Manado, Barta1.com – Anggota DPRD Provinsi Sulut, Fabian Kaloh, angkat suara terkait pembahasan Ranperda (Rancangan peraturan daerah) pengajuan kebudayaan bersama Dinas Kebudayaan Provinsi Sulut, Ruang Rapat Serbaguna DPRD sulut, Selasa (27/02/2024)
“Terkait dengan kunjungan kemarin, kami mendapat berbagai macam hal, seperti pengayaan bagi kami dalam menyusun Ranperda tentang pengajuan kebudayaan ini. Apa yang saya khawatirkan itu terjadi, bahwah kalau kita berbicara terkait dengan pengajuan kebudayaan ini skopnya terlalu besar,” ungkap Fabian.
Lanjut Fabian, ketika mengacu pada undang-undang nomor 5 tahun 2017, di situ sudah diatur semuanya. “Memang ada kewajiban yang harus disiapkan hingga pokok dari kebudayaan daerah. Baik tingkat Ibu Kota, maupun Kabupaten,” tuturnya.
“Ketika kita berkunjung ke DKI jakarta, mereka punya, namun lebih spesifik terhadap budaya Betawi dan mereka mempunyai Perda (Peraturan daerah) nomor 4 tahun 2015 sebelum undang-undang ada. Jadi, agak lain, tapi Perda memang harus spesifik,” tambah Fabian.
Fabian kembali mengatakan, terkait dengan kebudayaan di Sulut harus dibahas secara spesifik, apakah itu tentang Minahasa, Bolmong, sanger dan lain-lain .
“Kan tidak mungkin kita membuat Perda kebudayaan Minahasa, karena ada orang Bolmong, Sangihe, dan sebagainya, makanya ketika dirapat saya sampaikan kepada ketua Pansus, Bapak Jams Tuuk. Jika kita lakukan ini, akan lebih banyak pasal dan ayat yang akan dibahas nantinya. Maka dari itu, saran saya kita memulai dengan hal-hal pokok saja yang akan dibahas,”tuturnya.
Selanjutnya, Fabian menambahkan, bahwa mereka memang memiliki target lebih cepat lebih baik, namun setelah mereka mendapatkan ada informasi, bahwa hal tersebut diluar dari ekspektasi mereka.”Yang terpenting adalah kita perlu membahas terkait pasal, yang di mana bisa mengkover semua.”
“Kalau kita baca undang-undang diatur semua, tapi tidak mengatur secara spesifik. Kita akan memiliki Perda seperti itu, kita akan mengatur secara spesifik, nanti ditindaklanjuti dengan peraturan gubernur, yang di mana akan menjadi tindak lanjut dari Perda yang sudah dibuat,” jelasnya.
Menurutnya, sebelum mereka membahas lebih jauh lagi, tentunya sangat penting melihat lagi terkait dengan kebudayaan di Sulut. “Siapa tau dengan diskusi panjang seperti ini akan menghadirkan solusi – solusi, baik dari pakar hingga Ibu Karo hukum, untuk bisa memberikan masukan-masukan,’ singkatnya.
“Seperti yang saya katakan bahwa kita harus berhati – hati membuat Perda. Jangan sampai hanya mengcover beberapa kebudayaan yang ada disalah satu daerah saja, namun kebudayaan yang lain tidak,” tutupnya. (*)
Peliput: Meikel Pontolondo
Discussion about this post