan sawah kemistri oleh malam
dan esok. dan esok lagi
di tanahtanah moyang ini patanipetani akan bangkit
mengerjakan petakpetak yang tertunda
kebunkebun akan ramai dalam kicau nyanyian
dan aku akan ikut menari
menari meski seperti seorang peminang yang sedih
WANUA MAIJESU
aku mau ke watu mengupacarai keringat
mengeras batu
walian…
sudah zumigi, sudah rumages
segerombolan pisok berselancar di gunung Tuhan
menyongsongku di gerbang kinilow
memperagakan lakon tetua
tu’ur in tana
o bau padi. o ladangladang sedih
kemenyan tua menyigi perjalanan cahaya
melintasi lembahlembah
menyambutku o
rumahrumah kayu, arsitektur cerita
petakpetak pemandangan perdu
bunyi kumbang di tebing bambu sahut menyahut
merunut wanua maijesu dalam dongeng ritual batu
beratusratus tahun moyangmoyang pakasa’an
memantrai kayu
punah di sulur waktu
bertubuh ke mimpiku
ANTARA TORAGET TUMARATAS
antara toraget tumaratas
apa harus kutulis padamu junio
di masa lalu walian bertanya pada burung
apa dikabarkan empung di perlintasan itu
aku masih menyimpan geriap hulu sungai
menampung pecahan kabut matamu
di suatu hari yang sendu
lima abad kemudian di palamba
kupandang hamparan kebun terung
dan kemistri burungburung mengabari letak jejakmu
begitu jauh
sejauh kabarkabar hilang di bandarbandar asing
dan kapal karam meninggalkan keturunan para pelaut
di rimba tinggi temboan
kayu hitam dan sisa rumah bagan dengan katukatu sejuk
masih mengisahkan nyanyian lelurik para tumani
terus hidup bercocok tanam
di sini hidup selalu seperti matahari junio
terus bersinar, dan bajakbajak terus dibancak
akarakar mendapati gembur tanah
dan tumani yang bernyanyi itu
mempestakan iringiringan tarian
di mata gadisgadis gunung yang mempesona
antara toraget tumaratas
hausku yang kering itu tersedu junio
meski tak ada lagi bunyi pasoringan
buat ku bertanya pada moyang; kapan kau pulang
barangkali sebuah dongeng harus kuulang padamu junio
sejauh mana kau berlari, waktu selalu punya cara menepati janji
dan di perlintasan antara toraget tumaratas
di perduperdu yang berdiri bagai pergola
bayangbayang karema yang agung meneguhkan sepiku
saat menelusup ke lumut batubatu
selalu menanti
menanti ziarahmu suatu ketika nanti
PESISIR ROMBOKEN
raskolnikov mari ke bukit, ke tempat ilalang tumbuh
datanglah ke sini memandang tanahtanah tergerus
dan alam merapikannya untukmu
berapa kapak kau butuh menebang semua kemarahan
bukankah mengubah harusnya tumbuh dari hatimu
semacam sonia. sonia yang menari
menari dengan wujudnya yang kurus
memperlihatkan sinar matanya sebelum layu
kerena dalam kemalangan itu justru ia merasakan hidup
telah kusisir negeri moyangku dengan duka
duka sonia o raskolnikov
di pesisir ini, desis belati juga memburu letih jiwaku
mencaricari kelindan daundaun dulu
memikat matahari merayakan setiap menit
kegembiraan kau caricari itu
tebaran batubatu berlumut
dan hamparan rumput menutup jalan perahu
merayapi inti ingatanku tentang cinta luhur itu
juga sudah hilang wajah danau yang mengacakan langit
bagi para pencari riang
anakanak yang gembira berenang tak lagi datang
tapi mari kita samasama mendekap sonia
dalam kehilangan dan kemalangan
bahkan di sumaru endo bangkubangku menua
dan pemandanganpemandangan menjadi samar
untuk benarbenar kita bisa menggambar keinginan
tinggal ikanikan gurame dan karper
dengan petapeta alam mereka yang terhimpit
mengecipakan air
memulangkan jiwa yang jauh terselip di jazirah rawa
dengan baubaunya yang busuk menusuk dada
perasaan lainnya hancur mencair dalam gulmagulma kabur
dari hutanhutan yang habis dibabat
karena manusia lebih karib dengan sisinya yang karat
aku tak akan menceburkan diri ke air deras
di bawahbawah jembatan, o raskolnikov
hanyut sebagai orangorang kalah
dengan licik menghabisi dirinya
kendati kita sama sama letih menerka
apa yang dapat dipulaskan
dalam wujudwujud kebaikan atau citacita terus melayang itu
dan aku telah berguru pada alam sedemikian sabar ini
kendati harus merayap seperti lantana
lihatlah! bus yang baru menurunkan turis
di songsong beratusratus belibis
beratusratus belibis
DI KEBUN REMPA KAMANGA
engkau yang kembali meretaskan kemilau waktu
melontarku ke inti getar cemara
petakpetak kebun dan pijar lampu di tiangtiang beku
mencahayai jejer ingatan antara hatiku dan deret keningmu
engkau kembali membawaku pemandangan luas
hamparan rempa, telagatelaga bening
aster yang merekahi pematang
gelisah sepasang burung bercinta
menyelami dasardasar genta pada tatap tibatiba bertalu
padahal bumi sudah senja, suara para pembajak kian sayup
menghilang di tikung huma
di atas bau tanah subur mengkilap oleh tanaman
sesungguhnya kita tak bisa menampik jarijari kabut
memandu sesak hati ke sudutsudutnya yang sendu
lalu segalanya menjadi begitu gigil bersisihan
mendekap apa dulu pernah hilang
aku mendongak ke langit, ke mahligai ketenangan
cahaya prisma agung dan bularbular warna kesunyian
mengekalkan perjalananku menapaki menitmenit menunggu
masih saja di matamu
SUATU PETANG DI WANUA TOMPASO
ada derap kuda berpacu dan iringiringan burung
menjamu rinduku pada tanahtanah ladang
memberiku pemandangan hamparan jagung
sayang kamu tak bersamaku
kembali meneraskan petang di sheltershelter
di jejeran rumahrumah tradisi
dataran awan melatari pemandangan para petani
setia membajak tanahtanahnya
dan penduduk lain menempa hidupnya di humahuma
dengan labulabu merambat di permukaan gembur tanah
di sini, gadisgadis manis masih saja melintasi
pematang indah dalam bunyi empasan air
seperti luhur matamu
berpuluh tahun mengisi pijar kaliandra di Talikuran
dan saat kita menghitung julaijulai kecubung putih
menggantung di koluvial lembahlembah
o desadesa dengan udara menyajiku amsalamsal nafasmu
di Liba, di Sendangan
di atas tanahtanah kerap menampung hujan dan tangisan
tibatiba membawaku kenangan krisan merah mekar di tanganmu
DARI RANOMERUT KE WATUMEA
ada ketika mentertawai diri
di tengah relasi semak pohon air
dan bunga kemiri
seberapa gigih kita membentuk dunia dan diri sendiri
–aku tertawa
karena betapa tololnya manusia
luput membaca irama jiwa
di hadapan langit dan tanah
ketika ia mendandani riang ke bilah dada
dari Ranomerut ke Watumea
riang itu menetas seakan sayap
berpasang unggas
pucukpucuk bunga
padi
rumput
dan danau yang memantulkan cahaya
dan batubatu
membentuk rumah Tuhan
tempat tersuci dari kenangan
Discussion about this post