Manado, Barta1.com – Setiap orang memiliki cerita hidupnya masing-masing, apalagi terkait perjuangan untuk menjadi berkat bagi orang lain. Begitupun dengan Hervido Kayely, lelaki kelahiran Ambon, 12 Juni 1985 itu. Memiliki visi pada hidupnya, yakni menjadi pribadi yang bermanfaat bagi sesama.
Anak tunggal dari pasangan Yohanis Kayely dan Helena Maromon itu, memiliki cita-cita ingin mengelilingi dunia. Apalagi, ketika dirinya diterima berkuliah di Politeknik Negeri Manado (Polimdo). “Puji Tuhan, ketika selesai dari perkuliahan mimpi saya itu menjadi kenyataan,” ungkap Kayely kepada Barta1.com, kamis (06/07/2023).
“Di Polimdo itu sendiri, saya memilih jurusan Pariwisata, yang bisa membawa saya bekerja di hote hingga bisa mengelilingi beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Singapura, Malaysia, Jepang dan Belanda,” tuturnya.
Dengan pekerjaan itu, kata Edo sapaan akrab baginya, menyebut bahwa Jurusan Pariwisata Polimdo bisa membawanya ke luar negeri, dan bisa membangun rumah untuk ayahnya. Akan tetapi, untuk mencapai semuanya butuh perjuangan.
“Pada perkuliahan itu banyak hal yang saya hadapi, sebagai anak yang hidup di perantauan. Demi menghemat biaya hidup, pernah berpuasa seharian tanpa makan. Pernah juga hanya makan buah jambu dan pepaya, sepanjang hari karena sudah tidak punya uang. Untuk mencukupkan kebutuhan, saya pernah berjualan koran dan menjadi joki pada tugas perkuliahan dari teman-teman, yang mau membayar dan mentraktir makan siang jika membantu pekerjaan rumah mereka,” ujarnya.
Di tahun 2004, Edo mengakui, bahwa dirinya mulai menemui bakatnya, ketika dirinya diajak oleh kakak tingkatnya untuk bernyanyi disebuah resepsi pernikahan di Kota Bitung. Pada saat itu pula, dirinya dibayar sebesar Rp. 50.000, pada jaman itu, jumlah uang itu lumayan banyak.
“Saat diundang bernyanyi di Kota Bitung, saya dikenali oleh banyak orang, dan mulai banyak tawaran berdatangan untuk bernyanyi. Kemudian hari saya beralih ke public speaking, yang pada akhirnya mengantar saya menjadi seorang MC pada resepsi pernikahan, dan mendapatkan uang dari situ untuk membiayai perkuliahan saya,” jelasnya.
Adapun alasan Edo, agar dirinya terus menyelesaikan studinya di tengah kebutuhan yang berkecukupan, yaitu karena ayahnya. Ayahnya adalah satu-satunya alasan dirinya untuk berhasil di perantauan.
“Ayah saya seorang single father yang harus membesarkan saya seorang diri, karena ibu sudah meninggal saat saya berusia 1 tahun 8 bulan. Ayah saya banyak berkorban, supaya saya bisa mendapatkan kehidupan yang layak. Saya terpaksa meninggalkan ayah dan mengungsi ke Manado, karena peristiwa kerusuhan Sara yang terjadi di Maluku Utara tahun 1999 hingga 2000,” ucapnya.
Sejak keluar dari tempat kelahiran, Edo berkomitmen untuk belajar, bekerja keras, sehingga bisa membanggakan ayah dan semua pengorbanan yang sudah ia lakukan. “Semua pengorbanan ayah saya tidak bisa terbayar lunas hingga saat ini,” katanya.
“Pengorbanan itu dibuktikan ketika saya lulus dari perkuliahan pada tahun 2006. Kemudian, diterima bekerja dan menjabat manager operasional di Bali Crystal College (kampus perhotelan dan kapal pasiar). Pernah menjadi marketing dan human resource executive di rumah herbal BaliManggis, Bali. Berikutnya, HRD manager di UbudOne Villas dan Resort, Bali. Pernah juga menjadi, Direktur HRD di PT Damai Sejahtera Membangun Group, Manado,” imbuhnya.
Bukan itu saja, Edo juga pernah bekerja di FBS Captain di Hotel Gran Puri Manado, guru les privat bahasa inggris di Manado dan Bali, dan les vocal di Bali. Dan yang terkahir, perkejaan yang sering ia lakukan sejak duduk dibangku perkuliahan, seperti MC, moderator, singer di acara wedding, seminar, workshop, gathering dan event lainnya.
“Setelah beberapa tempat saya bekerja. Saya langsung berhenti, dan merasa bahwa pengalaman kerja di industri perhotelan dan pariwisata sudah cukup untuk dibagikan ke mahasiswa. Disamping itu, saya merasa punya hutang budi terhadap Direktur Polimdo saat ini, karena saya bisa menjadi seorang pribadi seperti saat ini adalah berkat bantuan darinya. selain ibu Direktur, adapun keluarga Entjaurau-Lengkong (Ka Justman dan Ruth), dimana setiap bulannya mereka memberikan sejumlah uang guna menopang kebutuhan hidup saya. Sampai hari ini mereka terus menjadi inspirasi bagi saya untuk terus menjadi berkat bagi orang lain,” sahutnya.
Ia menambahkan, dirinya ingin menjadi berkat yang mau berkorban tanpa pamrih untuk menolong mahasiswa, terutama mahasiswa yang kurang beruntung dalam hidup, seperti dirinya dahulu.
“Sebelumnya tidak akan terpikirkan untuk menjadi dosen, tetapi pada akhirnya tertarik karena visi yang ditanamkan oleh ibu direktur Polimdo, Mareyke Alelo mengenai pentingnya alumni untuk berkontribusi, sebagai tenaga pengajar di kampus almamater, setelah memiliki pengalaman kerja yang banyak di industri,” terangnya.
Salah satu dorongan Edo ingin menjadi seorang dosen adalah melihat contoh dari direktur dan dosen senior di Jurusan Pariwisata yang benar-benar tulus dalam mengajar dan peduli terhadap mahasiswanya. “Mereka bertindak bukan hanya sebagai dosen, tetapi sebagai orang tua yang baik, tulus, tegas dan peduli terhadap kebutuhan anak-anak didiknya. Dan Saya rindu untuk melakukan, hal yang sama kepada mahasiswa,” tambahnya.
“Adapun hal penting dalam hidup saya untuk bisa mencapai cita-cita dan menjadi seorang tenaga pengajar di Jurusan Pariwisata Polimdo, yakni menguasai bahasa inggris. Jadikan bahasa inggris bagian yang penting dari hidupmu. Cari teman yang mau berkomitmen untuk berkomunikasi dalam bahasa inggris setiap harinya, baca buku/artikel dalam bahasa inggris, nonton program TV, YouTube, dan dengar lagu/musik yang berbahasa inggris,” paparnya.
Berikutnya, sebagai tenaga pengajar dirinya mencoba menciptakan suasana belajar di dalam kelas, dimana mahasiswa adalah pusat dari segala perhatian. Kemudian, doakan mereka (mahasiswa) setiap harinya. Bangun hubungan yang baik dengan mereka. “Kita harus peduli, tulus, dan tegas. Tetapi harus merangkul, mereka” cetusnya Alumni Polimdo angkatan 2003.
“Kita harus menjadi contoh dan teladan yang baik, misalnya dalam hal disiplin waktu, berpakaian dan lain-lain. Berikutnya, posisikan mereka sebagai customer yang harus dilayani dengan baik.”
Untuk memulai hal tersebut, Edo sudah melakukan sebelumnya, dengan terbuka untuk belajar hal-hal yang baru, mau berteman dengan siapa saja, bangun jaringan seluas-luasnya, bekerja keras dan selalu berbagi dengan orang lain. “Maka dari itu, saya ingin mahasiswa bisa berhasil dikemudian hari, dan mau berbagi kepada orang lain jika memiliki kelebihannya,” pungkasnya.
Peliput: Meikel Pontolondo
Discussion about this post