Manado, Barta1.com — Belum lama ini, DPRD Sulut kembali menggelar rapat Paripurna dalam rangka mendengarkan pidato kenegaraan presiden Republik Indonesia (RI) pada sidang tahunan MPR RI, DPR RI dan DPD RI di Jakarta, melalui aplikasi YouTube di Ruangan paripurna DPRD Sulut, Rabu (16/08/2023).
Rapat paripurna itu dibuka langsung Ketua DPRD Sulut, Fransiskus Andi Silangen didampingi ketiga wakil ketua DPRD Sulut, J Victor Mailangkay, James Arthur Kojongian dan Billy Lombok. Sedangkan pihak eksekutif dihadiri Gubernur Sulut Olly Dondokambey dan Wakil Gubernur Steven OE Kandouw berserta jajarannya.
“Rapat Paripurna dalam rangka mendengarkan pidato kenegaraan presiden RI dibuka dan terbuka secara umum,” ungkap Andi sembari mengetuk palu sebanyak tiga kali pertanda rapat dibuka.
Saat itu pun seluruh masyarakat mendengarkan pidato Presiden RI, Joko Widodo. Pada sambutannya itu, ia mengatakan bahwa saat ini sudah memasuki tahun politik. Suasana sudah hangat-hangat kuku dan sedang tren di kalangan politisi dan partai politik, setiap ditanya capres dan cawapresnya, jawabannya, “Belum ada arahan dari Pak Lurah”.
“Saya sempat berpikir, siapa ini “Pak Lurah”. Sedikit-sedikit kok Pak Lurah. Belakangan saya tahu, yang dimaksud Pak Lurah ternyata saya. Ya, saya jawab saja, saya bukan lurah, saya Presiden Republik Indonesia. Ternyata Pak Lurah itu kode,” ujarnya.
Dirinya menegaskan dirinya bukan ketua umum parpol, bukan juga ketua koalisi parpol. Sesuai ketentuan undang-undang, yang menentukan capres dan cawapres adalah partai politik dan koalisi partai politik.
“Jadi saya ingin mengatakan, itu bukan wewenang saya. Bukan wewenang Pak Lurah. Bukan wewenang Pak Lurah, sekali lagi,” singkatnya.
Walaupun dirinya paham, ini sudah nasib seorang Presiden untuk dijadikan paten-patenan [Bahasa Jawa], dijadikan alibi, dijadikan tameng. Bahkan, walau kampanye belum mulai, fotonya sudah banyak dipasang di mana-mana.
“Saya harus ngomong apa adanya. Saya ke Provinsi A, ada, ke Kota B, ada, ke Kabupaten C, ada juga. Sampai ke tikungan-tikungan desa, ada juga. Tapi, bukan foto saya sendirian. Ada di sebelahnya bareng Capres. Ya, saya kira menurut saya juga tidak apa-apa. Boleh-boleh saja,” tuturnya.
Presiden menyatakan dengan adanya media sosial seperti sekarang ini, apapun bisa disampaikan kepada Presiden, mulai dari masalah rakyat di pinggiran, sampai kemarahan, sampai ejekan, bahkan makian dan fitnahan bisa dengan mudah disampaikan dengan media sosial.
“Saya tahu, ada yang mengatakan saya ini bodoh, plonga-plongo, tidak tahu apa-apa, Firaun, tolol. Ya, ndak apa-apa. Sebagai pribadi, saya menerima saja. Tapi, yang membuat saya sedih, budaya santun dan budi pekerti luhur bangsa ini tampak mulai hilang. Kebebasan dan demokrasi digunakan untuk melampiaskan kedengkian dan fitnah. Polusi di wilayah budaya ini, sekali lagi, polusi di wilayah budaya ini sangat melukai keluhuran budi pekerti bangsa Indonesia,” tegasnya.
Memang tidak semua seperti itu, Kata Jokowi sapaan akrabnya, bahwa mayoritas masyarakat juga sangat kecewa dengan polusi budaya tersebut. Cacian dan makian yang ada justru membangunkan nurani. Nurani bangsa untuk bersatu menjaga moralitas ruang publik, bersatu menjaga mentalitas masyarakat, sehingga bisa tetap melangkah maju, menjalankan transformasi bangsa menuju Indonesia Maju, menuju Indonesia Emas 2045.
“Ini yang bolak-balik saya sampaikan di setiap kesempatan. Bahwa Indonesia saat ini punya peluang besar untuk meraih Indonesia Emas 2045, meraih posisi menjadi negara 5 besar kekuatan ekonomi dunia. Kita punya kesempatan,” terangnya.
Tidak hanya peluang saja, tapi strategi untuk meraihnya sudah ada, sudah dirumuskan. Tinggal bagaimana mau memfokuskan energi untuk bergerak maju, atau justru membuang energi untuk hal-hal yang tidak produktif, yang memecah belah, bahkan yang membuat bangsa melangkah mundur.
“Bonus demografi yang akan mencapai puncak di tahun 2030-an adalah peluang besar kita untuk meraih Indonesia Emas 2045. Enam puluh delapan persen adalah penduduk usia produktif. Di sinilah kunci peningkatan produktivitas nasional kita,” imbuhnya.
Selanjutnya, peluang besar yang kedua adalah international trust yang dimiliki Indonesia saat ini, yang dibangun bukan sekadar melalui gimmick dan retorika semata, melainkan melalui sebuah peran dan bukti nyata keberanian Indonesia dalam bersikap.
“Momentum Presidensi Indonesia di G20, Keketuaan Indonesia di ASEAN, konsistensi Indonesia dalam menjunjung HAM, kemanusiaan, dan kesetaraan, serta kesuksesan Indonesia menghadapi krisis dunia 3 tahun terakhir ini, telah mendongkrak dan menempatkan Indonesia kembali dalam peta percaturan dunia,” katanya.
Dan, di tengah kondisi dunia yang bergolak akibat perbedaan, Indonesia dengan Pancasila-nya, dengan harmoni keberagamannya, dengan prinsip demokrasinya, mampu menghadirkan ruang dialog, mampu menjadi titik temu, dan menjembatani perbedaan-perbedaan yang ada.
“Lembaga think tank Australia, Lowy Institute, menyebut Indonesia sebagai middle power in Asia, dengan diplomatic influence yang terus meningkat tajam. Dan, Indonesia termasuk 1 dari 6 negara Asia yang mengalami kenaikan comprehensive power,” sahutnya.
Tapi kemudian ada yang mengatakan, kenapa dengan international trust yang tinggi. Rakyat kan makannya nasi. International trust tidak bisa dimakan. Ya memang tidak bisa. Sama seperti jalan tol, tidak bisa dimakan, ya memang. Nah, ini contoh menghabiskan energi untuk hal tidak produktif.
“Tapi tidak apa-apa, saya malah senang. Memang harus ada yang begini-begini, supaya lebih berwarna, supaya tidak monoton dunia ini.”
“Bapak, Ibu yang saya muliakan, Dengan international trust yang tinggi, kredibilitas kita akan lebih diakui, kedaulatan kita akan lebih dihormati. Suara Indonesia akan lebih didengar sehingga memudahkan kita dalam setiap bernegosiasi,” cetusnya.
Peluang tersebut harus mampu dimanfaatkan. Rugi besar jika melewatkan kesempatan ini, karena tidak semua negara memilikinya dan belum tentu akan kembali memilikinya.
“Sehingga, strategi pertama untuk memanfaatkan kesempatan ini adalah mempersiapkan Sumber Daya Manusia Indonesia. Kita telah berhasil menurunkan angka stunting menjadi 21,6% di 2022 dari angka sebelumnya 37%, menaikkan Indeks Pembangunan Manusia menjadi 72,9 di 2022. Kita juga telah meningkatkan Indeks Pemberdayaan Gender menjadi 76,5 di 2022, menyiapkan anggaran perlindungan sosial, kalau dijumlah dari tahun 2015 sampai tahun 2023 total sebesar Rp3.212 triliun, termasuk di dalamnya Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Pintar Kuliah, Program Keluarga Harapan, Kartu Sembako, serta perlindungan kepada lansia, penyandang disabilitas, dan kelompok rentan lainnya, serta reskilling dan upskilling tenaga kerja melalui Balai Latihan Kerja dan Program Kartu Pra-Kerja,” jelasnya lagi.
Di saat yang sama, SDM yang telah dipersiapkan harus mendapatkan lapangan kerja untuk menghasilkan produktivitas nasional. Sehingga, dapat mengembangkan sektor ekonomi baru yang membuka lapangan kerja sebanyak-banyaknya, yang memberikan nilai tambah sebesar-besarnya.
“Di sinilah peran sektor ekonomi hijau dan hilirisasi sebagai window of opportunity kita untuk meraih kemajuan, karena Indonesia sangat kaya sumber daya alam, termasuk bahan mineral, hasil perkebunan, hasil kelautan, serta sumber energi baru dan terbarukan,” tambahnya.
Tapi, kaya sumber daya alam (SDA) saja tidak cukup. Jadi pemilik saja juga tidak cukup. Karena itu akan membuat bangsa pemalas, yang hanya menjual bahan mentah kekayaannya tanpa ada nilai tambah, tanpa ada keberlanjutan.
“Saya ingin tegaskan, Indonesia tidak boleh seperti itu. Indonesia harus menjadi negara yang juga mampu mengolah sumber dayanya, mampu memberikan nilai tambah, dan menyejahterakan rakyatnya. Dan, ini bisa kita lakukan melalui hilirisasi, yang sudah ratusan kali saya sampaikan, puluhan kali saya sampaikan,” pintanya.
Hilirisasi yang ingin dilakukan adalah hilirisasi yang melakukan transfer teknologi, yang memanfaatkan sumber energi baru dan terbarukan, serta meminimalisir dampak lingkungan. Pemerintah telah mewajibkan perusahaan tambang sekarang ini untuk membangun pusat pembibitan, membangun pusat persemaian untuk menghutankan kembali lahan pascatambang, pascapenambangan. Hilirisasi yang kita lakukan tidak hanya pada komoditas mineral, tapi juga non-mineral, seperti sawit, rumput laut, kelapa, dan komoditas-komoditas potensial lainnya yang mengoptimalkan kandungan lokal, yang bermitra dengan UMKM, bermitra dengan petani, dan bermitra dengan nelayan, sehingga manfaatnya terasa langsung bagi rakyat kecil.
“Upaya ini sedang kita lakukan dan harus terus dilanjutkan. Ini memang pahit bagi pengekspor bahan mentah. Ini juga mungkin pahit bagi pendapatan negara jangka pendek. Tapi jika ekosistem besarnya sudah terbentuk, jika pabrik pengolahannya sudah beroperasi, saya pastikan ini akan berbuah manis pada akhirnya, terutama bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia,” kata mantan Walikota Solo ini.
Sebagai gambaran, setelah stop ekspor nickel ore di tahun 2020, investasi hilirisasi nikel tumbuh pesat. Kini telah ada 43 industri pengolahan nikel yang akan membuka peluang kerja yang sangat besar. Ini baru satu komoditas. $Dan, jika kita konsisten dan mampu melakukan hilirisasi untuk nikel, kemudian tembaga, kemudian bauksit, kemudian CPO, dan rumput laut, dan yang lain-lainya, berdasar hitung-hitungan perkiraan dalam 10 tahun pendapatan per kapita kita, dalam 10 tahun mendatang pendapatan per kapita kita akan mencapai Rp153 juta (USD10,900). Dalam 15 tahun, pendapatan per kapita kita akan mencapai Rp217 juta (USD15,800). Dan, dalam 22 tahun, pendapatan per kapita kita, akan mencapai Rp331 juta (USD25,000). Sebagai perbandingan, tahun 2022 kemarin kita berada di angka Rp 71 juta. Artinya, dalam 10 tahun lompatannya bisa lebih dari 2 kali lipat lebih,” terangnya lagi.
Dimana fondasi untuk menggapai itu semua sudah dimulai. Pembangunan infrastruktur dan konektivitas yang pada akhirnya menaikkan daya saing . Harus diketahui berdasarkan International Institute for Management Development, daya saing Indonesia pada 2022 naik dari ranking 44 menjadi 34. Kenaikan ini merupakan kenaikan tertinggi di dunia.
“Pembangunan dari desa, pinggiran, dan daerah terluar yang pada akhirnya memeratakan ekonomi kita, dengan Dana Desa yang kita gelontorkan mencapai Rp539 triliun dari tahun 2015 sampai tahun 2023,” ujar mantan Gubernur Ibu Kota Indonesia ini.
Lanjutnya, konsistensi reformasi struktural, terutama sinkronisasi dan penyederhanaan regulasi, kemudahan perizinan, kepastian hukum, dan pencegahan korupsi. Semua itu menjadi modalitas untuk meraih kemajuan.
“Oleh sebab itu, saya berulang kali menyampaikan, kepemimpinan ke depan menentukan masa depan Indonesia. Ini bukan tentang siapa yang jadi presidennya. Bukan, bukan itu, bukan itu. Tapi, apakah sanggup atau tidak untuk bekerja sesuai dengan apa yang sudah kita mulai saat ini, apakah berani atau tidak, mampu konsisten atau tidak. Karena yang dibutuhkan adalah napas yang panjang. Karena kita tidak sedang jalan sore. Kita juga tidak sedang lari sprint. Tapi yang kita lakukan harusnya adalah lari maraton untuk mencapai Indonesia Emas,” pungkasnya. (Adv)
Peliput:
Meikel Pontolondo
Discussion about this post