• Pedoman Media Siber
  • Redaksi
Rabu, November 19, 2025
  • Login
Barta1.com
  • Home
  • News
    • Daerah
    • Talaud
    • Kotamobagu
    • Edukasi
    • Nasional
    • Barta Grafis
    • Prodcast
  • Politik
  • Kultur
    • Budaya
    • Sejarah
    • Seni
    • Sastra
    • Biografi
  • Fokus
    • Lipsus
    • Opini
    • Tajuk
  • Olahraga
  • Mereka Menulis
    • Esoterisisme
    • SWRF
  • Video
  • Webtorial
  • Indeks Berita
No Result
View All Result
  • Home
  • News
    • Daerah
    • Talaud
    • Kotamobagu
    • Edukasi
    • Nasional
    • Barta Grafis
    • Prodcast
  • Politik
  • Kultur
    • Budaya
    • Sejarah
    • Seni
    • Sastra
    • Biografi
  • Fokus
    • Lipsus
    • Opini
    • Tajuk
  • Olahraga
  • Mereka Menulis
    • Esoterisisme
    • SWRF
  • Video
  • Webtorial
  • Indeks Berita
No Result
View All Result
Barta1.com
No Result
View All Result
Home Politik

Persoalan-persoalan Talaud Dalam Refleksi Calon Bupati Irwan Hasan

by Ady Putong
7 Juni 2024
in Politik, Talaud
0
Irwan Hasan melangkah ke Pilkada Talaud. (Foto: dok tim Irwan Hasan)

Irwan Hasan melangkah ke Pilkada Talaud. (Foto: dok tim Irwan Hasan)

0
SHARES
146
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Konsen pada program berbagi kasih dengan masyarakat Talaud yang sudah berlangsung dalam beberapa tahun terakhir, pada pekan kedua Juni 2024, Irwan Hasan, mengambil jedah dari kesibukannya di dunia usaha nasional untuk kembali ke Talaud.

Ia datang memantau langsung program berbagi kasih dari gerakan Poros Baru Porodisa yang didirikannya untuk membantu masyarakat di kampung halamannya.

Kepedulian sosok tokoh Talaud yang belakangan populer dikenal sebagai calon bupati Talaud dari koalisi partai Golkar, Gerindra dan Perindo ini bagi masyarakat di daerahnya tak saja pada program bantuan pangan, tapi juga meliputi bantuan bedah rumah, penyaluran pupuk, bibit tanaman, sektor kesehatan, pendidikan, budaya dan kerohanian.

Dalam refleksinya, calon Bupati Talaud Irwan Hasan, memandang negeri kelahirannya itu adalah negeri budaya sekaligus negeri religius.

Sublimnya nilai budaya masyarakat kepulauan ini dalam dokumen gerakan Poros Baru Porodisa yang digagas Irwan Hasan, disebutkan terbaca antara lain dalam kedalaman syair lagu daerahnya;

“Lembungu rintulu//wanua lilungkang//Porodisa i lelare//Maning ta damene//Tala aransange// Taloda man nanaungana// Imbera wala asengone//Arie wala asire// Porodisa man sunaungan//Taloda man su endumang”. Kereligiusannya membalun dalam lagu-lagu masyarakatnya; “Larannu Runia manambo pengane//Ringan namutau nangaliwu u// Isaite Mawu, pa I lalarean//Su laran mapia pantingira o//I o Mawu mangke lare u// Lungkang ngu naung// Namantiro su amatangku// Su apulu Nu//Naoma Allang Ngu//Manu su riwa Nu//Su soa sarung padumatingan”.

“Di atas kelindan nilai-nilai kehidupan masyarakat itu, Talaud dimetaforkan sebagai Porodisa (Surga), suatu negeri yang alamnya tak saja estetis indah, namun ikut dihiasi warna pelangi budaya keberadaban yang luhur,” ungkap Irwan Hasan.

Namun Talaud yang kita saksikan hari ini, adalah sesuatu yang kontradiktif dengan yang kita bayangkan pada cermin keadabannya di atas. Sejak dimekarkan menjadi kabupaten, kita disuguhi narasi suram budaya korupsi yang mengantar beberapa pejabat publik terlilit pidana.

Kendati baru resmi menjadi kabupaten sejak 2002, selain unsur birokrat dan pengusaha, tercatat dalam dasawarsa terakhir daerah ini telah mengoleksi 2 Bupati terpidana korupsi.

Masyarakat terkesan putus asa teralienasi dalam kotak-kotak kepentingan politik. Pegawai pemerintahan yang terjebak dalam “simalakama” momentum-momentum suksesi kepemimpinan daerah.

Kekeraban dan persaudaraan yang retak oleh adu domba dari sebuah bias perebutan kekuasaan. Demokrasi yang tak monoleh pada nilai kelokalan. Keributan nepotisme, oligarki, dan rupa-rupa keburukan yang merembes dari ruang yang disebut ekses demokrasi.

Tak saja itu! Di Indonesia, daerah perbatasan hingga kini berkonotasi kawasan penuh keterbatasan dan pembatasan. Tak mudah meraih peruntungan di sini, kendati letaknya strategis untuk pengembangan sektor perdagangan lintas negara, investasi dan pariwisata.

Pemerintah era reformasi telah mencoba mengubah paradigma perbatasan dari kawasan belakang menjadi beranda terdepan. Namun niat baik membangun Indonesia dari pinggir ternyata sesulit mengurai benang kusut.

Menerobos masalah pengelolaan batas negara adalah perkerjaan yang tak mudah. Terlalu banyak jalan buntu yang sulit dipapas –terutama menghadapi silang lingkar berbagai peraturan perundangan—yang membuat daerah perbatasan seperti Kabupaten Kepulauan Talaud serasa sulit bernapas.

“Itu baru sedikit item persoalan di tengah beragam peliknya masalah yang dihadapi Kabupaten yang terdiri dari 19 kecamatan, 142 desa, dan 11 kelurahan ini,” kata Irwan Hasan.

Dalam gambaran pesimisme ekstrim, mencermati persoalan daerah perbatasan –seperti yang dihadapi Kabupaten Kepulauan Talaud tersebut- nyaris seluas kita menatap langit cerah di malam hari yang dipenuhi bintang-bintang. Kita ingin mengapai salah satunya, kemudian kita sadar, tangan tak terlampau panjang untuk meraihnya.
Persoalan krusial lain adalah Kabupaten Kepulauan Talaud, berada pada bagian dari 199 daerah tertinggal di Indonesia yang tergolong terisolir karena berbagai keterbatasan infrastruktur dasar, ekonomi, sosial budaya, perhubungan, telekomunikasi dan informasi serta pertahanan keamanan.

Cita-cita meraih kemakmuran sejak era Otonomi Daerah (OTDA) masih menjadi kisah yang muram, dan kemiskinan merupakan problematika kemanusiaan di sana.

Dari data yang ada, Talaud mengoleksi ribuan orang tergolong miskin, dan kemiskinan di kepulauan ini dapat digambarkan sebagai suatu keadaan di mana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan.

Kemiskinan itu juga disebabkan oleh ketidakmampuan mengakses sumber-sumber permodalan. Selain itu, infrastruktur belum mendukung untuk dimanfaatkan masyarakat dalam memperbaiki kehidupannya.

Talaud juga terkendala persoalan Sumber Daya Manusia (SDM), pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA), dan juga utamanya tidak terlepas dari political will (kemauan politik) pemerintah daerah dalam beberapa periode kepemimpinan di sana, untuk bersungguh-sungguh mengambil tindakan kongkrit membawa keluar daerah itu dari rubungan masalah pelik yang menganga dan membelitnya.

Di era Otonomi Daerah (Otda), sebagaimana fenomena umum di berbagai daerah, tingginya angka korupsi oleh oknum Kepala Daerah, buruknya kualitas pelayanan publik dan kerusakan lingkungan akibat eksploitasi sumber daya alam menjadi indikator bahwa cita-cita Otonomi Daerah itu masih tersekat. Masih mengawang-awang.

Saat kebijakan Otonomi Daerah berhembus, banyak pihak berharap instrument ini bisa mendukung cita-cita ideal seperti memunculnya identitas lokal, di samping meningkatnya pelayanan umum, kesejahteraan masyarakat dan daya saing daerah.

Identitas lokal yang dimaksud adalah terakomodasinya sistem kultur dan sosial masyarakat yang berbeda di setiap daerah. Kembali ke system kultur demokrasi lokal sejatinya juga telah menjadi suatu kesadaran baru dalam masyarakat dunia modern.

Para ahli menyebutkan, pulang ke identitas lokal dan pemerintahan lokal haruslah menjadi landasan terciptanya demokrasi yang jauh lebih bermutu dengan masyarakatnya yang langsung berpatisipasi dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut hajat hidup mereka.

Cita-cita ideal itu pun baru bisa terwujud bila instrument otonomi daerah dipersepsikan sebagai jalan raya yang lebih baik bagi kebijakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Apabila sebelumnya Pilkada dilakukan DPRD, berubah menjadi dipilih langsung oleh masyarakat. Di situlah tumpuan citra ideal itu mekar.

Tambatan harapan itu setidaknya dilandasi berberapa hal antaranya, di mana Pilkada di era otonomi daerah akan melahirkan figur pemimpin yang berasal dari daerah yang akan dipimpinya, mengenal kondisi daerahnya, dan punya keterkaitan emosional nan erat dengan masyarakat.

Otda juga diharapkan mendorong adanya kemandirian mengelola daerah dan kian terbukanya hak bagi semua orang menduduki jabatan publik.

“Tujuan otonomi daerah sesungguhnya tidak lain berkaitan dengan upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum bagi masyarakat, hingga daya saing daerah dengan meningkatkan potensi yang ada,” kata Irwan Hasan.

Akhirnya, dalam merefleksi persoalan-persolan yang dihadapi kabupaten Talaud saat ini kata Irwan Hasan, tak lepas dari tujuan otonomi daerah itu. Dan hal ini dapat dicapai dengan mudah jika pemerintah dan masyarakat saling mendukung untuk mewujudkannya. (*)
Penulis: Iverdixon Tinungki

Barta1.Com
Tags: irwan hasanPilkadaTALAUD
ADVERTISEMENT
Ady Putong

Ady Putong

Jurnalis, editor. Redaktur Pelaksana di Barta1.com

Next Post
dr Rinny Tamuntuan bersiap maju ke pencalonan Bupati di Sangihe

DPP PDIP Utus Rinny Tamuntuan jadi Calon Bupati Sangihe

Discussion about this post

Berita Terkini

  • Kantor Pertanahan Manado Rapat Monitoring dan Evaluasi, Jumalianto: Rumuskan Langkah Strategis 19 November 2025
  • Kotamobagu Siap Luncurkan 11 Dapur MBG: Satu SPPG Target Salurkan 3.000 Porsi Sehari 19 November 2025
  • Panjat Tebing Sitaro jadi Primadona, Dalughu Bersaudara Sumbang Emas Kedua 19 November 2025
  • Bawaslu Manado Dorong DPRD Membuat Perda APK Ramah Lingkungan 18 November 2025
  • Begini Keunggulan Kampung Reforma Agraria Baumata di Kupang 18 November 2025

AmsiNews

© 2018-2020 Barta1.com - Hosting by ManadoWebHosting.

No Result
View All Result
  • #12328 (tanpa judul)
    • Indeks Berita
  • Contact
  • Home 2
  • Home 3
  • Home 4
  • Home 5
  • Kebijakan Privasi
  • Laman Contoh
  • Pedoman Media Siber
  • Redaksi
  • Talaud
  • Webtorial

© 2018-2020 Barta1.com - Hosting by ManadoWebHosting.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In