Irama tagonggong dan syair sasambo melantun indah dan ritmis mengiring gumulai penari gunde mengantar kue adat Tamo ke ke bangsal pesta sakral. Ratusan masyarakat diaspora Sangihe Talaud menyambut prosesi kedatangan itu dengan takjub dan haru.
Itulah Pesta adat Tulude yang dilaksanakan masyarakat diaspora Sangihe Talaud yang terhimpun dalam komunitas Lagot (Lingkungan Generasi Optimis) pada Sabtu, (5/2) di Kelurahan Tuminting, Manado.
Kendati di gelar di luar Kepulauan Sangihe Talaud, keunikan simbol-simbol tradisi sakral dalam perayaan nampak tertata apik. Syair-syair tua dibacakan. Lagu-lagu agung Sangihe Talaud dinyanyikan. Pemontongan kue adat Tamo yang atraktif diiringi syair-syair pengajaran luhur tentang kehidupan dilafalkan. Ada masamper dan Tarian Gunde di panggung utama yang membuat pesta adat ini terasa indah dan religius.
Camat Tuminting Bonyx Saweho dalam perayaan tersebut menyatakan, sangat mengapresiasi pelaksanaan kegiatan pesta adat yang dilaksanakan komunitas Lagot.
“Menghadiri pesta adat ini, kita semua seperti digiring ke dalam nilai-nilai luhur budaya Sangihe Talaud yang tertata dalam beragam simbol perayaan yang berlangsung apik. Itulah hal yang menarik dan bernilai luhur dalam tradisi Sangihe Talaud,” kata Bonyx.
Tulude, kata dia, adalah budaya yang sakral yang memiliki dimensi persatuan dalam merekatkan semangat kebersamaan masyarakat Nusa Utara di mana pun berada.
“Tulude merupakan identitas kita masyarakat Nusa Utara. Banyak nilai luhur yang mengajarkan dan membimbing kita untuk memelihara kebersaman dalam mencapai kemajuan hidup,” ungkapnya.
Aldes Sambalao, ketua panitia pelaksana Tulude Lagot 2022 mengatakan, tata cara pelaksaan pesta adat tersebut dibuat sedetail mungkin sebagaimana tradisi aslinya yang berlangsung di Sangihe setiap tahun.
“Kami berusaha menampilkan Tulude dalam tata cara seoriginal mungkin, agar masyarakat Sangihe Talaud di tanah perantauan dapat melihat, memahami dan merasakan sakralitas Tulude yang sebenarnya,” kata Aldes.
Menyentil latar belakang budaya Tulude, kata Aldes, pertama dan terutama, harus disebutkan bahwa Tulude adalah sebuah tradisi sakral masyarakat etnik Sangihe Talaud.
“Dalam kamus bahasa Sangihe kata Tulude adalah perpaduan dari kata Suhude artinya menolak atau mendorong dan kata hude artinya meluruskan. Tulude telah hidup dalam kurun ribuan tahun dalam aktivitas kehidupan masyarakat bahari Nusa Utara sebagai tradisi menolak bala.”
Puncak pelaksanaan Tulude historisnya lanjut Aldes, mengacu pada perhitungan astronomis etnis Sangihe menyangkut posisi bintang Kadademahe (Bintang Fajar) yang berada pada posisi tegak lurus dengan kepulauan Sangihe Talaud yang selalu terjadi pada pukul 00.00 pada tanggal 31 Januari setiap tahun. Itu sebabnya Tulude Utama harus dilaksanakan pada tanggal 31 Januari dan berpusat di kepulauan Sangihe Talaud pada setiap tahunnya, baru bisa diikuti pelaksanaannya di tempat lain.
“Seiring masuknya agama-agama Samawi terutama Kristen di Sangihe Talaud sejak abad ke 16 hingga abad 19, Tulude telah mengalami transkonseptualisasi menjadi upacara adat syukur atas tahun yang lalu dan memohon penyertaan Tuhan pada tahun yang baru. Transkonseptualisasi yang dilakukan para misionaris masa lampau di Sangihe Talaud terhadap Tulude menjadikan tradisi tua ini mendapatkan pemaknaan baru, namun tetap selaras dengan filosofi asli bahari Nusa Utara dan nilai-nilai kekristenan yang kemudian dikenal sebagai upacara adat religius yang tidak saja dilaksanakan oleh komunitas masyarakat umum tapi juga oleh komunitas gerejani,” jelas dia
Bagi masyarakat etnis Sangihe Talaud di mana pun berada, tambahnya, Tulude selalu dipandang semacam barisan ombak yang mewariskan citra kepribadian dan keunikan budaya sebuah bangsa yang mengafirmasi nilai-nilai religius kebaharian.
“Atas dasar pemahaman inilah, pada hari ini Komunitas Lagot menggelar Upacara Adat Tulude.”
Steven Kamea, SH, Ketua Komunitas Lagot, kepada Barta1.com mengatakan, Lagot merupakan sebuah komunitas fungsional yang berkiprah pada bidang budaya dan sosial kemasyarakatan.
“Komunitas ini sudah berdiri sejak akhir tahun 1990-an. Pada tahun 2000-an, Lagot pernah menjadi organisasi fungsional di Gereja GMIM Nazaret Tuminting. Kini menjadi komunitas yang mandiri yang terus mengemban tugas sosial kemasyarakat dan budaya, terutama membantu pekerjaan warga masyarakat yang ditimpa duka cita, seperti membuat bangsal atau menggali lahan pemakaman. Melaksanakan kegiatan kreatif di hari-hari besar Nasional seperti Hari Kemerdekaan. Dan kegiatan-kegiatan memperingati hari-hari besar gerejani seperti Natal dan Paskah. Juga melaksanakan kegiatan bantuan sosial untuk masyarakat,” ujar Kamea.
Pelaksanaan Upacara Adat Tulude tersebut dihadiri selain unsur pemerintahan Kota Manado, juga oragnisasi Sangihe Talaud di Manado seperti IKIST dan BAMUKIST para tokoh Nusa Utara dan masyarakat diaspora Sangihe Talaud di kecamatan Tuminting. (*)
Penulis: Iverdixon Tinungki
Discussion about this post