Seiring kehadiran Patrick Kluivert, Timnas Indonesia bakal kedatangan lebih banyak lagi sosok pelatih berkebangsaan Belanda. Bahkan di tingkatan direktur teknik nama Pepijn Lijnders ikut beredar.
Sebelumnya sejumlah media lokal menyebut figur Louis van Gaal sebagai salah satu master taktik yang akan dipilih PSSI untuk menduduki jabatan direktur teknik. Tetapi Pepijn Lijnders yang kini berstatus non-klub diisukan masuk bursa.
Selain Lijnders, nama 2 mantan pemain timnas hasil naturalisasi; Raphael Maitimo dan Irfaan Bachdim turut disebut akan menjadi asisten pelatih bersama Denny Landzaat dan Alex Pastoor. Bukan kebetulan, Irfan dan Raphael juga berkebangsaan Belanda sebelum kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi.
Nama Pepijn Linders bisa jadi asing di telinga penggila bola Indonesia. Tetapi portofolio eks pesepakbola Belanda itu bukan kaleng-kaleng dalam urusan kepelatihan. Pria kelahiran Broekhuizen 41 tahun lalu itu sudah lalu lalang menukangi sejumlah klub besar Eropa, baik sebagai pelatih tim junior hingga asisten pelatih, bahkan manager.
Mengutip transfermarket, sepanjang Juli Hingga Desember 2024, RC Salzburg mendaulat Lijnders sebabagi manager. Klub liga teratas Austria yang selalu warawiri di Liga Champions Eropa itu ditanganinya dalam 28 pertandingan. Sebelumnya pada 2018, dia melatih klub Eredivisie NEC Nijmegen. Sejak 2003 hingga 2012 bergantian Lijnders menjadi pelatih teknik untuk tim junior PSV Eindhoven dan Porto.
Namun paling mentereng, 2 kali Lijnders menjadi asisten pelatih Juergen Klopp di Liverpool. Awalnya dia menjadi pelatih Liverpool U18. Melihat hasil binaannya yang cemerlang, pada 2014 Lijnders ditarik menukangi sisi teknis tim utama The Reds.
Setelah sempat ke NEC, pada 2015 Klopp kembali mengajak Lijnders mendampinginya dalam 334 pertandingan hingga 2018. Melewati total 664 match bersama Klopp, Lijnders bisa memahami Gegenpresing.
Kunci Gegenpressing
Seperti layaknya pelatih berkebangsaan Jerman, Juergen Klopp juga menempatkan pola Gegenpressing dalam racikannya. Filosofi itu pertama kali diciptakan Ralf Rangnick, namun diadopsi kebanyakan pelatih Jerman; baik Klopp, Felix Magath hingga si jenius Thomas Tuchel.
Gegenpressing artinya “balik menekan”. Klopp mempraktikkan teknik itu di Liverpool saat menjuarai Liga Champions pada 2019 dan gelar juara EPL setahun kemudian. Esensinya adalah tekanan total saat lawan menguasai bola. Pola tersebut dilakukan terencana dan terstruktur. Permainan yang mengadopsi Gegenpressing mengharuskan pemainnya untuk membaca secara detil titik, sisi lapangan yang paling lemah hingga pemain lawan yang tak terlalu mahir menguasai bola.
Karena itulah pemain yang dikelola Klopp harus punya fisik terbaik sebagai acuan intensitas permainan tingga hingga pluit akhir ditiup. Pemain dituntut untuk tahu kapan harus menyerang, kapan harus turun bertahan.
Nah, dari sisi skema Gegenpressing menempatkan tiga pemain di lini depan. Mirip-mirip dengan Total Footbal, filosofi sepakbola menyerang milik timnas Belanda yang juga akan digunakan Patrick Kluivert untuk Jay Idzes dkk. Apalagi Total Footbal dan Gegenpressing sejatinya punya niat yang sama: tekanan penuh pada lawan.
Lantas bagaimana jadinya kedua teknik dikawinkan di atas lapangan? ke depan bisa tersaji dalam berbagai pertandingan yang dilakoni timnas Indonesia jika Pepijn Lijnders hadir sebagai direktur teknik. Yang pasti ini saatnya masyarakat Indonesia menyaksikan tim kesayangannya mempraktikkan sepakbola menyerang, seperti halnya filosofi “menyerang adalah pertahanan terbaik”. (**)
Editor:
Ady Putong
Discussion about this post