Manado, Barta1.com — CEO PT Tambang Mas Sangihe ITMS) , Terry Filbert, secara terbuka mengindikasikan dana yang digunakan gerakan Save Sangihe Island (SSI) bersumber dari penambang emas liar di Pulau Sangihe. Namun SSI lewat Alfred Pontolondo menyatakan Terry melakukan pembohongan publik.
“Tidak benar kami disponsori pelaku penambang emas liar, justru penggalangan dana yang dilakukan SSI itu sifatnya gotong-royong dari pihak-pihak yang merasa perlu berjuang membebaskan Sangihe dari korporasi yang bisa menjerumuskan alam Sangihe dalam kehancuran,” kata Alfrets pada sejumlah wartawan di Manado, Jumat (10/02/2023).
“Terry Filbert bohong dan ini pembohongan publik, karena justru dana ini kami dapatkan salah satu sumbernya dari jemaat gereja GMIST di Tagulandang dan ini bisa dibuktikan,” jelas dia.
Tudingan Terry Filbert soal keterlibatan pengusaha tambang emas tanpa izin di balik SSI disampaikan dalam sebuah momen yang tayang di channel Youtube Star official yang diunggah baru-baru.
Dalam video bertajuk “Kontrak Karya PT TMS Masih Berlaku. Ini Penjelasan Presdir Senior In-House Legal Counsel PT TMS” berdurasi 22,39 menit itu, Terry sempat melontarkan bahwa gerakan SSI tidak memprotes penambang ilegal karena mendapat aliran dana dari aktivitas penambang tanpa izin itu.
“It’s how the leader of SSI earn they money, this is how they pay their schools fee for their kids and how they pay their cars (begitulah cara para pemimpin SSI mendapatkan uang mereka, begitulah cara mereka membayar biaya sekolah untuk anak-anak mereka dan bagaimana mereka membayar mobil mereka,” ujar Terry yang diterjemahkan pengacara PT TMS, Rico Pandeirot.
Namun Alfrets yang duduk bersama Jull Takaliuang —salah satu inisiator SSI, dan Claudio Tumbel SH, salah satu kuasa hukum gerakan ini, sekali lagi memastikan bahwa pendanaan SSI adalah gerakan mandiri dari masyarakat dan sejumlah pihak yang concern dengan masalah lingkungan.
Alfrets balik menyatakan, dengan tudingan seperti itu, Terry telah melecehkan sejumlah lembaga yang ikut menyokong SSI dalam perlawanan melawan korporasi tambang emas di Sangihe. Bahkan dia mengingatkan, justru pernah ada informasi bahwa PT TMS sendiri akan memberikan lahan 10 Ha bagi pelaku tambang rakyat untuk beroperasi.
“Saya ingatkan lagi, itu informasi yang disampaikan salah satu pejabat Pemda Sangihe saat acara temu alumni bulan April 2022 di Jakarta dan itu banyak saksi yang mendengarkan.”
Di sisi lain, dalam video ini Rico Pandeirot selaku pengacara PT TMS menyebut perusahaan akan tetap melakukan aktivitas di Sangihe. Ini karena putusan Mahkamah Agung baru terilis di website lembaga penegak hukum itu, namun fisik putusan belum diterima para-pihak. Putusan klaim dia, nanti berlaku apabila sudah diterima para-pihak.
Demikian juga dengan izin pemanfaatan pulau kecil, pihaknya disebut Rico tidak perlu mengajukan itu karena regulasi dimaksud nanti terbit pada 2007, kemudian diperbaharui pada 2014. Sementara izin kontrak karya dikantongi korporasi sejak 1997.
Menjawab ini, Revoldi Koleangan dari Tim Hukum SSI menjelaskan bahwa yang mau dikatakan Rico adalah kontrak karya tidak tunduk pada Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil. Alasannya, kontrak karya telah ada sejak 1997.
“Tetapi yang bersangkutan lupa bahwa sejak than 2009 yakni sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Minerba, diwajibkan oleh pasal 169 UU tersebut bahwa semua Kontrak Karya wajib disesuaikan dengan Undang-Undang. Dan salah satu pertimbangan hukum majelis PT TUN Jakarta dalam putusan membatalkan SK Menteri ESDM adalah karna Kontrak Karya tersebut tidak disesuaikan dengan Undang-Undang,” kata dia, menjabarkan.
Menurut dia lagi, berdasarkan kacamata Hukum Perdata Indonesia yang mengatur tentang Kontrak atau Perjanjian, termasuk Kontrak Karya, yakni pasal 1320 KUH Perdata, menyatakan bahwa suatu Kontrak yang bertentangan dengan Undang-Undang, dalam hal ini tidak disesuaikan dengan Undang-Undang, harus batal demi Hukum.
“Tudingan-tudingan serampangan dari CEO TMS tidak saja mengecewakan kami sebagai masyarakat tetapi juga memunculkan dugaan penyalahgunaan jabatan serta pelanggaran sumpah jabatan, terutama sejumlah pihak yang ikut serta menuding SSI sebagai bagian atau bahkan dalang dari PETI (penambang tanpa izin), kok tanpa dasar hukum yang kuat mau terlibat dalam pro kontra yang ditimbulkan TMS dari politik adu domba?” cetus Revoldi Koleangan.
Mengantisipasi PT TMS yang mengirim signal tetap akan melanjutkan kegiatan usaha di Pulau Sangihe, Alfrets Pontolondo meminta aparat hukum untuk bersikap profesional dan berkeadilan.
“Ada putusan hukum yang harus dihormati, sehingga saya minta pak Kapolda Sulawesi Utara mengawasi jajarannya yang berpotensi punya hubungan dengan korporasi tambang ini,” ujar dia. (*)
Peliput/editor: Ady Putong
Discussion about this post