MANADO, BARTA1.COM – Kekerasan terhadap perempuan adalah pelanggaran hak asasi manusia. Komisi Nasional (Komnas) Perempuan mencatat kekerasan terhadap perempuan ditingkat nasional tahun 2017 berjumlah 348.446 kasus, ¼ nya adalah kasus kekerasan seksual, kurang dari 10% yang diputus di pengadilan.
Sementara Swara Parangpuan (Swapar) Sulut mencatat kekerasan terhadap perempuan di daerah ini dari pantauan media berjumlah 268 kasus, 76% nya adalah kasus kekerasan seksual.
Tingginya data kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi, sangatlah penting adanya kebijakan perlindungan bagi perempuan korban khususnya korban kekerasan seksual. Selama ini hanya menggunakan KUHP dalam penanganan kasus kekerasan seksual, dimana tidak semua kasus kekerasan seksual terakomodir. KUHP hanya mengenal perkosaan dan pencabulan, tidak mengatur tentang hak korban.
Komnas Perempuan bersama dengan Forum Pengada Layanan (FPL) dimana Swara Parangpuan adalah salah satu anggotanya saat ini sedang mendorong lahirnya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sebagai upaya untuk perlindungan perempuan korban kekerasan terutama korban kekerasan seksual yang belum diakomodir dalam KUHP. RUU ini merupakan bagian dari bentuk tanggungjawab dan pemenuhan negara terhadap warga negara untuk bebas dari ancaman dan kekerasan.
Saat ini RUU Penghapusan Kekerasan Seksual masuk prolegnas tambahan tahun 2016,2017, 2018. Baleg dan Bamus DPR RI membahas RUU ini dan dilimpahkan kepada Komisi VIII DPR RI. Komisi VIII membentuk Panitia Kerja RUU dan dilakukan pembahasan tingkat 1.
“Melalui momentum Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, kami mengajak kepada semua elemen masyarakat untuk bersama-sama ikut mendorong segera disahkannya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual,” ujar Direktur Swapar, Lili Djenaan di Manado, Senin (26/11/2018).
Ia menyebutkan, banyak cara untuk bisa berpartisipasi dalam kampanye ini. Tahun ini Swapar bersama jaringan lembaga pengada layanan yang ada di Manado melakukan serangkaian kegiatan, antara lain: diskusi dengan mahasiswa, ormas keagamaan, komunitas dampingan, dan para calon legislative DPR RI dan DPD RI.
“Bentuk kegiatannya, talkshow radio, live streaming FB, diskusi langsung, nonton bareng film tentang kasus kekerasan seksual. Tujuan rangkaian kegiatan ini adalah tersebarnya informasi tentang kampanye 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan kepada masyarakat dan pentingnya mendorong kebijakan yang pro perempuan terutama perempuan korban kekerasan,” kata Lily Djenaan didampingi Nurhasanah.
Disamping itu dia juga meminta komitmen kepada para Calon Legislatif DPR RI dan DPD RI Dapil Sulut untuk mendukung program serta kebijakan perlindungan dan pemberdayaan perempuan dan anak, termasuk percepatan Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual jika mereka terpilih nanti.
“Karena Penghapusan kekerasan terhadap perempuan membutuhkan kerja bersama dan sinergi dari berbagai komponen masyarakat untuk bergerak secara serentak, baik aktivis HAM perempuan, pemerintah, legislative, media,” tambahnya.
Mengapa Kampanye 16 Hari?
Setiap tahunnya, kegiatan ini berlangsung dari tanggal 25 November yang merupakan Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan hingga tanggal 10 Desember yang merupakan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional.
Dipilihnya rentang waktu tersebut adalah dalam rangka menghubungkan secara simbolik antara kekerasan terhadap perempuan dan HAM, serta menekankan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu bentuk pelanggaran HAM.
Sejarah kampanye 16 Hari Anti kekerasan terhadap Perempuan (16 Days of Activism Against Gender Violence) pada awalnya merupakan kampanye internasional untuk mendorong upaya-upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia. Aktivitas ini sendiri pertamakali digagas oleh Women’s Global Leadership Institute pada tahun 1991 yang disponsori oleh Center for Women’s Global Leadership.
Editor : Agustinus Hari
Discussion about this post