Manado, Barta1.com – Problem pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Pemilu masih terus terjadi dari tahun ke tahun. Itu pula yang membuat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terus mengingatkan stakeholder terkait seperti KPU dan Bawaslu untuk melakukan tata kelola pemilu yang ramah HAM.
Hal ini yang menjadi bahan diskusi publik yang digelar FISIP Unsrat Manado bertema: Catatan Kritis tentang Perubahan Tata Kelola Pemilu Ramah HAM. Hadir sebagai pembicara adalah Wakil Ketua Komnas HAM Pramono Ubaid Tanthowi, Dekan FISIP Unsrat Manado Ferry Daud Liando, akademisi Ilmu Pemerintahan FISIP Unsrat Jovan Panelewen, dan Komisioner KPU Sulut Meidy Tinangon.
Sebelumnya kegiatan dibuka langsung Rektor Unsrat Berty Sompie. Dia menyebutkan konstitusi UUD 1945 menyebutkan pemilu adalah sarana kedaualatan rakyat. Rakyat memiliki kedaulatan secara absolut untuk memnetukan siapa yang menjadi representasi mereka di lembaga-lembaga pengambilan keputusan politik seperti eksekutif ataupun legislatif. Karena pemilu merupakan sarana kedaulatan rakyat, maka kedaulatan rakyat itu wajib dijaga dan dilindungi.
“Ada tiga fenomena kedaulatan rakyat itu terganggu pada setiap pemilu yaitu kedaulatan dihilangkan, kedaulatan dibatasi dan kedaulatan disalahgunakan. Kedaulatan rakyat menjadi hilang disebabkan karena ada warga negara yang sudah memenuhi syarat untuk memilih tapi tidak didaftarkan sebagai pemilih sehingga berdampak pada ketidakcukupan kertas suara untuk memilih,” ujarnya.
Daftar pemilih yang tidak akurat menyebabkan perencanaan logistic seperti kertas suara tidak akurat. Resikonya adalah ketidakcukupan kertas suara yang menyebabkan kehialanagn hak-hak warga negara untuk memilih. Banyak warga negara tidak bisa di daftar sebagai pemilih karena tidak memiliki dokumen kependudukan sebagai syarat untuk terdaftar.
Berakaitan dengan kedaulatan rakyat yang dibatasi pada pemilu adalah terkait potensi intimidasi terhadap pemilih. Intimidasi biasanya dilakukan oleh apparat birokrasi atau apparat pemerintahan di tingkat desa. Ada semacam ancaman untuk tidak disalurkan bantuan sosial dan atu bantuan lainnya jika tidak memilih calon yang dianjurkan. Pembatasan kedaulatan juga kerap terjadi karena banyak calon legisltaif yang akan berpotensi menyap atau menyogok pemilih sehingga sikap politik pemilih tidak lagi atas dasar kedaulatan, akan tetapi karena adanya transaksi jual beli suara.
Berkaitan dengan potensi kedaulatan rakyat disalhgunakan adalah pergeseran atau pengurangan suara dalam penghitungan, penjumlahan dan rekapitulasi. Banyak petugas di KPPS berpotensi akan melakukan kecurangan atas desakan peserta pemilu. “Terganggunya kedaulatan rakat sama artinya dengan terganggunya hak asasi manusia.” kata rektor.
Penulis : Agustinus Hari


Discussion about this post