Manado, Barta1.com — Kekisruhan yang melanda Museum Negeri Provinsi Sulawesi Utara akan memasuki babak baru. Ini karena ada beberapa pihak yang sudah bertekad melaporkan penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) non Fisik 2021-2023 ke aparat penegak hukum (APH).
Setidaknya 2 pihak kini tengah menyoroti persoalan Museum Sulut. Satu di antaranya adalah para pegiat seni dan budaya yang diwakili Sofyan Jimmy Yosadi, SH. Pegiat seni cum pengacara itu lagi mempersiapkan laporan pengelolaan DAK non fisik yang diterima Dinas Kebudayaan Sulawesi Utara sepanjang 2021 hingga 2023.
Satunya lagi DPW Jaringan Pengawas Kebijakan Pemerintah (JKPP) Sulawesi Utara yang diampu pegiat anti korupsi Hendra Lumempouw. Hendra mengaku bakal melaporkan penggunaan DAK non Fisik untuk Museum daerah ke Kejaksaan karena ada indikasi korupsi.
“Kita uji saja penggunaan anggaran itu ke APH karena kami menangkap ada indikasi korupsi di situ dan ini tidak bisa dibiarkan,” sebut dia baru-baru.
Berita Terkait: Heboh Museum Negeri Sulut Dijual, Pegiat Anti Korupsi Telusuri Penggunaan DAK 2021-2023
Lantas apa yang akan dilaporkan? Hendra memaparkan terkait itu pihaknya mengantongi sejumlah bukti. Antara lain rehabilitasi gedung dan pengadaan bahan yang diduga fiktif.
“Jadi ada penyelenggaraan barang dan jasa serta program kegiatan yang sifatnya misterius, saya sebut begitu karena kegiatannya ada tapi kok tidak diketahui oleh para pihak terkait dalam instansi,” sebut Hendra.
Kedua pihak yang siap melaporkan DAK non fisik tersebut mengklaim mendapat dukungan dari banyak kalangan. Apalagi upaya hukum terhadap Museum Negeri Provinsi Sulut dianggap sebagai langkah menyelamatkan bukti peradaban Sulawesi Utara.
Agar diketahui, kisruh museum daerah merebak awal pekan ini akibat muncul persoalan fasilitas milik pemerintah provinsi itu bisa dijual. Langkah penjualan perlu dilakukan semata-mata sebagai upaya menyelamatkan benda-benda koleksi bersejarah yang kini tak dipelihara secara maksimal.
“Ada ribuan benda koleksi tersimpan di Museum Negeri Provinsi Sulawesi Utara yang terakumulasi dari 10 kategori koleksi Museum; Geologika, Arkeologika, Biologika, Seni rupa, Historika, Keramologika, numismatika, Etnografika, Teknologi dan Filologika,” sebut staf pengelola museum daerah, Alfred Pontolondo.
Namun beberapa tahun terakhir pemeliharaan koleksi bersejarah tersebut tidak berjalan baik. Buktinya lanjut Alfred, sebagian lemarinya dibiarkan di teras bangunan hingga hancur dimakan cuaca. Lebih miris lagi buku-buku perpustakaan pun ditumpuk begitu saja di gudang yang lembab.
“Akhirnya, hampir setengah dari buku-buku itu harus dimusnahkan karena telah rusak dimakan rayap. Baru pada pertengahan tahun 2024, beberapa pengelola Museum berinisiatif mengambil kembali dan menyelamatkan koleksi buku yang tersisa di gudang tempat buku-buku itu ditumpuk lalu dibawa ke Museum.”
Berita Terkait: Gubernur Baru Didesak Tuntaskan Persoalan Museum Daerah Sulut
Dalam hal kondisi fisik bangunan, lebih memprihatinkan lagi. Saat ini di sejumlah ruangan terdapat banyak titik bocor baik yang kecil hingga besar. Hal ini sangat terasa ketika musim penghujan. Lantai dua Museum kerap menjadi kolam tanpa ikan.
Beberapa atap penutup bangunan pun telah lepas dan tak kunjung diganti. Sementara sejumlah tiang penyangga bangunan museum telah retak dengan tulang besinya sudah terlihat dan keropos.
Kondisi itu dinilai Hendra Lumempouw tak berbanding lurus dengan adanya kucuran DAK non fisik yang diterima museum daerah sepanjang 2021-2023 dengan total Rp 4,6 miliar. Anggaran dimaksud berasal dari Direktorat Museum dan Cagar Budaya, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek).
“Kita sesalkan jika ada penyalahgunaan dalam tata kelola anggaran, karena bayangkan saja bila soal peradaban dikorupsi maka pemerintah daerah kita ada dalam jalan kegagalan besar yang sangat memprihatinkan,” cetus Hendra. (**)
Editor:
Ady Putong
Discussion about this post