Karya: Iverdixon Tinungki
SEBUAH RUMAH CUKUP BERADA TERTATA RAPI. ADA PERABOT, HIASAN DINDING, GUCI, ALAT MUSIK, DAN SEBUAH KEYBOARD DI SALAH SATU SISI RUANGAN. ADEL (GADIS BUTA, 16 THN) SEDANG MENYANYIKAN SEBUAH LAGU DIIRINGI KEYBOARD YANG DIMAINKANNYA SENDIRI. SESAAT KEMUDIAN MUNCUL IBU MARTA (IBUNYA ADEL) SIAP-SIAP MAU PERGI. IA MEMERIKSA BEBERAPA BARANG BAWAANNYA, KEMUDIAN RIASAN WAJAHNYA DI SEBUAH CERMIN SAMBIL BICARA.
IBU MARTA:
Adel. (ADEL BERHENTI BERNYANYI).
ADEL:
Iya Bu.
IBU MARTA:
Beberapa jam lagi pamanmu akan tiba di sini. Ibu sudah minta pamanmu menemanimu selama sepekan saat ibu pergi. Maafkan ibu pergi terlalu lama meninggalkanmu, tapi perusahaan di pusat meminta ibu harus ke sana menyelesaikan beberapa pekerjaan.
ADEL:
Tidak apa-apa Bu, kan paman akan datang menemani Adel. Lagian Adel sudah lama tidak jumpa dengan Paman Brisma.
(SETELAH USAI BERKEMAS IBU MARTA MENDEKATI ADEL, MENCIUM DAHI ANAKNYA ITU.)
IBU MARTA:
Ibu pergi dulu ya! Kamu baik-baik di rumah.
ADEL:
Iya Bu, ibu juga baik-baik dan jaga kesehatan di sana.
(IBU MARTA EXIT LEWAT PINTU. ADEL MELANJUTKAN PERMAINAN KEYBOARDNYA SAMBIL BERNYANYI. TAK BERAPA LAMA TERDENGAR BUNYI JENDELA DIBUKA PAKSA. TAGOR, SEORANG PERAMPOK TAMPAK BERUSAHA MASUK LEWAT JENDELA, SEMENTARA SALMA, SEORANG PEREMPUAN, KAWAN PERAMPOK ITU MENYUSUL MASUK. ADEL BERHENTI DAN MENOLEH KE ARAH JENDELA.)
ADEL:
Paman. Apakah itu paman?
TAGOR:
(MEMBERI KODE KEPADA SALMA) Buta. Dia tidak melihat kita.
ADEL:
Paman, masuklah paman, pintu tidak dikunci.
(PINTU TERBUKA, MUNCUL TARMAN SI PERAMPOK. ADEL BERDIRI MERAIH TONGKATNYA, MAU MENYAMBUT PAMANNYA. ADEL TAMPAK RIANG.)
ADEL:
Akhirnya paman datang juga.
TARMAN:
Iya! (BERDEHEM MEMBERI KODE AGAR TAGOR DAN SALMA KELUAR DARI JENDELA LALU MASUK DARI PINTU, TAPI KEDUANYA TIDAK MENGERTI APA YANG DIMAKSUD TARMAN. ADEL BERJALAN MENUJU PINTU, LALU MEMELUK TARMAN DENGAN PERASAAN YANG SANGAT RINDU)
ADEL:
Sudah sepuluh tahun tahun paman tak mengunjungiku. Adel sangat merindukan paman!
(TAGOR DAN SALMA TERBELALAK MELIHAT KEJADIAN ITU. KEMUDIAN BERDESAK BERUSAHA MASUK LEWAT JENDELA, AKHIRNYA MEREKA TERPELESET JATUH KE DALAM. SALMA MEMEKIK SAKIT, TAGOR MEMBEKAP MULUT SALMA)
ADEL:
(MELEPAS PELUKANNYA DAN MENOLEH KE JENDELA) Paman datang bersama teman?
TARMAN:
(BERPURA-PURA) Iya. Mereka teman paman.
ADEL:
Mengapa mereka masuk lewat jendela?
TARMAN:
Mereka memang pasukan khusus paman. Mereka paman latih untuk bisa masuk dari mana saja.
ADEL:
O begitu. Ibu bilang beberapa jam lagi baru paman tiba di sini. Kok paman datang lebih awal?
SALMA:
Bahkan sebelum ibumu pergi kami sudah ada di sini, karena kami ini peram…
(TAGOR DENGAN CEPAT MEMBEKAP LAGI MULUT SALMA DENGAN TANGANNYA)
TAGOR:
(KEPADA SALMA) Mulutmu selalu bicara tidak karu-karuan.
TARMAN:
Tagor, Salma, berkenalanlah dengan ponakanku.
(SALMA DAN TAGOR MENDEKAT)
TAGOR:
(MENYALAMI ADEL) Aku tagor, anak buah pamanmu.
(MENYUSUL SALMA DENGAN GAYANYA YANG EKSENTRIK MENYALAMI ADEL)
SALMA:
Aku Salma. Dimasa pengganyangan PKI, oma dan opaku ikut distigma sebagai PKI. Itu sebabnya ayah dan ibuku mewarisi kemiskinan terstruktur. Anak orang-orang tertuduh tidak bisa sekolah, harta mereka di rampas. Hidup mengap-mengap. Tidak ada masa depan. Ini sebabnya aku menjadi bagian dari generasi tak waras akibat racun politik masa lalu. Aku merasa sebagai gasing yang cuma: ( NAIK KE ATAS SEBUAH KURSI) berputar… berputar, dan berputar…
TARMAN:
Salma, hentikan!
ADEL:
Anak buah paman lucu juga ya.
Ayo kita duduk paman! Paman dan anak buah paman tentu capek menempuh perjalanan jauh.
TARMAN:
Baiklah.
(MEREKA BERANJAK DUDUK.)
ADEL:
Adel akan ambilkan minuman untuk paman, dan teman-teman paman ya!
(ADEL BERANJAK PERGI MENUJU DAPUR. EXIT)
TARMAN:
Aku tak menyangka gadis bernama Adel ini ternyata buta.
SALMA:
Gadis itu berjalan dengan tongkatnya ke arah bang Tarman dan berkata:
Sudah sepuluh tahun tahun paman tak mengunjungiku. Adel sangat merindukan paman!
(TERBAHAK) Sebuah kisah perampokan yang unik dan lucu!
TAGOR:
Gadis itu mendekati bang Tarman lalu memelukku dengan penuh kasih.
Bang Tarman benar-benar terpana. (TERBAHAK).
SALMA:
Tangan bang Tarman yang kasar bergerak mengusap rambutnya. Tiba-tiba bang Tarman merasa, gadis itu seperti seorang anak yang datang dari surga untunya. Apa kau lihat itu Tagor.
TAGOR:
Ya…ya… aku lihat. Bahkan bang Tarman seperti mau menangis dan…
TARMAN:
(MENJAMBAK KERAK BAJU TAGOR.) Hentikan kelakar busuk kalian!
(MUNCUL ADEL MEMBAWA TIGA BOTOL MINUMAN DINGIN. SETELAH MELETAKKANNYA DI ATAS MEJA, ADEL IKUT DUDUK DI SEBUAH KURSI.)
ADEL:
Minumlah, pasti semua lagi haus, apalagi hari ini terasa cukup panas.
SALMA:
Terima kasih anak manis. Kau bagaikan malaikat bagi kami. (MEMANDANG KALUNG YANG DIKENAKAN ADEL) Sebentar… (MEMERIKSA DENGAN TELITI KALUNG ADEL). Kalung ini berhias berlian. Harganya pasti puluhan juta rupiah.
ADEL:
Kalung ini warisan oma untukku. Oma juga mewariskan beberapa barang berharga lainnya untukku. Sayang sekali aku buta, dan tidak bisa melihatnya secara langsung.
SALMA:
(KEPADA TAGOR) Dengar itu Tagor, banyak barang berharga di rumah ini. Benar-benar sebuah kisah perampokan yang unik dan lucu!
ADEL:
Perampokan? Apa maksudnya?
TARMAN:
Jangan terlalu diperhatikan kata-kata Salma. Ia kadang ngelantur kalau bicara.
ADEL:
O ya. Tidak apa-apa paman. Apalagi mereka teman paman.
TARMAN:
Ibumu sesungguhnya pergi ke mana?
ADEL:
Apa ibu tidak beri tahu saat menelpon paman?
SALMA:
(MEMOTONG PEMBICARAAN) Beritahu atau tidak, itu tidak penting bagi kami sebab kami datang ke sini untuk meram… (TAGOR MEMBEKAP MULUT SALMA DENGAN KEDUA TANGANNYA)
TAGOR:
(KEPADA SALMA) Mulutmu ini seperti keran bocor saja!
(SALMA BERUSAHA MELEPASKAN TANGAN TAGOR YANG MEMBEKAP MULUTNYA)
SALMA:
Tak usah banyak basa-basi, kalau mau rampok ya kita rampok saja!
TARMAN:
Tagor, bawah Salma keluar! (TAGOR MENYERET SALMA KELUAR. EXIT)
Maafkan teman-teman paman. Mereka agak mabuk saat menempu perjalanan jauh.
Apalagi dalam perjalanan mereka menegak beberapa botol bir.
ADEL:
O begitu. Tidak apa-apalah paman, yang penting mereka baik-baik saja.
Sejak ayah meninggal. Dan aku mengalami kebutaan dalam kecelakaan bersama ayah itu, paman baru kali ini mengunjungiku. Aku sangat merindukan paman!
TARMAN:
(TERHARU MELIHAT KELUGUAN ADEL.) Maafkan paman.
ADEL:
Perusahaan tambang milik paman kata ibu, maju pesat. Paman memang luar biasa. Adel juga masih ingat, pada usiaku lima atau enam tahun paman mengajari aku main piano, menemani aku bermain, dan selalu mengajakku ke tepi pantai. Masa kecil yang indah, apalagi mataku masih bisa melihat ketika itu. Paman bagiku sudah seperti pengganti ayah
TARMAN:
Iya Adel! Tapi,…
ADEL:
Tapi paman harusnya sudah menikah, maka setidaknya, Adel punya sepupu. Adel butuh teman untuk bercerita tentang dunia yang tak lagi Adel lihat. Adel butuh teman berbagi suka dan duka paman.
TARMAN:
Paman sesungguhnya sudah menikah dan punya seorang putri.
ADEL:
Jadi aku punya sepupu dan tante? Wah, ibu terlalu sibuk mengurus usaha mereka sehingga tak pernah bercerita ke Adel soal itu.
TARMAN:
Tante dan sepupumu sudah meninggal.
ADEL:
Meninggal? O Tuhan, apa yang terjadi paman?
TARMAN:
Rumah paman di rampok saat paman bepergian keluar kota. Para perampok itu membunuh istri paman dan anak paman.
ADEL:
Kasihan. Sungguh tidak punya hati nurani perampok-perampok itu. Tidak cukupkah mereka mengambil barang-barang di rumah, mengapa harus membunuh istri dan anak paman. Maafkan Adel telah membuat paman sedih karena mengingat peristiwa itu.
TARMAN:
Tidak apa-apa Adel. Paman sudah cukup kuat menerima kenyataan pahit itu.
ADEL:
Hari sudah sore, paman dan teman-teman paman mungkin butuh istirahat. Ada dua kamar di belakang, paman dan teman-teman paman bisa tidur di sana. Di dapur, ibu sudah menyiapkan persediaan makanan. Terima kasih paman sudah mau menemaniku selama ibu bepergian. Aku mau istirahat juga paman.
TARMAN:
Ya Adel. Kamu tak perlu sibuk mengurus paman dan teman-teman paman. Paman sangat tahu seluk beluk rumah ini.
ADEL:
Adel ke kamar dulu ya paman!
TARMAN:
Iya.
(ADEL EXIT. TARMAN BERDIRI DAN BERANJAK MEMANDANG ISI RUANGAN ITU. TARMAN, KEMUDIANI TERPAKU PADA FOTO KELUARGA ADEL YANG TERGANTUNG DI SISI DINDING. SUASANA TERASA HENING. IA SEAKAN MERENUNG. TAK BERAPA LAMA TERDENGAR BUNYI TEMBAKAN YANG CUKUP KERAS. TARMAN KAGET KEMUDIAN MEMANGGIL KEDUA MURIDNYA.)
TARMAN:
Tagor! Salma!
(SUARA ADEL BERTANYA DARI DALAM)
ADEL: (OS)
Suara apa itu paman?
TARMAN:
Suara petasan di luar sana.
ADEL: (OS)
Kukira letusan senjata.
TARMAN:
Hanya petasan Adel.
(MUNCUL TAGOR DAN SALMA.)
TAGOR:
Ada apa bang?
TARMAN:
Siapa yang menembak?
SALMA:
Tagor bang!
TARMAN:
Apa lagi yang kau tembak, Tagor?
SALMA:
Tagor menembak Tuhan, tuan.
TARMAN:
Busyet! Di mana-mana kau selalu menembak Tuhan.
Apa kau pikir, kau mampu membunuh Tuhan?
TAGOR:
Siapa tahu bang!
TARMAN:
(Terbahak) Gila! Tagor, aku Tarman… Tarman si perampok. Perampok ulung, paling ditakuti. Tak ada perampok lain yang bisa menandingi karierku sebagai perampok di daerah ini. Karena aku benar-benar perampok.
SALMA:
Ya benar Tagor! Bang Tarman, seseorang yang jelas-jelas menunjukan dirinya sebagai perampok. Bukan tikus kantor. Bukan koruptor. Tikus kantor dan koruptor itu maling rendahan, penakut, bersembunyi di balik jabatan untuk nyolong. Tapi Bang Tarman sejatinya perampok. Apa kau sudah lupa dengan semua reputasi Bang Tarman, Tagor? (TIBA-TIBA MERASA MENJADI GASING) O Tuhan… aku kembali merasa menjadi gasing! (BERPUTAR-PUTAR) berputar… berputar… berputar… berputar.
TARMAN:
Salma, hentikan!
(SALMA BERHENTI BERPUTAR. SEJENAK TARMAN GELENG-GELENG KEPALA MELIHAT SALMA)
TARMAN:
Apa kau sudah lupa dengan semua reputasiku, Tagor?
TAGOR:
Tidak bang!
SALMA:
Sebelum aku lahir Bang Tarman sudah perampok. Waktu kecil aku sudah tahu Bang Tarman perampok. Aku remaja, aku dewasa, dan sebentar jadi tua, bang Tarman ini tetap setia jadi perampok. (MARAH) Saat aku menjadi gasing, bang Tarman tetap peram…
TARMAN:
(MEMBENTAK) Salma!
SALMA:
(MENDADAK BERHENTI BICARA, TAPI KEMUDIAN MENGELUARKAN SUARA SEPERTI BERBISIK) berputar… berputar… berputar… berputar. (DIAM LALU PERGI. EXIT)
TARMAN:
(MENATAP KEPERGIAN SALMA) Ia kian sulit disembuhkan!
(KEPADA TAGOR) Aku tak takut dengan siapapun, atau … dengan apapun. Tapi aku tak pernah berani membunuh Tuhan! Tagor, berapa Tuhan yang telah mati di tanganmu?
TAGOR:
Belum satu pun!
TARMAN:
Belum satu pun? Lantas yang kau tembak selama ini apa Tagor?
TAGOR:
Siapa… siapa tahu tembakanku mengenai Tuhan, bang.
TARMAN:
Tagor… Tagor. Kau sudah mulai gila seperti Salma, Tagor! Kau akan jadi seperti Salma yang merasa dirinya sebuah gasing. Heran, mana mungkin seseorang merasa dirinya sebuah gasing. Berputar, berputar dan berputar. (MERASA CEMAS). Apa sebabnya kau ingin membunuh Tuhan, Tagor?
TAGOR:
Karena Tuhan telah melunakkan hati abang. Tuhan yang membuat hati Tarman sang perampok menjadi lembek. Tuhan yang membuat hati Tarman si kejam menjadi kecut. Kecut dan meleleh di hadapan seorang gadis buta.
TARMAN:
(MENODONGKAN PESTOL KE TAGOR.) Jangan bicara seperti itu lagi Tagor. Aku bisa membuat kepalamu berhamburan hanya dengan satu peluru. Dan aku sama sekali tak akan berkedip saat menembakmu.
Kau tahu kerena apa? Karena kekejamanku sudah terlatih. Jangan kau goda jariku menarik pelatuk senjata ini.
TAGOR:
Maafkan aku bang. Aku sebenarnya hanya ingin mematik keberanian abang. Keberanian yang tiba-tiba padam oleh kehadiran gadis itu.
TERDENGAR SAYUP-SAYUP SUARA ADEL MENYANYIKAN SEBUAH LAGU. TARMAN MENDADAK MENCARI TEMPAT DUDUK LALU MENIKMATI LAGU ITU. SESAAT KEMUDIAN…
TAGOR:
Nyanyian seperti itu akan melunakan hati abang. Lama kelamaan abang akan kehilangan semua keberanian dan kesejatian seorang perampok! abang akan… (Tarman memotong ucapan Tagor)
TARMAN:
Hentikan ocehanmu Tagor. Jangan ganggu aku, akan kurobek mulutmu.
TAGOR TERDIAM. TARMAN TAMPAK MENIKMATI SYADUHNYA LAGU YANG DINYANYIKAN ITU DENGAN EKSPRESI KESEDIHAN YANG DALAM. ADA AIR MATA MENETES KE PIPINYA. SEMENTARA TAGOR MERASA RISAU MELIHAT TINGKAH TARMAN. SESAAT KEMUDIAN LAGU BERAKHIR.)
TAGOR:
Untuk apa air mata abang itu? Atau barangkali karena abang sudah mulai tua, mudah tersentuh.
TARMAN:
Kau tidak paham dengan lagu, Tagor.
TAGOR:
Ini pertama kali aku melihat perampok besar menjadi melangkolis.
TARMAN:
Hatimu kering. Tandus. Tak ada kebaikan sama sekali di sana. Kau tahu, parampok yang hebat, professional, adalah perampok yang punya hati nurani. Belajarlah kau jadi perampok besar. Bukan perampok kampungan yang tega menggasak barang-barang yang tak seberapa harganya dari kaum miskin.
TAGOR:
Apa hubungan semua itu dengan lagu yang barusan abang dengar. Lagu yang membuat air mata abang menetes.
TARMAN:
Lagu adalah perasaan yang menjadi nada. Lagu menginspirasi surga, Tagor. Kau tahu surga itu apa? Surga itu tempat indah, tempat dimana kita tak perlu lagi jadi perampok.
TAGOR:
Sudah lama aku tak dengar kata yang acap diucapkan banyak orang pada masa aku kanak-kanak. Itu hanya fiksi untuk kanak-kanak abang. Kalau surga itu ada, kenapa ada perang antar bangsa, ada perang antar agama, antar suku, antar saudara. Sudahlah bang, surga itu hanya sebuah kata tempat berlindung orang-orang lemah, orang-orang yang tak berdaya, orang-orang yang tak berani mengambil resiko dalam mengupayakan hidupnya.
TARMAN:
(TARMAN TERBAHAK-BAHAK MENDENGAR UCAPAN TAGOR.)
TAGOR:
Setidaknya aku mantan mahasiswa, drop out gara-gara dijegal dosen. Dosen kampret yang selalu minta duit untuk ditukar dengan nilai bagus.
TARMAN:
Itu sebabnya kau datang padaku memohon belajar jadi perampok?
TAGOR:
Karena aku ingin jadi perampok yang benar-benar perampok. Tak seperti dosen kampret yang merampok mahasiswanya tanpa hati nurani.
TARMAN:
Tanpa apa kau bilang?
TAGOR:
Tanpa hati nurani, bang.
TARMAN:
Hati Nurani! Aku tidak mau merampok rumah ini, kau tahu karena apa Tagor? Karena aku punya hati nurani.
TAGOR:
Barangkali abang jatuh cinta dengan gadis buta itu hingga abang jadi lembek.
TARMAN:
Apa yang salah dengan cinta! Perampok juga punya cinta Tagor.
Tapi bukan itu alasan Tarman hingga tidak berhasrat lagi merampok rumah ini. Sudah puluhan tahun gadis itu tidak bertemu Pamannya, ia menyangka aku pamannya.
Coba kau pikir Tagor, apa yang harus kulakukan kepada gadis ini? Membunuhnya, lalu mengambil barang-barang berharga di rumah ini, atau mengikatnya lalu rampok semua harta yang ada di sini?
Karena kata “hati nurani” itu, aku tak bisa melakukan kejahatan pada gadis buta ini.
(TIBA-TIBA TERDENGAR BUNYI TEMBAKAN. TARMAN SONTAK TERJUNGKAL DAN ROBOH BERLUMURAN DARAH. TAGOR PANIK.)
TAGOR:
(BERTERIAK) Salma!
(SALMA MELONGOK DI JENDELA)
SALMA:
Aku di sini Tagor.
TAGOR:
Kau menembak bang Tarman?
SALMA:
Dunia berputar seperti gasing. Berputar… berputar… dan berputar. Saatnya dia berhenti.
(BERLALU DARI JENDELA)
TAGOR:
Kamu gila Salma! (SEJANAK MENDEKATI TARMAN DENGAN PANIK.) Maafkan aku tak bisa menolongmu bang Tarman. (KEMUDIAN EXIT DALAM KEADAAN BINGUNG)
(MUNCUL ADEL DENGAN TONGKATNYA. TARMAN BERUSAHA BANGUN UNTUK DUDUK. TUBUHNYA NAMPAK MULAI LEMAS. DARAH BERLUMURAN DI SEKITAR PERUTNYA.)
ADEL:
Paman… paman. Apa yang terjadi?
TARMAN:
Aku di sini Adel.
(ADEL MENDEKATI TARMAN YANG SEKARAT. ADEL MEMELUK TARMAN)
ADEL:
Apa yang terjadi paman. Apakah paman berdarah?
TARMAN:
Salma menembak aku Adel.
ADEL:
(TAMPAK BINGGUNG DAN SEDIH) Kenapa paman… kenapa?
TARMAN:
Karena aku melihat Tuhan justru di matamu yang tak melihat dunia. Maafkan aku Adel.
(TARMAN PERLAHAN MENGHEMBUSKAN NAFASNYA. ADEL PANIK DAN MENANGIS MEMELUK TARMAN)
ADEL:
Dunia yang tak lagi kulihat, selalu menyuguhkan hal yang membingungkan bagiku.
Paman… paman… paman…
LAMPU PADAM
TAMAT.
8 JULI 2018. IVERDIXON TINUNGKI
DILARANG DIPENTASKAN TANPA SEIZIN PENGARANG. KONTAK 085343976992.
Discussion about this post