Manado, Barta1.com – Persoalan aturan Tenaga Harian Lepas (THL) sudah tidak bisa diangkat lagi. Hal ini membuat anggota DPRD Provinsi Sulut, Feramitha Tiffani Mokodompit, S.M., M.B.A angkat bicara saat rapat bersama pimpinan DPRD dan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Sulut, bertempat di Ruang Paripurna DPRD Provinsi Sulut, Senin (20/01/2025).
“Ada THL melekat sejak kami dilantik, itu kami telah mengajukan berkas THL yang baru dan baru tahu juga sudah dirumahkan. Ada beberapa di antara berkas pengajuan ini, umurnya sudah maksimal dan sebelumnya juga kurang dari 2 tahun,” ungkap Feramitha.
Bahkan, kata anggota Legislatif dari Dapil BMR ini, ada THL yang melekat pada anggota DPRD, tapi tidak bisa mendaftar P3K. Contohnya, supir pak. “Ini menyangkut dengan Ibu Cindy Wurangian pernah sampaikan, apakah ini memungkinkan buat kami meminta Pemprov Sulut dengan anggota DPRD membuat Pansus (Panitia Khusus) untuk membuat sebuah aturan agar bisa merekrut PJLOP ( Penyedia Jasa Lainnya Orang-Perorangan).”
“PJLOP ini merupakan layanan pihak ketiga atau outsourcing yang sebenarnya dibeberapa Kota lainnya sudah diterapkan. Contoh saya sebutkan, di Jakarta dan Jogjakarta yang baru-baru ini kami lakukan kunjungan. Mereka sejak tahun 2019 untuk tenaga honorer atau THL ini sudah ditiadakan atau dihapuskan, kemudian melakukan sistem rekrutmen penyedia jasa lainnya orang – perorangan yang bisa disebut PJLOP,” ujarnya.
Menurut anggota legislatif muda yang cukup aktif ini menambahkan, bahwa tugas PJLOP ini adalah, sebagai petugas pelaksana lapangan yang mendukung satuan kerja SKPD. Kemudian dan nantinya berhak untuk membuka PJLOP ini adalah LPSE (Lembaga Pengadaan Sewaan dan Pengadaan Barang/Jasa) pak. “Masuknya ini di belanja barang dan jasa, karena belanja pegawai tidak boleh, apalagi kuotanya lebih dari 30%.”
“Sehingga upah yang mereka terima ini dibayar berdasarkan UMP. Dan ini yang saya tanyakan, supaya di Sulut bisa menggunakan sistem seperti itu. Dan tentunya harus dibuatkan Pansus terlebih dahulu, ketika aturan itu dibuat, penekanannya nanti pada peraturan gubernur (Pergub). Dan itu sudah ada contohnya di kota-kota lain, seperti Komisi I ditemukan di Jogjakarta dan Jakarta,” tuturnya.
Pada kesempatan itu pula, kader dari PDI Perjuangan ini, mempertanyakan nasib THL yang tidak bisa masuk P3K, kemudian mereka melekat pada anggota DPRD. “Apakah mereka ini telah dirumahkan, kemudian sudah selesai, apakah kita punya solusi lain untuk bisa menggunakan pihak ketiga atau outsourcing. Atau seperti yang bisa digunakan oleh daerah lain,” tanya dia sambil tersenyum.
Apa yang disampaikan oleh Feramitha, ikut ditanggapi oleh Ketua DPRD Provinsi Sulut, Fransiskus Andi Silangen. Ia menyebut di periode pertamanya, tepatnya tahun 2019 sudah diingatkan bahwa status kepegawaian cuman 2 yaitu ASN dan P3K. Ini sudah jauh-jauh hari, namun Pemerintah Provinsi Sulut masih memiliki nurani memperpanjang THL sampai tahun kemarin, tapi daerah lain sudah mempersiapkan itu.
“Bahkan di Jogjakarta sudah ada sejak tahun 2019 dipersiapkan, tapi ketika kami ke BKN, mereka bilang yang bisa di pihak tiga-kan Pol-PP, Satpam, Sopir, Pramusaji, dan Cleaning service. Jadi, harus dari jauh-jauh hari harus dipersiapkan, tapi di Provinsi Sulut kan masih diterima THL dari 2023 sampai sekarang bahkan,” tuturnya.
Kepala BKD Provinsi Sulut, Jemmy Stani Kumendong, kondisinya kan dirumahkan bukan berarti sudah putus, tetapi ada kemungkinan – kemungkinan di APBD yang bisa dilakukan (jalan keluar). Kenapa daerah lain bisa, harusnya juga Provinsi Sulut bisa.
“Cuman harus dilihat kriterianya dan aturannya seperti apa, misalnya membutuhkan penjaga keamanan, apakah semua dirumahkan bisa memenuhi syarat tenaga keamanan. Berkaitan dengan sopir juga, apakah semua yang dirumahkan bisa dijadikan sopir. Mungkin hal ini sudah dipikirkan oleh pak Sekwan dan keuangan,” pungkasnya. (*)
Peliput: Meikel Pontolondo
Discussion about this post