Catatan:
Iverdixon Tinungki
Ini pertama kali terjadi genre teater siluman Indonesia berhasil mengguncang dunia lewat lakon “Pawang Hujan” diperankan aktor Rara Isti Wulandari di arena Sirkuit Mandalika.
Teater tak saja terjadi di atas sebuah panggung sebagaimana bentuk konvensionalnya. Ragam genre yang lain justru mencari jalanan, hutan, rawa, sawah, bahkan arena lain seperti yang terjadi di arena megah sirkuit Mandalika pada Minggu 20 Maret 2022.
Sebagaimana lazimnya, pertunjukan teater selalu berangkat dari sebuah ide atau konsep. Demikian “Pawang Hujan” adalah sebuah ide bahkan konsep atas pertujukan Rara Isti Wulandari di Sirkuit Mandalika.
Teater Siluman atau teater pembebasan adalah jenis teater yang berkembang di Amerika Latin, yang mulai dikenal di Indonesia terutama di Jogya yang dikembangakan dramawan Endro Gunawan pada era 1980-an. Kemudian di Bandung dan Jakarta.
Di negara-negara Amerika Latin yang menjadi ladang subur perkembangan Teologi Pembebasan, para kaum pergerakan menjadikan teater siluman sebagai sarana perjuangan. Di Indonesia, disadari atau tidak bentuk teater ini telah mengisi ruang publik kita. Bahkan ikut partisipatif dalam gerakan reformasi Indonesia.
Pada hakikatnya, teater siluman adalah teater penyadaran yang bertujuan menyampaikan pesan-pesan pencerahan, atau pesan-pesan perjuangan.
Yang unik dari jenis teater ini, tak saja penggunaan ruang publik sebagai arena pertunjukan ide awal, tapi justru keterlibatan total publik dalam merepons ide awal sebagai sejatinya arena pertujukan itu sendiri. Ketika publik merespons ide awal yang dipertunjukan maka di sanalah tujuan utama pentas teater siluman itu berhasil.
Tanpa respons publik, sebuah pertunjukan teater siluman dinyatakan gagal mencapai misi utamanya. Dan Mbak Rara lewat lakon “Pawang Hujan” berhasil menggedor ruang-ruang perbincangan publik dunia lewat proyek penyadaran dan pencerahannya.
Bukan cuma itu, teater siluman adalah genre teater yang bisa jadi: Pertama, diperankan oleh seorang aktor yang merangkap sutradara bagi dirinya. Kedua, bila aktor dan sutradara adalah orang yang berbeda, bisa jadi sang aktor tak menyadari bahwa ia sedang disutradarai.
Pada bentuk yang kedua itu, aktor hanyalah elemen pelaku bagi sutradara yang sejatinya aktor tersembunyi di balik peristiwa petunjukan. Dan bisa jadi pula sutradara bukanlah seorang dalam pengertian personal, tapi sekolompok orang dalam satu kepentingan yang sama.
Bagi saya, ini yang terjadi di sirkuit Mandalika. Dan pertunjukan itu berhasil memikat dunia, karena publik dunia merespons dengan beragam tanggapan atas ide pertunjukan dari sebuah tradisi original Indonesia yaitu “Pawang Hujan”.
Pertunjukan Mbak Rara berhasil membuka mata dunia untuk menyaksikan ragam kebudayaan asli negeri kita. Sebuah negeri yang dilatari musim panas dan musim hujan. Di bawah dua musim itulah keberagaman tradisi budaya Indonesia hidup dan bernaung.
Dan pawang hujan adalah bentuk ritual asli Indonesia yang menandai keakraban manusia dengan alam semestanya, keakraban manusia dengan sang pencipta alam semesta dan kehidupan.
Apapun tanggapan yang muncul di berbagai media massa, media sosial bahkan di ruang diskusi langsung publik, tapi masyarakat dunia telah tercerahkan oleh pesan yang menjadi ide utama pertunjukan itu, yaitu: Indonesia adalah negeri yang berbudaya.
Tradisi pawang hujan adalah salah satu ritual dalam tradisi budaya adiluhung yang menjadi ciri khas Indonesia. Bahkan tradisi ini nyaris ada di semua suku bangsa di Indonesia.
Pertunjukan teater siluman Mbak Rara, suka atau tidak suka telah menjadi bagian dari sejarah teater kontemporer Indonesia. Salut untuk Mbak Rara! Salut untuk sang pahlawan kebudayaan Indonesia. (*)
Discussion about this post